Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

pionic24Avatar border
TS
pionic24
Penyewekan [Pengasih] Bagian ke XV Alur dan Strategi 2
               “Tolong miranya pingsan bli!”, suara terengah2 membuat aku hanya bisa mendengar kalimat terahir itu.

                “Apa!!!!???, ija ne? (dimana ini)”, aku berjalan cepat menuju kamar mengambil jaket dan kunci sepeda motor.

                “Di perumahan *******!!”, suara wanita diseberang sana juga panik, “share lock!, tiang kemu! (aku kesana)”, + tanpa memakai helem dan sendal aku berlari mendorong sepeda motor keluar gang kemudian menuju tempat yang disebutkan tadi.

                Sebuah rumah minimalis terlihat paling mencolok dari yang lain sebab hanya rumah itu yang mematikan lampu sementara yang lain masih menyala mekki sudah hampir menunjukan pukul 23.38 saat benar titik merah di peta menandakan rumah itu.

                Langkahku ke dalam rumah sebenarnya agak ragu apalagi hanya dengan cahaya flash hp yang menerangi, perasaanku takut jika salah rumah maka aku akan diteriaki maling.

                “Bli sini!”, suara seseorang dari dalam rumah membuatku berani melangkah cepat membuka pintu rumah itu, cahaya flash menerangi 2 orang didepan toilet, Mira tergeletak disana sementara seorang gadis seumuran Mira memakai kamben memangkunya.

                “Kenapa ini?” aku jongkok disebelah mereka “Bli Wahyu?”, gadis yang memangku Mira melihat wajahku memastikan apakah aku orang yang dia telfon tadi “nggih tiang Wahyu” (ya saya Wahyu), jawabku sambil menerangi wajahku sendiri dengan flash.

                “Tiang ten uning bli (saya tidak tau bli), pokoknya pas sembahyang Mira teriak kencang trus tau2 udah pingsan”, dia ngos2san dan berkeringat deras menatap sekeliling, terlihat kepanikan diwajah sahabatnya Mira ini,

                “Ayo bawa kekamar dulu!”, saranku dengan segera berdiri mengangkat tubuhnya yang terkulai lemas.

                “Jangan bli!, jangan ditinggal sendirain di kamar”, temannya mencegat langkahku yang menggendong Mira, aku kesulitan melihatnya yang tersamar kegelapan ruangan tanpa ada sinar apapun.

                “Sirepang manten driki di sofa! (tidurkan saja disini di sofa)”, tangannya menarik lenganku, aku heran pelit sekali sahabatnya Mira ini. Kemudian aku letakan Mira di sofa busa ruang tamu yang berbatasan kamar dapur dan kamar mandi.

                “Ngudiang memeteng kene? (kenapa gelap2an begini?)”, aku beranjak menekan saklar lampu beberapa kali tetapi tidak menyala. Temannya Mira hanya menggeleng kearahku, aku tidak percaya bagaimana mungkin listrik di rumah tetangga menyala saat aku lalui tadi.

                “Coba alihang yeh! (coba cariin air!)”, aku menggoyangkan lengan Mira tapi dia tetap memejamkan mata seperti orang tertidur sangat lelap.

                Temannya tidak bergeming mendengar saranku hanya berlutut didepan sofa sambil terus mengelus dahi Mira. Aku semakin panik bingung harus apa langsung saja berjalan ke depan toilet memungut hp milik Mira, mencari kontak orang tuanya untuk menjemput, aku takut kalau terjadi kenapa2 layaknya kejadian seminggu yang lalu.

                “Bli jangan!”, temannya kembali melarangku, membuatku terpaksa menekan gambar merah meski suara dering mungkin sudah terdengar di ponsel bapaknya Mira.

                “Engken kenehe sebenehne? (mau apa sebenarnya?)”, aku jengkel dengan sikap temannya Mira yang bisa tenang melihat sahabatnya tidak sadarkan diri.

