ShajarAvatar border
TS
Shajar
Luka Hati

“Wah, sudah rapi rupanya. Aku sungguh tak menyangka, kau dan Sarah akhirnya benar-benar jadi sepasang kekasih.” Andy Parker memasuki kamar adiknya, Ryan Parker yang saat itu terlihat berdiri di depan cermin sambil mengusap rambutnya dengan jel.

“Cukup, kau sudah terlihat tampan. Walaupun tak memiliki wajah, Sarah tetap mau jadi kekasihmu. Jangan terlalu banyak memakai jel rambut, nanti rambutmu keras seperti sabut kelapa.” Laki-laki itu terus mengoceh panjang menggoda adiknya yang kali ini terlihat menyemprot bajunya dengan parfum.

“Sudahlah Andy, apa kau tidak bisa berhenti bicara?” protes si adik.

“Bukan begitu maksudku. Dulu kau terus menolak gadis itu, lalu kenapa sekarang kau terlihat mabuk asmara? Seperti terkena sihir saja.”

“Hei, jaga bicaramu! Jangan sampai aku menjitakmu.” Dengan kesal Ryan membela kekasih yang sejak tadi diejek oleh kakaknya.

Sesaat Andy cengengesan sambil membuka-buka majalah sport milik Ryan. Dia tak begitu peduli melihat reaksi laki-laki yang tiga tahun lebih muda darinya itu.

“Jadi ingat saat dia mengejarmu. Kau sakit dia datang menjenguk, kau ulang tahun dia bawakan kado, kau tidak bisa menjawab soal ulangan dia memberikan contekan, tapi kenapa saat dia menyatakan perasaan, malah kau tolak mati-matian?” Andy kembali berceloteh tentang kelakuan Ryan pada Sarah, karena dia tahu semua kejadian itu dulu sering dicurhatkan adiknya. Matanya tak sedikit pun melirik wajah Ryan yang kian terlihat kesal.

“Itu dulu. Masa lalu sudah basi, yang penting sekarang aku dan Sarah sudah menjadi sepasang kekasih. The end.” ujarnya dengan sikap masa bodoh tentang sejarah panjang perbuatan yang pernah ia lakukan pada Sarah. Tanpa menghiraukan si kakak yang masih asyik berbaring malas di kamarnya, ia melangkah pergi dengan setangkai mawar di tangan.

Di tempat yang berbeda. Di rumahnya, Sarah Miller, seorang gadis bertubuh mungil, berkulit hitam manis dengan rambut panjang, terlihat duduk tenang di ruang tamu. Waktu yang telah menunjukkan pukul tujuh seakan memberi keyakinan pada hatinya, kalau setengah jam lagi, Ryan akan datang malam itu.

Masih jelas dalam ingatan beberapa bulan lalu, ketika ia pertama kali melihat Ryan di perpustakaan. Salah satu laki-laki tampan di kampus itu langsung membuat seluruh isi dunianya berubah 180 derajat. Tak henti-hentinya mata Sarah tertuju ke arah Ryan yang saat itu terlihat mesra bersama seorang perempuan.

Ryan sendiri tak begitu peduli dengan tatapan kagum seorang gadis padanya, karena jelas ia tidak mengenal Sarah, tapi walaupun laki-laki tampan berparas indo itu mengenalnya, Ryan tetap tidak akan tertarik. Tentu saja, karena kejadian saat perempuan kagum melihatnya, sudah sering ia alami.

Mengingat, hanya perempuan yang memiliki level tinggi yang bisa membuat kepalanya berputar. Cantik, tinggi, putih. Di lain waktu Sarah berusaha memperkenalkan diri ketika melihat Ryan duduk sendiri di depan kelas.

“Hai,” sapa Sarah.

 

Hanya melirik, itu yang dilakukan Ryan. Tatapannya heran meneliti tampang gadis itu dari kepala hingga kaki.

Sebenarnya secara fisik, Sarah Miller adalah perempuan yang menarik. walaupun berkulit hitam manis dan postur tinggi yang standar, tapi perempuan itu tidak bisa dikategorikan berpenampilan culun dan kutu buku dengan baju kampungan.

