- Beranda
- The Lounge
[CERPEN] Ibu kotaku bukan kota Ibuku
...
TS
Qiaraa
[CERPEN] Ibu kotaku bukan kota Ibuku
Spoiler for Tentang tulisan ini:
Jakarta.
Seperti yang kita tau, hanya tentang Jakarta kali ini.
Para pemuda dan orang tua dari luar kota, banyak bermimpi untuk menggapai jakarta..
Sebagian kecil dari mereka mendapatkan keberuntungan, hanya sebagian kecil.
Karena sebagian besar hanya merasakan kerlap-kerlip cahaya bintang yang bercampur lampu kota di hadapannya.
Tidur berselimutkan angin malam, makan berlumuran peluh, dan nafas pun teracuni asap jalanan.
Kehidupan berujung pada pinggiran jalan kota “megah” ini..
Ya, “megah!" Sampai-sampai seakan tak pantas di jamah mereka yang jauh di bawah persyaratannya.
Suatu hari, pada suatu momen kecil di dalam bis kota..
Pandangan ku tak disangka mengarah keluar jendela bis kota, ke tepian jalan.
Taman kota.
Dengan sekumpulan pemuda yang bernyanyi beriringan petikan gitar sederhana.
Ku arahkan kaki ini melangkah mendekat, dan berharap ada minuman yang bisa ku teguk untuk menghilangkan dahaga siang itu.
Selembar Rupiah harus ditukar dengan sebotol minuman segar.
Ku duduk diatas bangku taman, bersebelahan dengan penjual minuman pada saat itu, dan letaknya tepat di bawah pohon besar yang cukup tua.
Senandung pemuda yang menganggap dirinya seniman jalanan pun terdengar nyaring.
Cukup nyaman.
Sampai kemudian lagu mereka selesai kemudian diakhiri dengan tawa.
Dari arah berbeda aku merasa seakan ada nada yang berbeda.
Sayup-sayup terdengar, tangisan seorang pemuda yang ku tebak usianya setara dengan anak smp kelas 2 atau 3.
Ku tengok sesaat, sekujur tangannya tertulis sebuah nama yang ku taksir adalah nama seorang wanita.
Tubuhnya yang tertutup coretan nama itu sekilas terlihat seperti ada sedikit luka-luka kecil.
Dan dia termangu, renungannya seakan tertuju pada secarik kertas di genggamannya
Kemudian, aku pun ragu dengan apa yang ku tebak-tebak tentang isi pesan yang tertulis diatas kertas itu.
Beranikah diri ini bertanya? Pasti, karena ku dalam keibaan.
Ku niatkan lagi tuk sedikit mendekat ke hadapannya..
Sedikit percakapan olehnya, dan sedikit pula yang kutangkap dari tiap makna kalimatnya.
Dan ku tersentak, saat kata-kata yang cukup keramat dalam perbincangan itu terucap.
Ya, bagiku itu keramat.. Layaknya sebuah nyawa dari surat tersebut..
“Ibuku ingin sekali datang ke Jakarta minggu depan.. Aku sedih..”
Aku tidak menangkap kalimat nya dengan jelas. Tapi aku merasa itu penting.
Sedih karena Ibu nya akan ke Jakarta? Tentang apa ini?
Aku menebak, mungkin bukan karena tidak rindunya anak ini kepada Ibunya, mungkin karena cinta nya yang membuat ia bersedih tentang rencana kedatangan ibunya.
Kebingungan kini melanda.
Aku pun berniat tuk membantu menghibur kesedihannya.
Ku ambil secarik kertas kosong, dan ku beri kan kepadanya.
dia bertanya,
“ untuk apa kak?”
“sedikit saran, lebih baik kamu tuliskan surat ini untuk ibumu.. biar kakak yang membiayai nya..”
“aku tidak bisa menulis kak…”
“waw, kamu bisa membaca tapi tidak bisa menulis??”
“siapa yang bilang kak kalau aku bisa membaca?”
