Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

pionic24Avatar border
TS
pionic24
Penyewekan [Pengasih] Bagian ke-VII 2 Menyakiti dan Melindungi
             “Duarrrr.....!!”, sebuah bola api sebesar bola basket nyander (menerjang) tepat didepanku, panasnya masih terasa menghilangkan keringat dingin akan bayangan kematian yang gagal menyentuhku ketika bola api yang menyerangku bisa terpental dibuatnya.

                Odik melompat naik ke teras Gedong melempar pisa ke lantai  dan segera memeluk Mira yang tetap mengamuk, adiknya bisa bernafas lega.

                Sementara aku perlahan berdiri menyadari sejak kapan aku duduk di rumput taman, kembali aku dongakan kepala keatap Gedong ketika bola api besar entah datang dari mana menerjang sosok mahluk pembawa pisau itu.

                 “Duarrrr..!!” suara terdengar begitu keras dengan sekelebat cahaya seperti kilatan petir, bahkan sampai beberapa biji genting lepas terprosok jatuh ke tanah.

Penyewekan [Pengasih] Bagian ke-VII 2 Menyakiti dan Melindungi
ilustrasi kilat (nemu di mesin pencari)

                “Haaaa!!”, Sosok wanita berwajah bengkak itu mendesis keras ketika dengan cepat kobaran api membuat tubuhnya terbakar dan menciut menjadi gumpalan api, kini diatas gelapnya lagit rumah Mira tiga bola api beterbangan saling menukik menerjang dan membenturkan diri satu samalain seperti layangan mekorot (adu benang).

                Setiap kali bola api yang besar membentur 2 bola api kecil itu tercipta kelip cahaya indah seperti kembang api tahun baru, untungnya aku bisa menyaksikan hal begini pertama kali dalam sejarah hidupku, cuma sialnya  aku lupa mengabil HP di kantong sehingga bisa menyaksikan untuk keduakalinya dikemudian hari.

                Beberapa kali 2 bola api kecil yang mungkin satu team itu menghidar dari benturan bola api besar yang terus memaksa mengejar. Hampir semua atap2 bangunan digunakan laksana pijakan oleh api2 tidak masuk diakal itu untuk berancang2 menyerang atau menghindar.

                Sebuah kilatan cahaya serta dentuman Cumiakan telinga terjadi ketika salah satu bola api kecil diseruduk kencang tepat diatas langit kepalaku dengan keras oleh bola api yang besar, bola kecil itu mental, sialnya menuju kearah bapak dan ibunya Mira yang saling rangkul di atas tanah pekarangan.

                “Pak!!”, aku membentak berusaha memperingatkan bahaya itu, dengan sisa tenaga aku berlari kencang menerjang berusaha mendahului bola api yang sengaja mengarahkan jatuhnya agar mengenai mereka.

                Meskipun tidak enak hati memisahkan pasangan itu, terpaksa aku menyeret mereka meski sangat berat, bola api itu entah kenapa seperti menyadari perubahan letak sasarannya, sekarang bola itu melengkung mengejar.

                “Aduh mati ba (sudah)!”, bapaknya Mira memejamkan mata pasrah akan keadaan ketika waktuu tak mengijinkan dia merangkak bersamaku menyeret istrinya menjauhi mara bahaya, aku memaksakan seluruh tenagaku berharap jangan sampai ada yang sakit lagi setelah Mira sembuh,  dan

                “BYURRR!!!!”, bola api itu menghujam tanah sejengkal dari ujung jari kaki ibunya Mira, menghasilkan kobaran api yang sangat dasyat setinggi 2 meteran.

                Aku melihat dengan jelas api itu tidak menyentuh tanah sedikitpun, bahkan rerumputan golft dibawahnya tidak hangus, tapi kenapa aku dan dua orang disebelahku merasakan hawa panasnya, api itu menyala dengan terang dan ganas berkobar, menyembunyikan sesuatu yang menurutku tidak mungkin terlupakan sampai aku mati dan lahir kembali.

                “HEHEHEHE!!!!”, suara tawa mengerikan terdengar dalam kobaran besar, tersibak perlahan api bagai tirai terkembang oleh kedua tangan keriput berkuku panjang menggenggam pengutik (pisau). Api itu didalamnya menyimpan sosok mahluk wanita tua telanjang berwajah bengkak tebal yang tadi diatap terbakar disambar api.

Penyewekan [Pengasih] Bagian ke-VII 2 Menyakiti dan Melindungi
gambar ilustrasi sosok dibalik api (nemu diinternet, keren juga)

                Ternyata mahluk itu tidak kapok, justru dia menjadi bola api dan kini menetas dengan cangkang telur berupa kobaran api. Dia berusaha menggapai ibunya Mira yang terbaring paling dekat, tangan keriputnya seolah meraih2 kami yang melongo menyaksikan penampakan itu.