Hanya saja semua itu bukanlah nilai lebih untuk bisa mendekati orang seperti Ryan yang terlalu mengagungkan fisik. Laki-laki itu tidak pernah memandang ciri lain sebagai kecantikan yang disebut dengan Inner Beauty.

Baginya tampilan luar sebagai kesempurnaan adalah segalanya. Sekali lagi, cantik, tinggi, dan putih. Lalu bagaimana dengan isi otak? Ohoho, tentu saja baginya, itu tidak terlalu penting.

Ketika tahu berada dalam satu kelas bersama Ryan, Sarah sangat senang. Berbagai cara dilakukannya untuk menarik perhatian, dari model pakaian yang dibuat semenarik mungkin, hingga berusaha menonjolkan diri dengan memperlihatkan kepintarannya di depan kelas. Tapi, sekali lagi, bagi Ryan itu tidak terlalu penting.

“Itu jawaban nomor lima sampai sepuluh, ayo cepat,” ucap Sarah, memperlihatkan lembar jawaban soal ulangan hari itu. Ryan pun hanya tersenyum miring sambil menyalin seluruh isi kertas.

Merasa direspon baik oleh Ryan, akhirnya, Sarah memberanikan diri untuk menyatakan perasaan.

“Aku menyukaimu.” Pernyataan itu diucapkan Sarah di dalam kelas saat mata kuliah selesai.

Sekali lagi, Ryan hanya tersenyum miring dan kali ini pandangannya terlihat mengejek. “Maaf, aku tidak menyukaimu dan tidak punya perasaan padamu,” ujarnya sambil berlalu pergi.

Tapi penolakan itu tidak membuat Sarah mundur. Lewat berbagai pesan-pesan dari ponsel berisi perhatian dan kado-kado kecil diberikannya untuk meluluhkan hati sang Arjuna. Namun bukan berakhir dengan indah, Ryan malah makin kesal dan memuntahkan caci maki di depan Sarah.

Hari itu, suasana kelas terlihat ramai dan hening seketika saat Ryan dengan marah melemparkan kotak kecil yang masih terbungkus rapi ke arah Sarah.

“Hei, brengsek! Kapan kau akan berhenti mengiriminkan kado picisan seperti ini?!”

“Tapi, Ryan, aku tulus memberikannya.” Sarah bereaksi penuh harap agar kali ini Ryan bisa menerima kado yang sudah lebih dari tiga puluh kali diberikan, tapi selalu dikembalikan dengan kasar.

“Aku tidak suka! Ingat jangan memberi kado atau mengirim pesan yang aneh-aneh lagi, dasar tidak tahu malu!” Ryan langsung meninggalkan Sarah yang mulai menangis.

Dan sekali lagi penolakan itu tidak membuat hati Sarah mengendur. Ia tetap teguh untuk terus membuat Ryan jatuh hati. Semua hobi dan kegiatan laki-laki itu ia ikuti, untuk memperlihatkan kalau gadis sepertinya cukup pantas berdampingan dengan laki-laki seperti Ryan, sampai akhirnya ia memberanikan diri lagi untuk menyatakan perasaan.

“Aku tidak menyukaimu! Walaupun di dunia ini hanya kau perempuan satu-satunya, kau tidak akan pernah jadi kekasihku!” Kalimat itu dimuntahkan Ryan dengan tatapan marah.

Setelah penolakan yang terjadi berulang kali. Akhirnya, Sarah menyerah, ia tak lagi memedulikan Ryan, bahkan saat laki-laki itu melintas di depannya, Sarah berusaha tidak menatap. Perempuan itu ingin membekukan hatinya dan tak ingin lagi berharap cinta yang memang tak pantas untuknya.  

Hingga pada suatu hari, saat Sarah pergi ke mall bersama sahabatnya, Maya, ia melihat Ryan keluar dari kafe dengan terburu-buru mendekat ke arah mereka.

“Sedang apa kau di sini, membuntutiku?!” tanyanya kasar sambil mencengkram lengan gadis itu. Sarah terlihat meringis sambil menatap Maya.

“Aku tidak membuntutimu, aku sedang jalan dengan Maya.”