Oke, dan kini aku terlihat begitu sok tau tentang keadaannya.. Ku coba turunkan tingkat pikiran ku yang mencoba menelusuri hidupnya dan seakan mengerti keadaannya. Ku kurangi itu.
“lalu bagaimana kamu tahu isi surat itu? dan nama yang tertulis di sekujur tangan kiri-kanan mu? siapa yang membuatnya?”
“Ini buatan sahabatku, dan nama yang tertulis disana adalah nama Ibu kandungku.. Tentang isi surat ini, dia pula yang membacakannya untuk ku.. Maklum, dia lebih cerdas di banding kan aku.. Meskipun dia lebih muda, namun dia pernah merasakan bangku sekolah saat dulu sebelom orang tuanya membuangnya…”
“kehidupan yang keras”, pikirku.
Dan sejenak ku coba membaca tulisan yang ada di sekujur tangannya. Memang susah di baca, aku pun merasa wajar dengan kejadian itu.. dalam hatiku berkata, “Ini bukan tulisan seorang Mahasiswa bukan?”
Disitu tertulis, Hodijah
“baiklah kalau begitu, kakak yang akan menuliskannya sesuai dengan pesan yang kau ucapkan”
Jemari ku pun beranjak sigap tuk memulai coretan bermakna pertama diatas kertas itu…
“tapi… apa benar kakak mau membantu ku?” tanyanya mendadak.
“oh kenapa tidak? asalkan kamu tau alamat lengkap dan kode pos daerah rumah mu itu.”
“baik kak aku tau kok, tapi kakak tidak berniat jahat kan sama aku?”
“kebaikan selalu jadi peran utama dalam skenario pertolongan.. untuk niat jahat atau yang lainnya justru blm pernah terpikirkan oleh ku..”
“atas dasar apa pertolongan itu?”
“sudah ku sebutkan loh, kebaikan.. Pahala atas pertolongan aku ini lebih berguna nantinya daripada Dosa yang kakak terima atas pikiran jahat ku..”
“tapi ka…..” tiba-tiba kata-katanya ku putus dengan mendadak
“pembicaraan kita kedengarannya semakin jauh dari niat ku.. sebutkan apa yang kau butuhkan? bantuan untuk mengirim surat kepada ibumu atau sekedar obrolan omong kosong ini? kita tidak sedang dalam peperangan dalam arti sebenarnya, tapi jakarta membuat suasanya disini terlihat sebagai sebuah peperangan kecil! jangan habiskan waktumu hanya untuk berbicara, dalam detik ke-10 sejak pertanyaan pertama mu tadi kau bisa tertembak oleh peluru nyasar bila kau tidak sigap menerima pertolongan ku ini. cukup percaya, aku ingin membantu mu..”
“baik kak.. aku bingung harus bagaimana memulai surat ini..”
“katakan yang kau ingin katakan, karena hidup selalu menyimpan kebenaran dan kemudahan dalam kejujuran”
Dan pesan dari anak tersebut dimulai…
___________________________________________________
Untuk Ibuku tercinta,
Aku sungguh rindu kepadamu Ibu, sungguh ingin aku memelukmu.
Tapi kenapa Ibu harus ke Jakarta? Menyusul ku?
Tidakkah Ibu melihat? Disini semua Palsu!
Disini… Disini hanya ada lampu-lampu! Yang Kita kira menyenangkan, Ternyata hanya lampu!!! bayangan kita salah!!!
Hanya ada bintang! Hanya ada manusia-manusia serakah yang suka menginjak-injak kaum kita!!
Mereka yang hebat, Mereka yang baik, Bagiku hanya khayalan!!!
Hanya sebagian orang yang ku kira memberikan keikhlasan untuk sebuah koin..
Pada nyatanya, mereka mengumpat karena terganggu, mereka menghina karena keburukan ku, menindas hanya karena ku kecil!!