                “Ueehhh!!..Uehh!!..Hehehe!!”, mahluk itu kembali bersuara parau membuka mulut menunjukan taring dan giginya yang berantakan serta menjulurkan lidah panjangnyaa sampai keperut yang menyala oleh api, air ludah mahluk itu sekan terbuat dari minyak yang berubah menjadi kobaran ketika menetes.

                Kini aku tau bahwa mahluk itu punya mata setika perlahan lipatan kelopak mata yang tadinya sipit tertutup oleh jidat yang bengkak mulai terbuka, mata layaknya mata manusia yang seakin memdelik hingga membulat keluar kelopaknya seperti mau copot.

                “Gus engkenang ne gus!!..engkenang ne gus!!, (nak gimana sekarang ini!)”, bapaknya Mira dengan sisa tenaganya menepuk-nepuk bahuku, aku tersadar dari tubuhku yang kaku hanya bisa terdiam saling tatap dengan bapaknya Mira, ekspresi kami seakan ayam yang akan disembelih, pasrah tapi masih saja melawan dan berisik.

                “Bapak!”, ibunya Mira mengigau, darah merah mengalir dari hidungnya, sekarang gelombang tekanan dari ilmu yang dimilki sosok itu sangat dekat dengan ibunya Mira, kalau saja dia tidak kuat, jangankan sampai disentuh, dilewati saja beberapa detik ibunya Mira akan sakit, demam menggigil dan, parahnya mati.

                “Keleng pisaga!, kleng pisagane dini cing!!, (sialan para tetangga disini, sialan njing!!), aku berteriak kencang menyadari tidak satupun tetangga yang datang, kalau keributan seperti ini paling tidak sudah ada warga yang memanggil dan menggedor pintu besi didepan, tapi nyatanya tidak ada sama sekali. aku merapatkan gigi dengan urat leher dan jidat yang sudah keluar.Pasrah, tapi tidak rela kalau sampai mati di tebek (tikam) senjata di genggaman mahluk itu yang terlihat berkilau pastinya terbuat dari bahan baja karbon pilihan.

           “DUAR!!” dentuman keras terdengar, “NGIIIINGG....”,   membuat telingaku tuli berdenging sesaat, mataku terasa buta berkunang2 seperti menatap kilat cahaya las listrik yang begitu keras, sosok mengerikan pembawa kematian itu terbakar, kali ini dengan api yang jauh lebih besar dari sebelumnya.

                “WAAAAA!!!”, dengan suara parau sosok itu menjerit, ketika aku sadar api yang membakar adalah dari bola api sebesar bola basket menghantam perut mahluk itu.

                “FUUUGG!!” api disekujur tubuh sosok itu membesar kemudian keseluruhan tubuhnya terbakar api menghilangkan sosok itu dihadapan kami, “JLEB!”, api yang besar berkobar seolah-olah tersedot ke satu titik menjadi gumpalan bola api sebesar kepalan tangan melesat membumbung kelangit. Yang langsung disambut terjangan kencang dari samping oleh bola api yang lebih besar.

       “Duarr!!!” dentuman terahir begitu keras membuat 2 bola api kecil jerih (kalah) melecat jauh, sementara bola api yang begitu besar itu berputar2 diatas genting Gedong seolah merayakan kemenananya kemudan berkelip berganti2 warna.

                Aku melepas jambakan tanganku pada leher baju bapak dan ibunya Mira, aku melangkah mendekati banguanan Gedong, menyaksikan lebih dekat bola api yang dua kali menyeklamatkanku itu.

                “Sakti san! (sakti sekali!!)”, ucapku kagum menyaksikan api bisa berubah2 warna dari merah ke kuning, hitam dan putih bergantian berubah seperti lampu disko, konon makin banyak koleksi warna yang dimiliki maka semakin tinggi tingkatan ilmunya.

                Perlahan Mira semakin tenang dan berhenti mengamuk yang kemudian melemah pingsan di dekapan Odik, sementara ibunya Mira menarik nafas panjang dan kemudian bisa membuka seluruh matanya dan terlihat kebingungan dengan apa yang terjadi tadi.

                Aku menatap bola api yang masih berputar ria, hingga entah kenapa aku punya perasaan iseng, yang menurutku harus aku coba sebelum kesempatan ini hilang.

                “Men (Ibu)  Wahyu!”, aku berteriak membuat bola api itu terhenti dari lintasan putarannya, aku bisa merasakan bola api itu seolah melihatku dengan seksama.

