Kenapa harus menulis?

Menulis adalah napas. Cara seseorang menghargai waktu, apa yang dilihat, dirasakan, serta dialami. Moment yang berlalu dapat kembali diingat, hanya dengan membaca ulang kalimat-kalimat di masa lalu. Emosi, cinta, nasehat, bahkan ketidakpentingan sekalipun akan membuat ingatan di masa mendatang kembali.

Menulis adalah kemenangan kenang. Tidak jarang seseorang yang sudah tiada, serasa masih hidup karena karya, masih terjual buku-buku laris bahkan. Orang bisa 'seakan' hidup di masa penulis, jika merujuk, membaca dengan hati. Oleh sebab itu sebagian anak muda serius mempelajari tata penulisan secara benar (literasi bahasa kerennya) mungkin untuk cerita kepada anak cucu kelak.

Tidak terkecuali saya.

Menulis meningkatkan kebaikan, kadang tidak. Manusia dibekali dengan dua sisi hati, baik dan buruk. Tulisan itu pisau di antara keduanya. Permusuhan antara dua orang sahabat dekat di dunia nyata sering bermula dari saling mencaci, beradu argument lewat media sosial. Jauhlah tetangga, kemudian mulai dekat, semakin dekat dengan dia (entah siapa) antar negara.

Kembali pada sisi baik, menulis bisa tumbuhkan cinta. Nggak tahu orangnya, kenal dari akun sosial media ya dari tertarik ketika membaca huruf-huruf hasil tangannya. Tapi apa, selalu berakhir patah hati gara-gara dia nulis untuk orang lain. Haha, cinta sekonyol itu. Pasti bukan cuma saya yang merasakan.

Dan menulis adalah satu-satunya cara menumpahkan segala hal, apa saja. Baperan katanya

Kenapa harus menulis?

Biar tenar, dihargai orang,-orang di luar sana, berujung penghargaan tetangga ketika sudah punya buku dan nama. Yang enggak punya keahlian, pendiam, kurang sosialisasi, cuma mainan hp dan hp ternyata bisa melebihi penghasilan mereka tukang nyinyir.

Lah, endingnya duit? Haha, saya bercanda. Pokoknya nulis aja dengan niatan belajar mengabadikan karya. Wes Bene (biar) mereka yang punya label tetangga itu mau ngomong gimana.

Semangat menulis untuk saya!

Selamat membaca untuk yang mau baca.