Dan kemudian hatinya sesaat menjadi iba, namun setelah beberapa langkah kutinggalkan, Ku yakinkan hatinya telah lupa dengan apa niat baik nya saat telah menggelintirkan Koin itu..
Mereka yang sempat berkhayal ingin membantu banyak orang seperti kita, nyatanya benar-benar BERKHAYAL, tidak benar-benar ingin membantu, HANYA KHAYALAN!
Ibu,
Aku rindu dimanja oleh mu, bukan siksaan ini..
Aku rindu timangan mu, bukan luka-luka ini!
Aku rindu senyum mu, dan aku takut senyum itu hilang bila kau datang kesini..
Ibu…
Berikan sedikit kepercayaan mu kepada anakmu tentang Jakarta ini..
Jakarta yang megah tidak lah menjadi tempat bagi kita bila menetap disini..
Jakarta yang kejam yang akan menjadi rumah bagi kita, menjadi sangkar bagi kita..
Mengurung kita, menutup setiap mimpi kita, menyiksa kita didalam, dan mempersulit kita tuk keluar dari dalam ikatannya.
Jakarta yang indah, Hanya bila uang kita melebihi Sewajarnya!
Bila harta kita setara dengan mereka yang bisa tertawa!
Karena tawa kita hanya terdengar seperti tangisan bagi mereka!
Hidup kita jauh lebih hina!
Jakarta ini bagaikan neraka!
Dan kita adalah manusia-manusia yang seharusnya di surga.
Kampung yang terlihat kuno, namun penuh kedamaian di tiap hembusan anginnya.
Bukan Kota yang terlihat Gemerlap, nyatanya itu semua hanya kedipan Iblis!
Ibu,
Aku memohon.
Jangan pernah ibu menganggap aku tak ingin bertemu ibu.
Rinduku terukir, benar-benar terukir ketika luka-luka di sekujur tubuh ini terasa sakit.
Dan ku tuliskan pula nama mu ibu, di sekujur luka ini.
Berharap luka ini sembuh bila ku balut dengan Nama mu.
Ibu,
Kau harus tau, yang kutemukan semua seperti setan.
Dan hari ini, 2 orang yang kutemui, sampai detik ini mereka masih ku anggap orang baik.
Sahabat Hidup ku disini, Abdul, dan seorang pemuda yang terlihat cerdas, Sesosok pemuda yang rela menuliskan surat ini untukmu dan rela mengorbankan uangnya untuk mengirimkan surat ini kepadamu ,Ibu.
Semoga pemuda ini benar-benar orang yang baik, Bu. Bukan orang yang sekedar baik namun berakhir menjadi pendosa nantinya.
Ibu, ku mohon jangan lah pergi ke Jakarta.
Biarkan aku yang kembali kepadamu.
Aku berjanji akan menabung, aku berjanji akan kembali kepadamu.
Ingin sekali ku melepas rindu ini kepadamu.
Untuk Ibuku, Khodijah
Anakmu, Dwani.
___________________________________________________
“aku yakin nama ibu nya pasti Khodijah, bukan hodijah.. lafal nya mengucapkan nama ibunya terlihat sesuai dengan perkiraanku.. Tapi sungguh hebat anak ini, aku merasakan hal yang lain dalam dirinya..
Dwani? akhirnya aku tau namanya tanpa bertanya.. Setau ku, Dalam bahasa sansekerta dwani itu artinya suara… mungkinkah anak ini nantinya yang akan mengubah suara orang-orang Jakarta dalam berpendapat dan berperilaku kepada sesamanya? Ya ku harap begitu. Kamu penerus bangsa ini nak” Pikirku.
“baiklah, surat mu selesai dik. Sekarang beri tahu aku, dmana Ibu mu tinggal?”
“rumah ibuku di kudus kak. Kota kecil yang berada di Jawa Tengah.”
“alamat lengkapnya??”
“tunggu kak aku ingat-ingat duluu…”
“loh?! tadi kamu bilang kamu tau alamatnya? dan sekarang mau mengingat-ingat dulu??”
