umiazizaAvatar border
TS
umiaziza
Part 4


Sebelumnya
https://www.kaskus.co.id/show_post/5...d695080f0f73b1

Aku mencari benda apa saja yang bisa membuatku mati. Aku tidak sanggup jika harus begini. Merasa jijik terhadap diri sendiri adalah titik terendah yang pernah kualami.

Tidak ada benda tajam dalam ruangan kecil dan lembab ini. Apakah meminum sabun bisa membuat orang mati? Meski cukup ragu, tapi ingin kucoba cara itu. Saat hendak menenggak sabun cair, ketukan pintu membuatku berhenti melakukan aksi.

"Kamu ngapain sih, Far? Di kamar mandi lama banget. Ibumu barusan menelepon, katanya mau ke sini sebentar lagi. Mau ngantar barang yang kamu minta katanya. Udah malam gini mau bertamu. Gak sopan."

Tanganku gemetar saat kata 'Ibu' disebutkan. Astaghfirullah ... betapa lemah iman ini, Ya Rabb. Bagaimana aku bisa memikirkan mati? Saat seorang wanita dengan susah payah melahirkanku dan berjuang untuk kehidupanku.

Aku tak harus membuat Ayah dan Ibu bersedih hanya karena seorang Angga, bukan? Orang asing yang baru-baru ini menyusup dan merenggut segala kebahagiaanku itu tak pantas merenggut hidupku juga, bukan?

Namun, bagaimana aku harus mengatasi pedih ini? Hidup sebagai istri Angga dalam waktu yang cukup lama, akankah aku bisa?

"Far! Kamu mandi apa ngapain sih? Kalau diomongin tuh nyaut!" bentak Angga dari luar.

Aku tetap diam. Sabun yang tadi hendak kutenggak, kulepas begitu saja, hingga terjatuh ke lantai dan menimbulkan suara keras.

"Far! Kamu ngapain sih? Kamu gak apa-apa, kan?"

Pertanyaan itu, menunjukkan seolah-olah dia peduli padaku. Peduli apa dia? Sementara tahunya hanya menyakiti hati dan tubuhku.

"Far, jawab! Atau aku buka pintu ini paksa."

Aku melihat ke diriku yang sedang tak memakai apa-apa, jika sampai Angga masuk ke sini dengan paksa. Ah, aku tak bisa membayangkannya.

"Iya," jawabku singkat.

"Orang dari tadi panik, kamu cuma jawab iya?"

Apa lagi maunya? Bukankah yang terpenting aku sudah menjawab? Malas sekali rasanya menanggapi setiap ucapan Angga.

"Jadi istri kok ngeselin, untung Mama yang nyuruh aku nikah sama kamu. Kalau bukan, ogah aku!"

Aku menyalakan kran wastafel agar Angga tidak mendengarku menangis. Pantaskah dia berkata seperti itu padaku? Tidak bisakah dia mencoba mengerti apa yang terjadi?

Suaranya tidak terdengar lagi setelah pintu dipukulnya cukup keras. Dasar laki-laki tidak waras! Siapa juga yang mau menikah dengannya? Jika bukan memikirkan rida orang tua, aku tidak akan pernah sudi. Lebih baik aku kimpoi lari dengan Mas Tio.

Aku mengguyur tubuh dengan air dingin, berharap panas di hati ini turut mereda. Aku menangis sepuas-puasnya, meski besok mungkin akan kuulangi lagi tangisan seperti ini. Mungkin juga, kamar mandi ini akan menjadi tempat berkeluh kesah.

Usai mandi, aku membuka pintu perlahan. Mengintip ke luar. Berharap bahwa Angga tidak ada dalam kamar. Namun ternyata ... sial!

Dia melihat ke arahku yang hanya terbalut selimut yang tadi kupakai ke kamar mandi. Dia tersenyum. Apa maunya laki-laki itu? Rencana jahat apa yang ada dalam otaknya?

"Far, udah mandinya?" tanyanya ramah.

Aku hanya mengangguk. Bagiku, meski dia bersikap baik bagaimanapun juga, dia tetap terlihat seperti laki-laki brengsek menurutku. Brengsek!

Dia yang semula duduk di ranjang, kini bangkit dan berjalan mendekatiku. Seluruh darah dalam tubuh ini rasanya berdesir. Ingin rasanya melarikan diri, tapi itu bukan sesuatu yang bisa kulakukan sesuka hati.

"Kamu makin cantik kalau habis mandi, Far."

Dia menyentuh daguku, tapi aku melengos.

"Ish, muka jutek aja cantik, apalagi kalau senyum," ucapnya lagi.

"Maaf, Ga. Aku mau pakai baju dulu." Aku berusaha menjauh darinya.

Namun, tubuh ini tiba-tiba ditarik dalam dekapannya. Gila! Laki-laki ini sudah gila. Tadi dia berkata tidak sudi menikah denganku? Bolehkah aku tertawa?

Ya, tidak menginginkan pernikahan ini. Dia hanya ingin tubuhku. Begitukah keseimpulannya? Benar, kan? Lalu, mamanya menikahkan aku dengan Angga hanya agar anaknya ini punya mainan di ranjang? Cih!

Aku memegangi selimut yang menutup tubuhku dengan kuat.

"Kok gitu sih sama suami sendiri?"

Angga membelai kepalaku lembut. Namun, aku tahu bahwa perlakuan itu tidak tulus. Ucapannya yang tadi dia katakan, aku masih mengingatnya jelas.

"Maaf, Ga. Aku mau siap-siap. Katanya Ibu mau ke sini, kan?"

Aku memberanikan diri untuk melihat wajah Angga. Mata kami bertemu, tapi tak ada getaran cinta sama sekali, yang ada aku merasa mual karena mengingat kejadian tadi.

"Iya, ibumu mau ke sini malam-malam begini. Mau ngapain coba? Gak penting."

"Aku minta Ibu mengantarkan laptop, soalnya tadi disuruh bikin desain brosur sama atasan. Besok harus selesai."

"Oh, jadi kamu mau kerja malam ini? Boleh, deh."

Aku tersenyum sinis ke arahnya. Jika menyangkut pekerjaan, semudah itu dia mengizinkan? Bahkan dia berbicara dengan senyum mengembang. Astaghfirullah. Entah ini hanya pikiranku yang selalu negatif atau apa, tapi yang pasti aku tak akan pernah menyukai Angga.

"Permisi, kalau gitu kamu bisa keluar dulu, kan? Aku mau ganti baju."

"Kan bisa ganti di kamar mandi?"

"Ya, jika ada kamu di sini, aku kesusahan untuk mencari baju."

"Memangnya, kenapa aku harus keluar? Aku sudah melihat seluruhnya darimu. Bukan hanya melihat, tapi ...."

"Hentikan!" Air mata ini lagi-lagi luruh saat mengingat kejadian menjijikkan itu. "Jangan lanjutkan lagi, Ga."

"Kenapa kamu menangis?"

Kenapa? Aku tertawa karena pertanyaan itu. Dia benar-benar tidak tahu aku kenapa? Aku sakit, sakit di hati, sakit fisik juga. Siapa penyebabnya? Dia tidak sadar? Laki-laki gila!

"Keluar saja! Aku tidak ingin banyak berdebat," ucapku sinis.

***

Next?
Diubah oleh umiaziza 25-06-2020 06:34
maulana1918Avatar border
darmawati040Avatar border
NilamSudiatiAvatar border
NilamSudiati dan 8 lainnya memberi reputasi
5
3.6K
23
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread42KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.