Quote:
Agustus 2017 ane masih kelas dua SMA. Kala itu, sekolah ane memutuskan untuk ikut lomba drama perjuangan yang diselenggarakan oleh Pemda Kabupaten Lima Puluh Kota. Para guru sepakat memilih ane dan empat orang lainnya untuk ikut lomba ini. Kenapa cuma lima orang? Karena itulah aturan lombanya. Tak lupa pula, Pak Kepsek juga menunjuk guru sejarah ane sebagai mentor grup drama ini.
Mentor dan anggota sudah ditunjuk, langkah selanjutnya adalah mencari naskah. Saat itu Buk Yulia (guru sejarah ane) memberikan naskah drama tersebut. Namun, setelah dua hari latihan dengan naskah itu, ane merasa nggak sreg dengan alur dan tema cerita tersebut. Terasa seperti di sinetron. Akhirnya, ane putuskan untuk merevisi naskah tersebut sendiri.
Seharian ane pusing mikirin naskah. Namun, tetap gak tau mau direvisi bagaimana. Hingga kemudian ane dapat ide untuk bikin naskah baru. Dan, yup, naskah pun jadi. Bercerita tentang perjuangan rakyat Lima Puluh Kota dalam mempertahankan kemerdekaan ketika masa PDRI (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia).
Besoknya, naskah tersebut ane tunjukin ke Bu Yulia, dan alhamdulillah beliau suka. Maka hari itu, kami pun berlatih dengan naskah ane. Saat itu, ane sekaligus menjadi sutradara yang mengatur gerak, mimik, dan dari mana para tokoh akan masuk dan keluar panggung.
Hari berlalu. Latihan terus berjalan, tapi alot. Ya, kami semua tak begitu serius dalam latihan ini. Kebanyakan main dan tertawa terbahak-bahak. Ya, gimana enggak? Ketika kami latihan berperang, menjadi sapu sebagai pengganti pistol. Tertawa ketika ane dan seorang teman laki-laki, harus berbicara Indonesia tapi dengan logat Belanda. Lucu mendengarnya. Pokoknya, lebih banyak ketawa daripada latihan.
Melihat kami seperti itu, Buk Yulia pun nampak putus asa. Ya, gimana mau menang kalau latihan gak serius? Namun, kami berusaha menenangkan Bu Yulia dengan jawab, "Tenang, Bu. Kami pasti tampil serius kok pas lomba."
Namun, masalah datang pada diri ane. H-7 jelang acara. Ane jatuh sakit. Demam tinggi. Badan panas dingin, kepala pusing, ga nafsu makan karena air ludah rasanya pahit, diare, dan penciuman yang sensitif. Maksudnya, semuanya terbau gak enak di hidung ane.
Sebab itu, ane menghubungi Bu Yulia dan meminta beliau mencari siswa lain untuk menggantikan ane. Namun, beliau menolak. Alasannya, gak ada anak-anak lain yang mau ikut dikarenakan hari H-nya sudah mepet. Alhasil, ane pun terpaksa ikut dan latihan dengan gak semangat. Lemes banget.
H-3 sebelum lomba Bu Yulia menyuruh kami untuk mencari perlengkapan atribut. Seperti, kostum, senjata-senjataan, dan atribut pendukung lainnya. Karena ane berperan sebagai kompeni Belanda, ane diharuskan mencari stelan seragam hijau, sepatu tentara, plus senjata. Tambah pusing deh. Soalnya, ane gak punya stelan hijau itu. Namun akhirnya dapat sehari sebelum lomba dilaksanakan.
18 Agustus 2017, adalah hari lomba drama dilaksanakan. Kami berangkat dari sekolah dengan mobil carteran. Sebab, letak sekolah dan tempat lomba jauh banget (maklum sekolah ane di desa terpencil), kami pun berangkat pagi-pagi sekali.
Dalam mobil, badan ane menggigil tiba-tiba. Kepala mendadak pusing. Dengan sigap, Bu Yulia memijit pelipis ane sementara teman-teman lain memberi semangat. Akhirnya, ane memutuskan untuk tidur saja selama di mobil.
