Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

serbaserbi.comAvatar border
TS
serbaserbi.com
Cerpen: Gelar Haji
Oleh: Diana Dee.

Quote:


Sebelumnya, baca juga cerpen ane yang ini, Gansis! Dilamar Mantan

****

Kututup pintu perlahan, lalu mendengkus pelan. Di luar, rombongan remaja masjid bertolak dari rumahku. Wajah mereka sumringah, habis mendapat sumbangan dari diriku. Orang biasa yang mendadak disegani setelah naik haji tahun lalu.

Sebelumnya, orang-orang memanggilku Pak Bas. Karena namaku Abbas. Bekerja sebagai karyawan biasa. Namun, sekarang ... aku dipanggil Haji Abbas, yang mendadak dihormati oleh seluruh warga kampung, bahkan oleh Pak RT yang ... belum naik haji.

"Cemberut aja tho, Bi?" Aku memalingkan muka, ketika Hani istriku datang menyuguhkan kopi dan setoples kukis cokelat.

Bukan apa, aku tak suka saja dengan dirinya yang tiba-tiba memanggilku 'Abi' semenjak kami naik haji. Padahal biasanya selalu memanggilku 'Mas'. Panggilan yang dilontarkannya sejak zaman surat cinta dulu.

"Pasti gara-gara sumbangan untuk remaja mesjid tadi tho?" tanyanya lagi, seraya duduk di sampingku.

Tak kujawab.

"Ikhlasin toh, Bi. Lagian itu termasuk sedekah jariyah loh. Gede pahalanya," lanjutnya tenang dengan ekspresi tanpa dosa.

Ingin kuteriakan di telinganya, kalau sedekah ikhlas itu tak mematut nominal. Semampu kita saja. Jika habis sedekah lalu kita tak bisa makan gara-gara uang habis, lebih ke mudharat jadinya itu!

"Lagian gengsi tho, Bi sedekah cuma lima puluh rebu, seratus rebu. Kita itu sudah haji, dihormati. Apa kata orang nanti kalau seorang Haji Abbas sedekah cuma lima puluh rebu? Malu dong?!"

Rasanya ingin kutelan dompet kosong yang tergeletak di nakas di sampingku. Istriku aneh emang. Tadi dia bilang ikhlas, sekarang dia bilang gengsi. Entahlah ....

"Oiya, Bi! Hari ini kita jadikan ngajak anak yatim untuk makan malam bareng?" tanya Hani.

Boom!

Apalagi ini? Dia lupa, kalau sisa uang di dompet hanya lima ratus ribu, dan itupun sudah disumbangkan semuanya ke remaja masjid tadi. Sekali lagi, semuanya!

"Gak bisa ditunda, ya, Dek?"

Hani menoleh cepat, "Umiii, Bi! Jangan panggil adek ...!"

Ya Salam! Wanita memang ribet!

"Oke, ralat. Gak bisa ditunda, ya, Umi sayang ...?" kuputar bola mata ketika melontarkan itu.

"Tidak!" tegas Hani. "Malu dong, Bi. Kita udah janji loh. Apa kata orang ntar kalau kita gak jadi tepati janji?"

"Ya kan, ditundanya gak lama. Sampai besok kok," jawabku.

"Sekarang, Abiii!" Bibir Hani maju mengerucut.

Wanita Ini! Ingin sekali kusentil bibirnya yang cemberut itu.

"Iya deh." Aku pasrah. Kayaknya akan pinjam uang kantor lagi. "Dua ratus ribu buat belanja cukup? Gak usah masak yang mahal-mahal. Tahu tempe, telor, dan sayur aja udah cukup."

Hani memukul bahuku! Bibirnya bergerak sewot, sementara matanya menatapku tajam.

Aku menelan ludah.

Kenapa lagi dengan Ibu Negaraku ini?

"Abi ini gak ngerti-ngerti, ya, kalau dikasih tau? Masak iya, kita masak begituan? Gengsi dong, Bi! Apa kata orang jika tau keluarga Haji Abbas menyantuni anak yatim dengan tahu tempe? Gak mau! Pokoknya umi mau masak ayam, daging, tambah telor juga gak papa!"

Ya Salaaam! Gengsi. Malu. Apa kata orang? Kita udah haji, selaluuu itu yang dikatakan Hani. Puyeng kepala ini!

Sekarang, berani sekali dia mengatakanku tak paham-paham dengan penjelasannya. Justru istriku itu yang tak mendengar dengan nasihatku, suaminya yang tampan ini. Jika sedekah itu harus ikhlas, bukan karena gengsi, malu, atau apa kata orang. Sayangnya, istriku tak mau ambil pusing.

Kadang, kalau dipikir-pikir, ingin rasanya kuadakan konferensi pers kalau aku, Haji Abbas, ingin melepas gelar hajiku. Gelar ini sungguh menyiksa! Membuatku tak tenang sepanjang waktu.

Setiap hari, ada saja orang yang datang membawa proposal sumbangan. Untuk masjidlah, anak yatimlah, ponpeslah! Lalu nanti, istriku dengan tanpa perhitungan akan menyumbangkan uang kami tanpa peduli bon-ku di kantor yang sudah berlipat-lipat.