                Kembali dia hanya menggeleng membuatku tidak memahami apa yang dia maksud. “Bli”, tangannya meraih tanganku menarik dan memaksa badanku ikut berlutut disebelahnya menghadap Mira yang tidur diatas sofa.

                “Ada ne teke (Ada yang datang)”, temannya Mira berbisik begitu ditelingaku, entah kenapa badanku merinding mendengar ucapan itu, aku pandangi wajahnya mulai berubah ketakutan, matanya memandang lurus pada pintu rumah.

                Jantungku berdetup kencang keringat membasahi jaketku, aku memandang sekitar gelapnya ruang tamu ini, tidak ada seberkas cahayapun yang mampu menembus kaca jendela.

                Angin malam yang tadinya bersepoi menggoyangkan ujung daun kelapa ditepi jalan sana mendadak mati, bersama suara binatang malam yang kolok (membisu).

                “Kreookkk”, pintu gerbang besi kecil yang tadinya aku tutup rapat setelah masuk pekarangan kerumah ini mendadak seperti tertiup angin bergerak membuka sedikit demi sedikit membuatku menelan ludah bersiap mengetahui apa yang membukanya.

                “Kreokk!! Blag!!!” suara benturan itu seperti besi yang ditendang paksa terbuka menunjukan jalan aspal yang diterangi lampu jalanan, aku menoleh dibelakangku, temannya Mira melongo melihat kejadian itu dengan tangannya yang begitu erat memegang tangan Mira.

                “Cang ba nawang pasti cai ba biin nengok! (Saya sudah tau pasti kamu lagi yang datang)”, aku berusaha menguatkan diri meski sudah ingin berlari masuk ke kolong tempat tidur. Detik demi detik berlalu tidak ada makhluk mengerikan yang muncul.

                 Aku dan temannya Mira menarik nafas lega,  menyeka keringat dingin, aku segera merangkak cepat menutup pintu rumah yang terbuka saat aku lewati tadi, mencegah seandainya kemungkinan buruk terjadi. Kemudian kembali mendekati Mira yang tetap tidak bereaksi.

                Temannya Mira melihat kearahku yang terus berusaha membangunkan Mira “Bli ternyata bli ngidaang masi... (kak ternyata kakak bisa juga...).

                “Blarr!!!” kaca jendela disebelah kami bersuara keras mengejutkan membuat aku jatuh terdorong menengok ke jendela yang hanya 1 meter disebelah sofanya Mira kami menolehnya.

                “Heeeeehhhh!!!!!”, suara serak menjerit keras, wanita tua berwajah hancur memukul dan mencakar kaca jendela itu.
Penyewekan [Pengasih] Bagian ke XV Alur dan Strategi 2
Gambar ilustrasi mengintip di jendela

                “Bang***!!”, aku ketakutan mendorong badanku dengan kaki sehinga mepet dengan temannya Mira. sementara temannya Mira hanya melongo menatap makhluk yang sedari dulu selalu membuntuti sahabatnya

                Wanita bertelajang dada, memakai kamben putih lusuh berkulit hitam seperti gosong terbakar “hererrrr!!!!” geraman kebencian seperti harimau lapar itu terdengar lagi, berserta suara decit kaca yang dicakar kuku pendek dengan jari tangan yang begitu panjang dan kriput.

                “Megedi! (Pergi!)”, suara gadis Cumiik dibelakangku, tangannya masih erat memegang sahabatnya yang tidak sadarkan diri.

                “Heeee!!!” makhluk itu marah terus menggedor kaca jendela dan mencakarnya, terlihat tangannya yang kriput kering tidak terikat tali tambang lagi.

                “Hahahahaha!!!”, makhluk itu tertawa kencang membuka mulutnya menunjukan giginya yang besar2 dan taring yang mencuat, menjulurkan lidahnya perlahan sampai ke leher kemudian menjilati jendela berkali2.

                “Megedi! (Pergi!)” bentak temannya Mira lagi tapi sosok itu masih tetap disana. “Megedi!!!! (Pergi !!!!)”, temannya Mira semakin histeris mengusir mahluk itu sementara aku diam ketakutan dengan tangan memeluk tubuh diatas sofa.

