Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

serbaserbi.comAvatar border
TS
serbaserbi.com
Cerpen; Gadis Permata dan Anjing-Anjing Berseragam


17+ (Mengandung kekerasan dan kata-kata kasar).

Oleh: Diana Dee

***

Andai aku super hero, sudah kubabat habis semua orang tak bernurani di bumi ini. Takkan kusisakan seorang pun, agar tiada lagi para hati yang terluka. Biar tiada lagi jiwa-jiwa yang terbelenggu. Biar tiada lagi tangis sesegukan di sudut ruangan, tanpa ada yang menghapus air matanya. Biar para binatang itu tak lagi tertawa di atas jeritan dan ketakutan orang lain.

Aku ingin! Teramat ingin! Namun, sungguh sayang aku tak berdaya apa-apa ....

Hari ini, langit tampak murung. Awan hitam bergumpal mendung. Kawanan kenari menyenandungkan elegi dibelai bisik angin yang berkabung. Dari balik jendela pada sepetak kelas nan temaram, kusaksikan adegan najis paling jahanam. Bukan hanya kali ini, tapi sudah sering kali. Namun, kurasa ini adalah puncak dari segalanya. Para Anjing itu semakin gila, sementara Gadis Permata itu, kurasa akan jatuh pada titik terendah.

"Belagu amat sih, lo! Mentang-mentang lo deket ama guru, terus lo main ngadu aja, gitu! baik!" Sebuah tamparan melayang, tepat mengenai pipi Gadis Permata. Cukup keras, hingga gadis itu tersuruk ke sudut ruangan. Gadis berambut pendek yang tadi menamparnya terbahak, diikuti tiga laki-laki seusianya dan seorang gadis lainnya dengan rambut lebih panjang--sibuk merekam dengan ponsel.

"Makanya, jangan ikut campur urusan orang, Bego!" Seorang di antara tiga laki-laki itu menarik kerudung putih Gadis Permata. Gadis itu meronta, berusaha menahan kerudungnya agar tak lepas. Namun, dua pria lainnya maju, menarik tangan Gadis Permata. Kerudung gadis itu pun tanggal, rambutnya tergerai kusut. Ia pun didorong hingga tersungkur mencium lantai. Lagi, gerombolan Anjing Berseragam itu kembali terbahak. Kali ini lebih keras.

Ah, aku benci tawa mereka! Siapa mereka itu sebenarnya? Manusia, atau benar-benar anjing? Ke mana mereka ketika Tuhan membagikan otak dan nurani dulu? Aih, Gadis Permata itu. Bangkitlah! Lawan mereka!

"Jangan! Kumohon jangan! Aku minta maaf .... " Aku tersentak. Itu ratapan Gadis Permata. Oh, Tuhan! Di lantai, Gadis Permata meronta dan menggeliat kesakitan. Bajunya kusut dan rok abu-abunya sudah tersingkap ke atas. Buah dadanya diremas kasar oleh gadis berambut pendek. Dua laki-laki menahan lengan dan kakinya, sehingga ia tak bisa bergerak lagi.

"Hahaha! Gausah nangis, lo! Nikmati aja! Enak 'kan?" Seorang laki-laki menyeringai, memainkan jemarinya di selangkangan Gadis Permata. Ia terbahak, diikuti teman-temannya.

Jahanam! Aku ... aku harus berbuat sesuatu! Aku akan panggil seseorang untuk menolong gadis itu. Namun, siapa? Suasana sekolah sore ini sangat sepi. Tak seorang pun yang lewat tampak olehku. Ah, mungkin kalau aku berteriak lebih keras, orang-orang di perumahan sana bisa mendengarku.

"Hai! Siapa pun ke marilah! Seorang gadis sedang dilecehkan di sini!" Suaraku bergema, mungkin sampai ke langit. Namun, tidak ada seorang pun yang mendengar, kecuali kawanan burung peleci yang hinggap di ranting mahoni di depan sekolah. Mereka pun ikut berteriak.

"Tolonglah! Ke sini sekarang juga!"
"Ayolah, gadis itu hampir mati!"
"Cepat! Tangkap anjing-anjing itu!"

Aih, percuma! Tidak ada yang mengerti teriakan kami! Putus asa, kembali kualihkan pandangan pada sepetak kelas nan temaram.

"Hahahah! Cukup, Gaes!" ucap gadis berambut pendek, menarik tangannya dari dada Gadis Permata. Patuh, ketiga teman laki-lakinya bangkit, menjauh dari gadis malang itu. Sementara gadis berambut panjang menyimpan ponselnya.