“aku tidak bilang kalau aku ingat alamatnya kan? skarang ini aku lupa, bukan tidak tahu kak..”
“oke oke baiklah aku akan menunggu. Dari surat yang ku baca, seperti nya kamu ingin sekali pulang ke kudus?”
“yaa betul itu, dan seperti yang ku katakan pula dalam surat itu, jakarta ini bukan tempat yang cocok bagi kaum seperti kami kak..”
“hmm kaum sepertimu? kaum apa itu?? kita ini sama-sama penghuni Indonesia kan? kaum apalagi yang kamu maksud? Indonesia memiliki banyak kaum dan itu tidak menjadi masalah dengan perbedaannya..”
“aku memang penghuni Indonesia, tapi aku tidak pantas menghuni Jakarta. Ini bukan tempatku. Ini seperti tempat penyiksaan bagiku.”
“hey apa maksudmu?? kau menyesal nan..."
Belum sempat ku selesaikan kata-kata ku, anak itu sudah memotongnya.
“jangan bertingkah layaknya kalian tau nasib dan kehidupan kami wahai penghuni Jakarta! yang kalian tau hanya hidupmu. Susah dan senangmu, yang bebeda dengan susah serta senangku!!”
“hey jangan begitu, aku juga pernah merasakan yang nama nya penderitaan! aku pernah mengecap rasa malu di kota ini lebih dulu dari kamu! dan hanya karena aku berani berusaha serta tidak takut terjatuh lah maka aku bisa seperti ini..”
“tapi pikirkan kak! saat kakak berumur sama sepertiku, bersama siapakah kakak tinggal?? Orang tua kakak?? jangan samakan aku dengan kakak!!!”
“Hahhh. Sudahlah, terlalu dini dirimu untuk ku ajak berdebat. Biarkan kau mengikuti egomu, dan coba belajarlah dari egomu itu, karena suatu saat itu akan berguna dalam menggantikan ilmu mu untuk menyelesaikan masalah..”
“hmm...”
“apanya yang hmm? Sadarkah kau daritadi aku menunggu alamat rumahmu? Bagaimana surat ini bisa sampai kepada ibumu?”
“maaf kak, sepertinya aku lupa.”
“yaampun! yasudahlah, sepertinya aku sudah melakukan hal yang sia-sia..”
“maaf kak, *menangis* aku hanya sedang bingung bagaimana mengobati rindu ini..”
“baiklah, aku harus pulang sekarang juga, aku masih punya banyak pekerjaan yang harus ku kerjakan, Agar kedatanganku tidak sia-sia, bagaimana jika aku memberi mu uang? Anggap saja aku membeli surat hasil buah pikiran mu ini, dengan uang sejumlah. Aku tidak bercanda, aku berharap jika kamu benar-benar niat menabung, uang ini akan berguna untuk menambahkan ongkosmu pulang ke Kudus sana. Maaf aku tidak bisa memberi lebih. Pegang uang ini, aku harus pergi, kebetulan bis arah ke rumah ku sudah terlihat dari kejauhan. Aku pergi dulu”
Aku pun meninggalkannya begitu saja, dengan menggenggam suratnya. Tak ku hiraukan lagi percobaannya untuk memanggilku dan mengucapkan sepatah kata.
Aku pun langsung naik kedalam Bis kota.
Ya, kembali ke Bis kota.
Dalam hati ini terasa ada yang berbisik, seakan terus mengucapkan 2 kata yang berulang.
terus dan terus.
“TERIMA KASIH”
Kini, Surat itu akan selalu menjadi pembelajaran bagiku, dan akan terus menjadi kenang-kenangan sekaligus bukti tentang penderitaan masyarakat kecil di Jakarta tercinta ini.
Ini lah surat berharga ku. Ya, surat berharga.
Ini lah bukti Pelajaran Hidup ku.
0
435
0
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
925.2KThread•91KAnggota
Komentar yang asik ya