                Aku terkeju melihat reaksi benda itu, dia bukan benda tapi badan halus dari manusia layaknya diriku, hanya saja dia itu taat beryoga dengan Sastra-nya (kitab) sementara aku dan yang lain hanya manusia matah (mentah) yang lengit melajah (malas belajar) tak bisa lepas dari ikatan badan kasar duniawi ini.

                Aku terdiam sesaat otaku mulai mencerna konsumsi padat yang aku lihat, jikalau bola api berwarna-warni ini adalah sosok ibunya Wahyu, lalu sosok yang datang tadi duluan itu siapa?, apakah mungkin ibunya Wahyu membelah diri?, ketika sebagian dirinya menjadi orang jahat dan sebagian lainnya datang layaknya superhero dengan tujuan meyakinkan kami bahwa dia bukan orang jahat?!.

                Aku merasa separuh kerasukan jiwa bapaknya Mira ketika berfikir sangat buruk seperti itu, harusnya aku bersyukur sudah bisa terhindar dari kematian, bukannya malah menuduh ada maksud dibalik kebaikan seseorang.

                “Suksema!, (terimakasih!)” tanganku menyatu tepat dadaku, kemudian bola api yang terdiam itu melesat menjauh hilang ditelan kegelapan malam.

                “Apine ija ilang?, (apinya ilang kemana?)”, ibunya Mira nampak linglung berdiri, semua yang dia alami tadi seolah bunga tidur yang terlupakan ketika terbangun.

                “Bapak panake kenken to depine keto!, (bapak anak kita kenapa dibiarkan begitu!)”, ibunya Mira berlari kencang menyeret lengan suaminya menuju Gedong.

                Kembali sekarang suara Cumiik keras disertai histeria ibunya Mira melihat Mira tergeletak dilantai dalam pelukan Odik yang dengan sebelah tanannya menutupi luka dikepala Mira, darah yang menetes membuat rambut hitam wanita it bersemu barak (kemerahan), suara hiseris itu makin kencang di teras bangunan berukir khas daerahku ketika tangan ibu Mira mendongakan dagu wajah anak laki2nya yang sudah penuh darah dari luka gores yang membiru. 

                Aku berjalan mencabut linggis yang tertancap di tanah, beberapa langkah menyerat linggis yang seakan menjadi teman setiaku layaknya tongkat kera sakti, sampai di kursi taman linggis itu aku kembalikan kehabitat awalnya, sesaat badanku limbung sendi2 sekujur tubuhku terasa nyeri, hingga aku lupa kursi ini buka bukan sofa, parahnya aku sadar itu setelah pantat aku daratkan dengan keras disana.

                “Aduhhhhh!!”, aku meringis ngilu, tapi orang2 disana terlihat sibuk dengan urusan mereka. Gedong dengan pintu berukir indah diterpa cahaya kuning lampu gantung style kuno, ditambah orang2 dibawahnya yang saling menuding satu sama lain membuatku tak kuasa segera merogoh kantong celana.

                “Fuu...!!”, asap putih mengepul sembari aku duduk di kursi taman melipat salah satu kakiku menyaksikan ibunya Mira dengan wajah merah padam dan air mata mengalir deras menuding2kan tangannya ke wajah suaminya.

                “Ehh!!.. panak to penting tawang! (anak itu penting tau!) , kalau aku ini mati kamu masih bisa cari istri baru, seneng pasti kamu, sementara kalo anak2 ini mati dimana kamu cari dimana yang bisa menggantikan mereka!”,

                Memang kadang kala jarang ada yang bisa mengerti bahwa laki2 seba salah dalam memilih, entah kenapa aku seperti melihat lakon diatas pangung teater melihat kegaduhan mereka didepan teras.

                Sesaat aku melihat kembali kantung plastik hitam tergeletak di meja taman bulat yang dulu pernah rusak karena tak sengaja Mira mendorongnya saat main kejar2an denganku. Aku ambil kresek itu kuangkan didepan wajahku, aku pencet2 kresek itu meyakinkan bahwa isinya belum hilang.

                “Dong (nek), akan aku kembalikan semua milikmu”, kresek itu aku letakan kembali keatas meja, kuhisap dalam2 rokok putih yang kemudian aku injajak dengan sendal, aku langkahkan kakiku menuju Gedong sambil menghembuskan asap yang tersisa.

                Debat diatas panggung itu harus segera disudahi, menurutku lebih baik dilanjutkan besok karena jam dinding Bale Dangin sudah menunjukan pukul setengah 1 malam, ada hal yang lebih penting bisa dilakukan sekarang ini.
               
                Bersambung...
0
499
2
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Supranatural
SupranaturalKASKUS Official
15.6KThread10.9KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.