“Ya, kami tidak tahu kalau kau di sini.” Maya cepat-cepat membenarkan kata-kata Sarah, ia kasihan melihat sahabatnya tersiksa karena cengkraman laki-laki itu.

“Jangan bohong. Dari dulu kau selalu membuntutiku, mengirim kado tak bermutu, pesan-pesan tak jelas, untuk apa?! Karena kau ingin sekali jadi kekasihku, ya, ‘kan?!”

Laki-laki itu tidak memedulikan lagi bagaimana orang-orang di mall itu memerhatikan mereka. bisik-bisik dan tatapan mereka mengartikan berbagai spekulasi tetang hubungan Ryan dan Sarah.

“Ryan, aku benar-benar tidak tahu kau di sini dan aku tidak berniat untuk mengejarmu lagi, sumpah,” ucapnya. Merasa cengkraman itu semakin menyakitkan, sekali lagi dengan mata berkaca-kaca Sarah menyambung kalimat. “Sungguh, aku tidak tahu kau di sini, kumohon lepaskan tanganku.”

“Awas kalau sampai kau berbohong.” Ryan langsung melepas cengkramannya dan pergi dengan sikap masa bodoh.

Tak hanya sampai di situ, saat Sarah makan malam di sebuah kafe bersama kakak perempuannya, Linda. Ia kembali mendapat kemarahan dari Ryan, sayangnya ketika peristiwa itu terjadi, kakaknya sedang pergi ke toilet.

“Hei, ada apa denganmu, kenapa tidak bosan-bosannya mengejarku? Kemarin di mall, sekarang di restoran, nanti di mana lagi, di kamarku?!” serangnya dengan nada marah yang tertahan, karena tidak ingin jadi pusat perhatian seperti di mall waktu itu.

“Aku tidak tahu kalau kau di sini. Linda yang mengajakku, kau tidak perlu khawatir, aku tidak ada niat sedikit pun untuk mengejarmu lagi!” Sarah kembali meyakinkan laki-laki marah yang sedang berdiri di depan mejanya itu.

“Baiklah, aku percaya, tapi kalau aku melihatmu lagi selain di kampus, rasakan saja akibatnya,” ucapnya menyudahi ancaman, lalu bergegas pergi.

Sarah menahan keperihan hati, karena bukan saja emosi yang diluapkan Ryan setelah dua kali pertemuan, tapi laki-laki itu mulai rajin mengiriminya pesan-pesan hinaan, cacian, bahkan memberikan kado-kado berisi tikus busuk, kepala anjing, cacing dan belatung.

Itu seperti kebalikan dari semua yang ia lakukan pada Ryan, hanya saja yang terjadi padanya seperti adegan horror yang terus menerus membuatnya ketakutan.

Sarah hanya bisa menangis tiap kali menerima semua perlakuan itu, beberapa kali ia meminta pada Ryan agar berhenti melakukan hal menjijikan itu, tapi Ryan tidak peduli.

“Kenapa, kau takut?” tanyanya menatap Sarah dengan wajah mengejek ketika perempuan itu mendatanginya di meja kelas sebelum mata kuliah dimulai.

Tatapan Ryan lurus kea rah papan tulis lalu berkata, “bagiku, kau sama dengan hadiah-hadiah menjijikan yang kukirim itu,” katanya melirik sarah dengan senyum sinis. “Busuk dan bau.” Ryan menekan kata-katanya pelan. Dan itu seolah menusuk hati Sarah hingga terluka.

Padahal setelah beberapa kali ditolak, Sarah sudah tidak ingin lagi mengejar apalagi mengumbar perasaan, tapi entah kenapa Ryan begitu sentimen hingga membuat Sarah sampai pada puncak kesabaran.

Dari Maya, akhirnya Sarah tahu, kenapa Ryan selalu menerornya. Laki-laki itu hanya karena ingin meluapkan kekesalan, keisengan dan sekedar mencari orang yang bisa menjadi tempat melampiaskan kemarahan. 

***

“Terima kasih, Maya, kau sudah mau membantuku,” ujarnya saat Maya datang ke rumah dan memberikan sebuah bungkusan kecil yang sudah lama diinginkan Sarah.