                “Kretek!” kaca jendela mulai retak terus dijilati mahluk itu, kami mulai panik “bli!!”, temannya mir mulai menjambak kaosku, dia ketakutan semntara aku bingung harus apa. Yang tidak bawa senjata apapun.

                “Duar!”, dentuman keras beserta kilatan petir membutakan mata mengejutkanku ditengah kepanikan, entah dari mana bersamaan dengan kilatan itu sosok makhluk yang menjilati kaca menghilang tanpa bekas, pintu gerbang yang tadinya terbuka sudah tertutup, kaca jendela yang tadinya retak dengan air liur makhluk itu sekarang kembali mulus seperti sedia kala, aku celingukan seperti baru terbangun dari mimpi.

                Mira masih tidak sadarkan diri diatas sofa, sementara temannya menepuk pundaku, “bli percayalah itu semua bukan mimpi!”, dia terengah2 menatapku.

                “Bagaimana mungkin?!”, aku tidak mengerti apa yang terjadi aku seakan lupa kejadian yang beberapa detik aku alami, “iya mungkin, itu penyebabnya orang mati mendadak tanpa sebab, tanpa bekas, tanpa jejak, tanpa bukti siapa yang,,,”, dia terhenti kemudian duduk di sofa sebelah Mira.

                Aku ikut duduk bersila didepannya, menenangkan diri “kenapa kamu bisa?”, sahabatnya Mira mengelap air matanya, “tiang melik (saya melik *melik adalah dimana seseorang memiliki indra keenam)” jawabnya singkat membuatku paham kenapa reaksinya tidak seperti adik sahabatnya.

                “Bli ternyata bli ngidaang masi nolih (kak ternyata kakak bisa juga melihatnya)”, dia melanjutkan sepenggal kata yang terpotong tadi.

                “Iya padahal aku tidak punya kemampuan apapun”, aku masih tersengal tetap berusaha membangunkan Mira dengan mengelus lengannya.

                “Bli tidak usah kawatir Mira cuma syok saja, dia tidak kenap2”, aku mengaguk lega mendengarnya, “bli memang tidak memiliki kemampuan lebih hanya saja bli membawa sesuatu yang...” katanya terputus, “yang kenapa?” aku menjadi penasaran.

                Dia menatapku serius “yang menjadikan bli sama seperti mereka!”, aku tidak mengerti apa yang dimaksudnya hanya bisa menatapnya mengeringkan airmata “sabuknya bli itu punyanya mereka itu menjadikan bli bisa melihat mereka”, aku merinding mendengarnya, kenapa kaki balian memperoleh benda ini dan kenapa bapaku mau membelinya.

                “Sebaiknya kakak jangan sering memakainya kalo tidak ingin dikendalikan benda itu”, jelasnya lagi, aku ketakutan ingin segera melepas sabuk itu namun tanganku berhenti ketika melihat Mira yang selama ini sudah menderita.

                “Sabuk ini berarti satu2nya caraku membantu mira, kalau aku lepaskan bagaimana cara menjaganya dai sesuatu yang tidak terlihat”, ucapkanku itu hanya dibalas anggukan singkat, seolah temannya Mira kehabisan cara alternatif lagi.

                “Tut..tut..tut”, satu persatu lampu mulai menyala menerangi ruangan begitu juga deru mesin pendingin yang mulai menyalan dan juga suara bising televisi.

                “Kenapa makhluk itu bisa tau Mira disini?”, pertanyaanku membuyarkan lamunan temannya Mira membuatnya sedikit kebingungan.

                “Sebenehne bli (sebenarnya kakak), makhluk itu awalnya tidak tau, Mira sering curhat padaku soal kejadian yang dia alami, dia juga sering cerita tentang bli Wahyu yang membantunya, kemarin dia ngechat perlu bantuan untuk ngungsi dari kejaran sosok itu, karena tiang (saya) merasa punya kelebihan ingin membantu”, menjelaskan dengan seksama padaku.

