Keadilan hanya milik mereka yang memiliki kewenangan, jabatan dan tentu saja kepada mereka yang memiliki uang.

Rakyat hanyalah semut-semut di dalam pasir putih yang terhempas air laut. Terombang-ambing tak berdaya, terbawa arus yang entah kemana arah membawanya.

Suara kami dibutuhkan hanya saat-saat tertentu. Saat tak lagi dibutuhkan hanya cemooh yang terucap oleh lisan mereka.

Orasi yang di teriakkan dengan penuh perjuangan tak lagi di dengar, bahkan ada sebagian masyarakat yang merasa terusik. "Bikin macet" katanya.

Suara kami kerap di gulingkan, di adu-domba, bahkan di lenyapkan. Hukum berjalan tidak beraturan, yang berkuasalah yang di menangkan. Negeri subur alam melimpah menjadi rebutan para pemangku kepentingan. Asing dan aseng di berikan kehidupan layak, seolah pribumi tak membutuhkan kelayakan.

Mereka lupa, bahwa generasi kami lah yang akan memimpin negeri ini suatu saat nanti.

Silih waktu berganti, waktu berjalan begitu gencar di gerus jaman. Anak-anak tumbuh dengan teknologi super keren, namun di sisi lain mereka juga tumbuh dengan pikiran apatisme, tak perduli apa yang terjadi dengan negeri ini, keegoisan meresap masuk memenuhi kepala mereka.

Suara-suara kecil seperti ini di katakan hanya untuk mencari muka. Ketahuilah untuk apa mencari muka? Kalau di lapangan saja suara kami terbungkam.

Ini hanyalah tulisan kecil yang di buat dari goresan pena atas sebuah keresahan, kegundahan oleh seseorang yang memandang negeri ini seperti perahu kertas yang berada di atas riak air tenang.

Penulis: RYADY