“Entahlah, aku tidak tahu harus berkata apa, tapi semoga saja ini adalah keputusan yang tepat untukmu,” ucap Maya sambil tersenyum datar, prihatin pada sahabatnya.

***

Setelah tiga hari tidak bertemu Ryan di kampus, tiba-tiba saja laki-laki itu datang ke rumah Sarah.

“Sarah, kumohon, jadilah kekasihku!” Ryan mengiba dan berteriak, tapi Sarah menutup pintu untuknya.

Selama berhari-hari, Ryan terus mengejar, hatinya seolah tak ingin kehilangan perempuan itu. tersiksa tiap kali tak melihat Sarah di kampus. Jantungnya selalu cemas dan pikiran-pikiran aneh kerap kali dirasakan, mengira kalau Sarah akan jatuh cinta dengan laki-laki lain.

Tak terhitung lagi bagaimana Ryan datang ke rumah, memohon agar cintanya diterima, membuat orang tua dan saudara laki-laki Sarah merasa tidak nyaman. Hingga akhirnya gadis itu menerimanya sebagai kekasih. Hubungan mereka tampak sangat bahagia, apa pun permintaan Sarah dan seberapapun susahnya, pasti akan selalu dikabulkan.

Tidak ada yang dicintai dan disayangi Ryan kecuali Sarah. Bahkan kucing kesayangannya pun rela diberikan pada gadis itu, padahal dari semua kekasih terdahulunya, Ryan tidak sedikit pun berniat memberikan hewan kesayangannya apalagi untuk sekedar membiarkan para gadis-gadis itu menyentuhnya.

***

Sesaat Sarah tersenyum mengingat masa-masa itu dan begitu tersadar, ia mendapati Ryan sudah duduk di sampingnya dengan memegang setangkai bunga.

“Hai, sudah lama?” tanya perempuan itu sumringah.

“Tidak juga. Aku rela berlama-lama menghabiskan waktu hanya untuk memandangi perempuan cantik melamun.” Ryan menjawab dengan kedipan mata menggoda.

“Kau pandai merayu.” Sarah memegang lembut wajah kekasihnya, lalu berujar. “Makanlah dulu. Aku sudah membuatkan bubur kesukaanmu.”

“Benarkah? Oh ya, ini untukmu,” ucap Ryan sambil memberikan bunga mawar yang sejak tadi dipegangnya.

Keduanya lalu melangkah ke ruang makan sambil bergandengan tangan. Di sana dengan patuh, Ryan duduk menghadap hidangan yang tersedia. Semangkuk bubur dilahapnya dengan rakus. Laki-laki itu terlihat kaku, matanya kosong seperti terhipnotis oleh sesuatu.

“Buburnya enak?” tanya Sarah sambil menatap penuh cinta laki-laki di sampingnya.

“Enak sekali, kau memang pintar masak.”

“Tentu saja, karena dagingnya bukan daging biasa, tapi dari daging kucing peliharaanmu.”

“Daging kucing?” Ryan tak terlihat jijik ataupun aneh. Ia hanya bertanya datar sambil terus melahap tiap sendok bubur yang tersisa dengan tatapan tanpa reaksi.

“Ya, aku membuatkannya khusus untukmu,” ucap Sarah dengan senyum bahagia, lalu seketika raut wajahnya berubah kejam. Ditatapnya Ryan dengan penuh kebencian sambil berujar. “Supaya tidak ada lagi yang kau cintai selain aku.”

Dan seketika wajahnya kembali tersenyum bahagia. Sarah menunggu dengan sabar hingga Ryan menghabiskan semua buburnya. Perempuan itu memang sudah sampai pada batas kesabaran. Semua kelakuan Ryan selama ini membuatnya mengambil pilihan untuk menggunakan guna-guna yang diberikan Maya padanya.

Untuk menundukkan keangkuhan, keegoisan dan kesombongan laki-laki itu, ia rela memilih jalan yang salah hanya untuk memuaskan luka hatinya.

 

SELESAI

 

 

 

penyukabiruAvatar border
bayumyneAvatar border
esrahana.simamoAvatar border
esrahana.simamo dan 8 lainnya memberi reputasi
7
2K
17
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread42.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.