                “Uning Mira kamu nike melik? (Mira tau kamu melik?”, pertanyaanku dijawabnya menggeleng.

                “Tiang (Saya) sengaja merahasiakan kemampuan yang tiang (saya) miliki karena takut tidak ada yang percaya”, jawabnya lagi.

                “Sengaja Mira tiang (saya) suruh mandi setelah tiang diam2 taburin garam ke bak mandi, juga tiang udah sembahyang dari selid untuk memohon sareng ide (kepada beliau Tuhan Yang mha Esa) agar selalu dilindungi tidak terlihat dari kejaran hal2 negatif”, aku memandang sekeliling ruang tamu dengan lukisan dewa dewi yang dikalungi bunga dan canang dengan dupa yang masih menyala, aku lirik di sebelah sofa kecil 3 kresek besar berisi aneka cemilan minumak kaleng sangat banyak seperti orang mengungsi.

                “Sampai tirta (air suci) tiang siramkamn  ke atap juga tuangkan mengelilingi tembok rumah, aku yakin tidak bakal ditemukan sampai kesini, cuma tiang sama bli saja yang dikasi tau Mira disini ortunya pun gak tau karena Mira bilang nginep di temen lain, tiang yakin aman, tapi ahirnya ketahuan juga, Mira ngelihat makhluk itu makanya syok dan pingsan, tiang punya keyakinan kenapa makhluk itu bisa tau keberadaan Mira kesini, tiang liat dia ngikutin seseorang kesini tadi makanya tau Mira mengkeb dini (sembunyi disini) bli tau?”, temannya Mira memandang kearahku yang benar2 dibuat menghembuskan nafas kekesalan kepada Mira yang tidak pernah mengerti dengan nasehatku. 

                "Kleng! (sialan), apa sih sebenehne kesaktian jelemene to!! (apa sih sebenarnya kesaktian orang itu!!, apa penyewekane! (guna2) ?? , sampai Mira mau bertahan meski udah jelas disakiti gini!” , aku palingkan wajah kepojokan mengumpat marah kearah kresek besar minimarket itu, kembali aku beradu pandang dengan sahabatnya Mira.

                “Gus Odik”, suraku bersamaan dengan temannya Mira menyebut nama dari seseorang yang pastinya tadi membawakan snack sebanyak itu.

                “Huhu!!”, suara tangis sesengukan terdengar dari arah sofa membuat pembicaraan kami berhenti, menyaksikan Mira yang siuman sudah menangis menutup wajahnya.

                Sahabatnya Mira terkejut melihat itu, wajahnya seketika pucat pasi menyadari pembicaraannya dari tadi pasti sudah didengar oleh Mira, begitu juga aku menjadi gelapgapan karena telah berani menuduh pemilik nama itu.

                “Mir.. nih minum dulu!”, salah tingkah sahabatnya mencoba membantu Mira duduk, Mira duduk dengan tetap menangis menutupi wajahnya, aku yakin pasti dia sangat kecewa mendengar tuduhan menyakitkan pada pacar yang dia banggakan terlebih lagi dilakukan oleh sahabatnya sendiri dan olehku yang pernah dimakinya karena alasan yang sama.

                Perlahan Mira membuka wajah dari tutupan kedua tangannya, mengusap air mata dipipnya dengan tangan kemudian menatap aku dan sahabatnya, wajahnya begitu kusut dengan kesedihan yang mendalam, bembuat sahabatnya tidak mampu ikut meneteskan air mata tersentuh melihat kesedihan Mira.

                Mira mengangguk mengiyakan sesuatu, entah apa tapi aku yakin kejadian ini membuatnya bimbang meski harus memutusakn memilih satu jalan yang bisa menyelamatkannya.


Bersambung........

mastercasino88Avatar border
mastercasino88 memberi reputasi
1
374
0
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Supranatural
SupranaturalKASKUS Official
15.6KThread10.9KAnggota
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.