Gara-gara gelar haji, aku yang tak terlalu dalam ilmu agamanya ini, selalu diundang ke acara penting dan disuruh memimpin doa. Ya Rabb, baca zikir sesudah salat pun kadang patah-patah. Ini disuruh mimpin doa.

Atau jika tidak, aku disuruh mengisi pengajian di masjid. Jadilah aku jungkir-balik menghapal konsep ceramah yang didapat dari internet. Parahnya, biar ceramahku kaku kayak leher soang, tetap aja para jamaah menyuruhku untuk ceramah lagi.

Gelar haji betul-betul membuat hidupku terbelenggu. Ditambah istri yang gila pamour. Dirinya akan jengah jika kami tak tampak lebih dari orang lain. Buktinya, sejak jadi haji, dia memaksaku menjual motor dan membeli mobil. Mau kontan atau cicil, dia gak peduli. Yang penting punya mobil.

Belum lagi gamis-gamis terbaru, khimar mahal, dan ... barang-barang lain yang membuatku ingin menenggelamkam diri ke dalam bumi.

****

Latar hijau menyegarkan mata, dengan angin sepoi membelai tubuh dengan nyaman. Aku berdiri tenang, menikmati keasrian alam di Pondok Tahfiz Darul Quro' yang terletak di perbukitan ini.

Kata Ustaz Abidin Sanad, ketua Rumah Tahfiz ini, akan ada prosesi peletakan batu pertama gedung baru. Dan sebagai seorang 'haji' yang disegani, aku dan Hani diundang.

Seorang bocah dengan gamis abu-abu mengagetkanku yang merenung di bawah batang pinus.

"Assalamualaikum, Pak Haji. Ustaz Abidin memanggil Pak Haji, acara akan dimulai."

"Waalaikumsalam," balasku. "Iya, saya segera ke sana."

Bocah itu berlari meninggalkanku. Sebentar kemudian, aku pun menyusul ke mushalla dan acara pun dimulai.

Acara berlangsung khidmat. Bahkan, Haji Abbas ini dapat kesempatan untuk menyampaikan sepatah dua kata sambutan. Sedangkan istriku, sibuk bercengkrama dengan para ustazah.

Hingga tibalah di sesi yang membuatku gemetaran. Keringat dingin mengalir deras, sedangkan mata tak henti-hentinya melirik istri yang duduk di shaf wanita. Berharap dia tak dengar pembicaraan ini dan tak ikut campur.

"Maaf, Pak Haji." Ustaz Abidin membuka percakapan. "Bukan bermaksud lain, hanya saja mau mengingatkan, perihal masih banyak gedung yang belum di bangun di pondok ini. Sarana dan prasarana pondok pun juga tak memadai."

Ustaz Abidin berhenti sejenak. Sementara aku, gerogi seperti mau melahirkan saja rasanya.

"Dan ... kami mohon sedikit sedekah jariyah dari Pak Haji, demi kelancaran pembangunan pondok yang kita banggakan ini."

"Te--tentu saya akan membantu. U-ustaz tenang saja." Aku gagap.

"Alhamdulillah, betullah kabar angin yang beredar, jika Pak Haji sangatlah dermawan."

Aamiin Ya Allah, bisikku dalam hati. Aku ingin sekali jadi dermawan, tapi tidak seperti ini.

"Kira-kira, Pak Haji mau membantu berapa juta?"

"Dua puluh juta, Ustaz!"

Deg!

Tubuhku kaku seketika. Ingin pingsan rasanya. Kenapa Ibu Negara bisa dengar pembicaraanku dengan Ustaz Abidin?

Perlahan, aku dan Ustaz menoleh ke sumber suara. Ya, itu Hani, yang seenak mulutnya saja menyambar obrolan kami.

"Masya Allah, ada Bu Haja rupanya," ucap Ustaz.

Hani mengangguk dan melempar senyum.

"Kami akan menyumbang dua puluh juta, Ustaz. Ya kan, Bi?"

Tuhan! Ingin rasanya aku berteriak, kalau aku tak punya uang sebanyak itu. Kalau hutangku di kantor menumpuk! Kalau aku bukan haji karena mampu. Kalau aku naik haji karena hadiah dari bos di kantor.

Kalau aku ... Ya Allah! Ya Kariim!

"Ini kan pembangunan pondok tahfiz, Ustaz. Tentu kami takkan segan membantu. Selain demi kemashlahatan umat, ini semoga jadi ladang jariyah juga bagi kami," lanjut Hani.

Bodo amat!

Entah, tubuhku benar-benar limbung. Ubun-ubun mendidih rasanya. Pening memikirkan ini. Aku pun izin pamit pada Ustaz, kubimbing istriku ke belakang pondok yang sepi.

Akan kuceramahi Hani habis-habisan!

Paris, 190220


***

Diana Dee adalah nama pena saya di sosial media, ya, Gansis. Jadi, cerpen ini adalah asli karya ane bukan saduran apalagi plagiat.
Diubah oleh serbaserbi.com 21-08-2020 08:20
nomoreliesAvatar border
adek.chombiAvatar border
disya1628Avatar border
disya1628 dan 3 lainnya memberi reputasi
4
782
13
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.5KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.