"Ini belum seberapa! Kalo lo macem-macem lagi, muka lo yang jelek itu kami bikin tambah jelek!" ancam laki-laki yang tadi mengerjai selangkangan Gadis Permata.

"Satu lagi! Awas aja kalo kejadian ini kesebar, hidup lo bakal kami ubah kayak neraka!" timpal yang lain.

Setelah melayangkan tendangan ke tubuh Gadis Permata, gadis berambut pendek yang kurasa ketua geng itu, mengajak teman-temannya pergi. Tinggallah Gadis Permata tergugu pilu di kelas nan temaram. Rambutnya kusut. Pakaian acak-acakan. Namun, yang paling kusut adalah hatinya. Bahkan aku pun tak dapat membayangkan, bagaimana kondisi sebongkah marun milik gadis itu kini.

Entahlah, sungguh banyak yang kusesali sekarang. Pada diriku yang tak bisa berbuat apa-apa. Pada orang-orang sekitar yang tak peka. Juga pada gadis itu yang tak pernah buka suara. Padahal, hampir setiap hari kusaksikan tekanan demi tekanan dihantamkan padanya. Bukan hanya gerombolan Anjing Berseragam tadi, tapi juga oleh anak-anak lainnya.

Kerap kudengar panggilan "jelek", "sok pintar" atau "anak tukang becak" dilontarkan pada gadis itu. Memangnya kenapa kalau jelek? Apa karena mereka jelita dan rupawan, lantas bisa menghina orang--yang seyogya-nya adalah maha karya Tuhan--seenaknya? Kenapa jika ia pintar? Apakah mereka orang-orang malas iri atas pencapaiannya? Juga, kenapa dengan tukang becak? Apanya yang hina? Kurasa para koruptor dan penjilat jauh lebih menjijikkan!

Namun, sekali lagi ... aku tak bisa apa-apa. Aku hanya menyaksikan tanpa tindakan.

Bumi semakin berkabung. Matahari pun hampir tergelincir ke ufuk barat. Aku tersentak, tiba-tiba Gadis Permata datang mendekat. Matanya merah, karena tangis mungkin. Tubuhnya bergetar. Matanya. Ah, mata itu, tiada lagi sorot kehidupan di sana. Di tangannya tergenggam seutas tali. Kurasa itu tali timba sumur kamar mandi milik Pak Penjaga. Ya Tuhan, jangan-jangan gadis itu ....

"Manggis." Gadis Permata menatapku lekat-lekat. Aih, jangan bilang ini tatapan pertama dan terakhir kita, Permata.

"Aku tau, kau menyaksikan semua yang terjadi. Hanya saja kau tak dapat bersuara. Haha, sama sepertiku, enggan bersuara karena takut." Gadis itu tertawa getir.

"Aku tak tahu salahku apa dan di mana, sehingga aku harus menerima ini. Apakah kelahiranku adalah sebuah kesalahan, Manggis?" Gadis itu kembali berurai air mata. Kali ini lebih pilu, seakan gunung lukanya erosi saat itu jua.

"Aku sudah lelah. Tolong, mintalah kenari dan peleci menyampaikan pesan pada ayah dan ibuku, bahwa aku sangat mencintai mereka. Katakan juga pada semua orang, aku minta maaf. Maaf, karena tak bisa membuat mereka mencintaiku."

Ah, Gadis Permata! Aku tak suka ini! Bertahanlah! Kau terlalu baik untuk mati konyol macam ini!

Perlahan, gadis itu naik ke salah satu dahanku dan mengikatkan tali di sana.

Dengarlah aku, Permata! Jangan lakukan itu! Oh, ayolah, Tolol! Lakukan sesuatu untuk gadis itu! Jangan sam--pai ....

Aih, terlambat. Permata sudah menggantung. Aku gagal menyelamatkannya.

Matahari sempurna disurukkan langit. Di salah satu rantingku, Gadis Permata meregang nyawa. Hari ini, bertambah seorang lagi melepas nyawanya disebabkan manusia tanpa akal dan nurani.

Akankah esok bertambah lagi?

Baso, 220820


🌷🌷🌷

Hai Agan dan Sista. Diana Dee adalah nama pena saya, ya. Jadi, cerpen ini murni karya saya, bukan saduran apalagi plagiat! Terima kasih sudah membaca. Jangan lupa kritik, saran, dan cendolnya.

🌷🌷🌷
Diubah oleh serbaserbi.com 22-08-2020 07:31
anakjahanam722Avatar border
bukhoriganAvatar border
ummuzaAvatar border
ummuza dan 4 lainnya memberi reputasi
5
871
10
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread•42.7KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.