Pukul sepuluh kami sampai di tempat lomba. Kami bergegas ke ruang registrasi untuk mendaftar dan mengambil nomor lot (antrean). Selanjutnya, kami berganti pakaian sesuai atribut masing-masing. Lalu kemudian, duduk di bangku yang sudah disediakan di tenda khusus peserta.
Detik-detik berlalu dengan cukup menegangkan. Kami nerveous, sebab peserta dan penonton yang hadir amat banyak. Saat itu kami saling memberi semangat. Ane pun juga menyemangati diri ane sendiri biar kuat dan gak lemas selama tampil.
Acara dimulai. Host menyebutkan grup yang akan tampil lebih dahulu. Betapa kagetnya kami ketika nomor lot kami dipanggil. Kami belum terlalu siap untuk tampil pertama kali. Namun, setelah menghela napas pelan, dan disemangati oleh Bu Yulia, kami pun tampil.
Adegan per adegan kami lakoni. Kami tak memakai record suara dan murni berdrama dengan suara kami saat itu dan tanpa mikrofon. Jadi, kami juga dituntut agar sedikit membesarkan suara.
Hingga kemudian, agedan puncak tiba. Adegan perang. Suasananya sangat heroik sebab dibantu backsound suara senjata perang. Di adegan ini, ane menawan seorang istri panglima perang Indonesia, tetapi kemudian ane berhasil dibunuh oleh pejuang wanita lainnya.
Di adegan ini ane mengalami masalah. Tubuh aneh rasanya lemes banget, tapi masih berusaha untuk tetap nampak semangat. Seenggaknya, sampe adegan ane dibunuh. Benar saja, ketika teman ane menusukkan bambu runcing ke ane, pertahanan ane rubuh dan ane langsung ambruk ke tanah. Ane hanya samar-samar mendengar drama masih berlanjut hingga kemudian gelap sama sekali.
Bangun-bangun, ane udah dalam ruangan (gak tau ane namanya). Di sana ada berapa panitia acara, teman-teman ane, dan Buk Yulia. Mereka nampak lega melihat ane siuman. Setelah merasa cukup fit, ane pun bertanya apa yang terjadi. Kata teman ane, pas ane rubuh mereka gak tau kalau ane pingsan beneran. Jadi mereka terus lanjut. Mereka sadar ane pingsan ketika drama selesai dan saatnya memberi penghormatan terakhir ke para juri. Ane pun digotong para panitia ke ruangan tempat di mana ane bangun.
Selanjutnya, kami menunggu sembari menonton grup lain. Saat itu kami yakin kami gak akan menang karena grup lain penampilan mereka sangat bagus. Jadi, kami berniat sehabis makan siang akan kembali pulang. Namun, kami malah tak jadi pulang, karena supir yang mengantarkan kami tadi engga tau ke mana. Dihubungi pun juga gak bisa. Jadilah, terpaksa kami kembali menonton.
Pengumuman lomba disampaikan hari itu juga. Agan dan Sista tahu, ternyata kami berhasil menyabet juara dua. Gak nyangka banget! Saat nama sekolah kami disebut, kami semua berteriak gembira. Ane pribadi tiba-tiba berubah bersemangat seketika. Perjuangan rasanya gak sia-sia.
Itulah kenapa momen ini menjadi momen tujuh belasan paling berkesan bagi ane. Sebab, ane banyak dapat pelajaran dari perlombaan ini. Tentang kerja sama tim, tentang perjuangan, dan tentang semangat dan sifat optimis.
Selain itu, kemenangan kami berhasil menambah daftar prestasi sekolah ane yang usianya masih muda itu. Bayangkan saja, ane adalah alumni pertama sekolah itu. Dan ketika lomba dilaksanakan, baru ada dua generasi di sana. Generasi ane dan adik kelas ane. Rasanya bangga banget, berhasil menunjukkan eksistensi sekolah kami ke dunia luar.
Sekian pengalaman ane, Gansis. Wuy, udah panjang banget ternyata. Ahihihiii.
Kalau ada kritik dan saran, silakan tuangkan di kolom komentar, ya, Gansis. Terima kasih.