Di Kabupaten Sukabumi terdapat tiga kampung adat yakni Kasepuhan Ciptagelar, Kasepuhan Sinarresmi dan Kasepuhan Ciptamulya. Satu hal yang menjadi ciri khas dari seluruh kampung adat tersebut adalah masyarakatnya yang masih memegang teguh adat istiadat yang diturunkan oleh para leluhurnya sejak lebih dari 650 tahun silam.
Ketiga kampung adat ini merupakan bagian dari kesatuan adat Banten Kidul, dimana Kasepuhan Ciptagelar menjadi pusat dari kesatuan tersebut. Secara administratif Kasepuhan Ciptagelar ini masuk dalam wilayah Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok atau sekitar kurang lebih 27 Km dari pusat ibukota Palabuhan Ratu.
Untuk mengenal lebih jauh mengenai Kasepuhan Ciptagelar, yuk lihat tujuh keunikan yang jadi keistimewaan dari kampung adat Ciptagelar di Sukabumi tersebut.
Quote:
1. Dipimpin Seorang Abah
Kasepuhan Ciptagelar memiliki sistem pemerintahan yang saat ini dipimpin oleh Abah Ugi Sugriana Rakasiwi. Meski usianya masih terbilang muda yakni dibawah 40 tahunan, namun sebutan Abah ini seperti menjadi sebuah gelar yang diperuntukan bagi pemimpin masyarakat kampung adat.
Ia menggantikan ayahnya yakni Abah Encup Sucipta atau lebih dikenal dengan panggilan Abah Anom yang meninggal pada tahun 2007.
Quote:
2. Sistem Pemerintahan
Dalam menjalankan roda pemerintahannya, Abah Ugi dibantu oleh perangkat kampung adat seperti diantaranya Perangkat Rakyat yang menangani urusan administrasi kampung. Paninggaran yang menjalankan tugasnya secara gaib dalam menjaga sektor pertanian. Juru Sawer yang bertugas menjaga wilayah perkampungan pada malam hari, serta beberapa perangkat lainnya yang secara khusus bertugas di bidang kesenian untuk kebutuhan ritual pada momen tertentu.
Quote:
3. Pola Pertanian
Kasepuhan Ciptagelar memiliki jumlah penduduk sekitar 30 ribu jiwa yang bermukim di 580 kampung yang tersebar di sekitar kawasan Gunung Halimun. Masyarat kampung adat ini umumnya berprofesi sebagai petani dengan pola pertanian yang dijalankan secara tradisional dengan ketentuan adat istiadat leluhurunya yakni melarang menjual padi dari hasil cocok tanam.
"Padi adalah simbol kehidupan bagi masyarakat di kampung adat ini karena itu tidak boleh diperjual belikan," ungkap praktisi pariwisata Sukabumi Rizky Gustana.
Selain itu pola pertanian mereka hanya mengalami satu kali panen untuk setiap tahunnya. Sebagian besar padi hasil panen tersebut disimpan di dalam 8.000 lumbung miliki kasepuhan yang ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan pangan puluhan ribu masyarakat kampung adat.
Quote:
4. Sistem Pendidikan
Di lingkungan kampung adat pimpinan Abah Ugi ini terdapat dua sarana pendidikan yakni sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP). Kedua ini memberlakukan sistem pendidikan yang sedikit berbeda, yakni memberlakukan pengetahuan tentang kearifan lokal pada kampung adat tersebut.
Artinya setiap murid SD maupun SMP yang ada di lingkungan Kasepuhan Ciptagelar harus mengenal atau mengetahui tentang kebudayaan leluhurnya.
Quote:
5. Upacara Adat
Setiap tahunnya, Kasepuhan Ciptagelar men ggelar lebih dari 30 upacara adat. Mulai dari Haraka Huma atau sedekah bumi untuk setiap hasil pertanian yang tidak termasuk jenis padi.
Tutup Nyambut, ritual untuk berakhirnya musim tanam padi, termasuk tradisi yang selama ini telah dikenal luas masyarakat yakni Seren Taun, sebuah tradisi memasukan padi ke dalam lumbung bernama Leuit Si Jimat.
Quote:
6. Memiliki Stasiun TV!
Kampung Adat yang masih memegang teguh kearifan serta tradisi lokalnya ini ternyata sudah akrab dengan teknologi. Salah satu hasil yang berada di Ciptagelar adalah hadirnya CIGA TV atau Ciptagelar Televisi.
CIGA TV merupakan stasiun televisi yang berdiri di tahun 2008 dan menayangkan khusus kegiatan adat serta aktivitas sosial kemasyarakatan di Kampung Adat Ciptagelar.
Abah Ugi Sugriwa Raka Siwi yang merupakan pemimpin adat di Kampung Ciptagelar menjelaskan jika masyarakat Ciptagelar juga perlu untuk mendapatkan informasi dari luar dan mengetahui seputar kegiatan serta kebudayaan di Kampung Ciptagelar sehingga jadi lebih menarik.
Selain memiliki Stasiun TV, Kampung Adat Ciptagelar juga memiliki Radio yang sudah ada sejak 2004 silam. Yoyo menjelaskan, untuk radio sendiri hampir sama dengan Ciga TV, namun lebih banyak ke obrolan masyarakat sekitar, cuap-cuap dan menceritakan kehidupan masyarakat adat Ciptagelar.
Pada 2018 lalu Radio Swara Ciptagelar sudah mendapat lisensi dari Diskominfo Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat dan sudah menjadi radio yang komersial.
Unsur utama dari kedua media hiburan di Kampung Ciptagelar tersebut adalah kontennya 60 persen harus budaya lokal, sisanya merupakan konten dari luar. Kanal TV dan Radio di Ciptagelar juga banyak menampilkan kearifan lokal budaya Nusantara.
Quote:
7. Menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Air Mandiri
Terkait penerangan dan sumber listrik, Kampung Adat Ciptagelar pun sudah terbilang maju. Menurut Abah Ugi via Situs Kemendikbud, menyebutkan jika di Kampung Adat Ciptagelar sudah menggunakan pembangkit listrik dari turbin dan solar untuk bahan bakar penggerak.
Abah Ugi lah yang memperkenalkannya, mengingat ia pernah mengenyam bangku Pendidikan di salah satu universitas di Bandung tentang elektrik sehingga, masyakarakat Ciptagelar bisa akrab dengan teknologi dan penerangan listrik yang fungsional.
Nah itu dia tujuh keunikan dan keistimewaan yang dimiliki oleh Kampung Adat Kasepuhan Ciptagelar. Jangan terkecoh dengan namanya loh GanSist, meskipun namanya kampung adat tapi poin ke 6 & 7 pada gak nyangka kan? Modern boleh tapi adat tetap dipegang teguh.
Jika Agan dan Sista dari Jakarta untuk mencapai tempat ini lumayan sekitar 8 jam, dari Ciawi ambil arah ke Sukabumi sampai di Pelabuhan Ratu, setelah itu ente ambil arah yang menuju Sawarna hingga menemukan Hotel Samudra Beach. Kemudian ambilah arah belok ke kanan yang akan mengarahkan Ente ke Kampung Adat Ciptagelar dengan melewati Desa Ciptarasa yang menjadi salah satu pintu masuk ke dalam kawasan gapura yang bertuliskan Selamat Datang di Taman Nasioal Gunung Halimun Salak.
Jangan lupa ya kalau Agan & Sista berkunjung ke Kasepuhan Ciptagelar hendaknya berpakaian dan berperilaku yang sopan ya, karena dimana kaki berpijak disitu langit dijunjung.
Sumber :
1
2