Akong.JiuguiAvatar border
TS
Akong.Jiugui
Xi Jinping Ubah Strategi Ekonomi China, Siap Putus dengan AS
 
Presiden China Xi Jinping baru-baru ini mengumumkan bahwa ia ingin China mengubah strategi ekonomi negara itu, di tengah pandemi virus corona (COVID-19). Perubahan strategi itu akan menjadikan kegiatan ekonomi domestik sebagai sumber utama pendorong pertumbuhan.

"Untuk masa depan, kita harus memperlakukan permintaan domestik sebagai titik awal dan pijakan saat kita mempercepat pembangunan sistem konsumsi domestik yang lengkap, dan sangat mempromosikan inovasi dalam sains, teknologi, dan bidang lainnya," kata Xi, sebagaimana dilaporkan kantor berita resmi Xinhua, dilaporkan South China Morning Post, Selasa (26/5/2020).

Xi mengatakan bahwa China telah menghadapi 'angin' yang tidak menguntungkan di dunia luar. Termasuk resesi yang mendalam dalam ekonomi global, gangguan terhadap perdagangan dan investasi internasional, maraknya proteksionisme dan unilateralisme, serta risiko geopolitik.

"Kita sekarang harus mencari pembangunan, di dunia yang lebih tidak stabil dan tidak pasti," kata Xi.

Menanggapi itu, analis percaya bahwa langkah Xi menandakan ia tengah mempersiakan negaranya untuk menghadapi "skenario terburuk" setelah pandemi COVID-19. Apalagi di tengah ancaman pemutusan hubungan oleh Amerika Serikat (AS) dan Inggris.

"Ini semacam persiapan untuk skenario terburuk, termasuk pemisahan dengan Amerika Serikat dan bahkan seluruh dunia Barat," kata ekonom independen yang berbasis di Beijing Hu Xingdou.

Menurutnya keputusan ini diambil karena China tidak punya pilihan. Namun Hu memperingatkan bahwa negara itu tidak boleh menghapus reformasi pasarnya dan kembali ke komando ekonomi tertutup.

Sebelum ini China telah menerapkan strategi yang berorientasi ekspor. Kebijakan pemerintah ini secara harfiah diterjemahkan bahwa China "banyak mengekspor dan banyak mengimpor".

Di sini China memposisikan dirinya sebagai penghubung manufaktur dalam rantai nilai global. Dengan mengimpor komponen dan kemudian mengekspor kembali barang jadi untuk pasar konsumen.

Sistem ini telah bekerja dengan baik setelah China masuk ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada tahun 2001. Strategi ini sendiri telah membantu negara tersebut menjadi 'bengkel dunia'.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir strategi ini tidak lagi begitu menunjukkan dampak yang signifikan. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir China telah kesulitan untuk meningkatkan rantai nilai.

Selain itu, negara ini juga menghadapi perang dagang dan persaingan teknologi dengan AS. Terlebih lagi kini ada dampak buruk yang ditimbulkan pandemi COVID-19.

"Oleh karena itu, tidak mengherankan jika Xi berupaya untuk memandirikan China di masa depan," kata Raymond Yeung, kepala ekonom ANZ Bank Greater China.
Menurutnya perubahan strategis berasal dari kekhawatiran bahwa permintaan eksternal tidak akan pulih dalam dua atau tiga tahun ke depan.

Sebelumnya, dalam pertemuan yang dilakukan dengan Kongres Nasional China (National People's Congress/NPC), Perdana Menteri China Li Keqiang juga tidak memaparkan soal tarhet pertumbuhan ekonomi. Sejak 3 dekade silam, ini pertama kalinya China melewatkan proyeksi target PE tahunannya.

Dalam laporan kerja yang diprese ntasikan, Li hanya menyebut bahwa pemerintah memproyeksikan defisit anggaran China akan meningkat menjadi lebih dari 3,6% dari produk domestik bruto (PDB). Angka ini naik sekitar 2,8% secara year on year/YoY.


https://www.cnbcindonesia.com/news/2...tus-dengan-as
tepsuzotAvatar border
tepsuzot memberi reputasi
1
1.1K
37
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita Luar Negeri
Berita Luar NegeriKASKUS Official
78.9KThread10.6KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.