rykenpbAvatar border
TS
rykenpb
Seperlima Cintaku Terselip di Kaskus






Mungkin bisa dikatakan sebuah bukulah yang mempertemukan kita. Kau terlihat arogan pada waktu itu. Asumsi yang salah terhadapku menjadikanmu bersikap demikian.

Bro. Itu sapaanmu padaku pada kolom komentar. Selebihnya adalah cuap-cuap tentang karya-karya penulis.

Ketertarikan pada karya seorang penulis besar memaksamu untuk lebih dari sekadar menyapa dan cuap-cuap. Perkenalan pun berlanjut ke dimensi yang lebih dalam.

Bro. Masih itu sapaanmu dalam percakapan melalui PM.

'Hmmm ... kenapa orang-orang di Kaskus ini banyak yang anggap aku laki yah? Gak hanya di Facebook di sini pun sama'.

Hal itu membuatku senyam-senyum sendiri dan terkadang terbersit ide usil untuk mencandai beberapa dari mereka.

Dan, kau masih saja menganggapku sebagai yang  sama sepertimu. Walaupun kode-kode absurb, bahwa aku sista, telah kuselipkan dalam isi percakapan. Tapi sepertinya kau tetap fokus hanya pada ebook.

Kau menanyakan beberapa ebook. Apakah aku memilikinya? Mungkin kau tertarik dengan review-ku tentang sebuah buku yang katamu, salah satu dari penulis idolamu selain dari menyukai puisi-puisi Khalil Gibran dan Jalaluddin Rumi.

Buku dengan judul yang menjadikan kisah kita hampir sama dengan ending ceritanya yaitu perpisahan karena perbedaan. Tanpa menyisakan rasa benci di antara kita seperti daun yang jatuh tak pernah membenci angin.

Bang! Kisah ini kutulis sebagai kenangan bahwa kita pernah saling mengenal dan berada dalam satu ikatan. Bukan juga pupus karena hingga kini hubungan itu masih ada. Meski bukanlah keterikatan sama sebelum kata pisah itu terpilih dalam inginku.

💔💔💔

"Ebooknya banyak yah?"

"Ada sih beberapa karya Tere." Aku pun menyebutkan beberapa judul buku.

"Bisa share gak?" pintamu saat itu seraya tertawa malu yang kaugambarkan melalui aksara selebihnya emoticon.

"Boleh, tapi gimana caranya? Di PM sini kan gak ada fitur share untuk file media." 

Sikapku saat itu masih terlihat santai. Aku sudah terbiasa dengan beberapa inbok. Jadi kupikir 'Ahh ini hanya lelaki iseng'.

"Lewat WA aja gan!" pintamu.

Aku berpikir sesaat, 'Sepertinya ia serius hanya karena buku. Tak apalah'.

Ya, hanya karena sebelumnya beberapa orang iseng nge-chat, telpon gak jelas membuatku memilih untuk tak sembarangan berbagi nomor.

Beberapa deret nomor pun kukirim.

"Oke! Makasih gan. Gue WA yah sekarang?" Reaksimu begitu antusias.

"Otree!" balasku.

'Hmmm ... begitu lugas dan terlihat agak keras'. Gambaran tentangmu di mataku.

💔💔💔

Nada dering terdengar.

Ping!

Satu pesan masuk tertera di layar handphone dengan wallpaper menggambarkan suasana gerimis dan dedaunan yang menyimpan sisa-sisa butiran langit.

Berbeda dengan cuaca saat itu. Begitu terik. Awal bulan Juni yang panas pada daerah transisi dari pulau Sulawesi.

Terlihat sebuah foto profil yang sama dengan ava id Kaskus-mu.

'Lumayan' itu kesan pertamaku padamu. Mata agak sipit, bentuk wajah sedikit memanjang, warna kulit agak coklat dan rambut gondrong sebahu yang kaumiliki adalah salah satu dari sekian typeku,  terlihat keren dengan kaos hitam yang kaukenakan.

Kubalas dengan hal sama "Ping".

"Hai!" sapamu tanpa rasa canggung.

"Ya," balasan dariku.

Sapaan basa basi pun keluar darimu hingga aku menanyakan perihal ebook.

Beberapa pdf ebook pun kukirim. Kau mengucapkan terima kasih masih dengan gaya khasmu yang keras dan sapaan bro terkadang agan kepadaku.

"Aku sista," kutegaskan padamu.

"Oh! Maaf-maaf. Gue gak tahu nih. Kupikir laki tadi soalnya namanya gitu."

"Itu nama penaku."

"Kalo gitu namanya yang asli siapa, Sis?"

"Panggil aja Ry. Kamu?"

"Aku Prima."

Ada perbedaan pada sikapmu. Yang awalnya tegas berubah lebih lembut. Perbedaan yang mencolok darimu, membuatku berpikir dan menilai, bahwa beginilah sikap dari seorang lelaki. Ada dua sisi perbedaan dalam dirinya bagaimana cara memperlakukan wanita dan jenisnya sendiri.

"Liat foto dong biar jelas!" sambungmu.

"Waduh! Gak usah. Ntar kabur."

"Buat apa kabur-kaburan."

Aku mengalah. Kukirim sebuah foto. Rambut panjang, wajah dengan hidung pesek, tubuh yang tak gemuk dan tak ceking. Warna kulit yang entahlah putih atau sawo matang. Itulah gambaran sketsa di foto itu dengan kemeja berwarna hitam lengan pendek bertuliskan "Kaskus" di bagian depan.


💔💔💔

Chatting-an hari demi hari membentuk hubungan spesial di antara kita. Waktu senggangmu, atau celah waktu  sengaja kaubuat hanya untuk sekadar berkabar padaku di saat kau mengerjakan proyek kontraktor di sebuah kawasan jalan, salah satu dari kota kelahiranmu; Medan.

Aku bertanya. Nanti kau akan dapat teguran. Tenang saja, aku yang mengawasi. Itu jawabanmu.

Hingga perbedaan penerimaan itu ada, sebagai alasan bagiku untuk memilih berpisah. Tiada lagi hal romantis seperti biasa.

Menikah. Kata yang kaupilih untuk hubungan kita. Hal itu membuatku bingung dan berpikir dari hulu ke hilir tentang sebuah hubungan pernikahan beda agama.

Aku yang berpikir sebelumnya, bahwa hubungan ini hanyalah selintas angin. Meski tanpa kusadari kau mengisi sudut-sudut hampa di hatiku. Hati yang sengaja kubekukan dari seseorang hingga aku mengenalmu.

Itu sangat tak mudah bagiku. Bukan karena tak ingin adanya pernikahan. Namun, perbedaan yang ada di antara kita bagaikan garis vertikal dan horizontal menurutku, tapi tidak bagimu. Katamu, semua ada jalannya dan itu wajar bagimu.

"Kita berbeda, Bang!" Kata-kata itulah yang selalu kuulang bila kau membahas tentang pernikahan.

"Setiap agama mengajarkan hal yang sama." Kau bersikap bijaksana dalam masalah kita.

Setelah mengenalmu lebih dalam. Aku menemukan sikap aslimu. Pemikiran luas, dewasa memiliki sikap yang tenang dan santai.

"Iya ... aku tahu. Itu bukanlah yang kupermasalahan. Tapi memikirkan lebih ke depannya. Abang dan aku, tentu tak hanya menjadi 'kita' kan?! Akan ada kata 'Ayah dan Ibu' dalam hari-hari kita. Bagaimana dengan mereka?"

"Kau terlalu berpikir panjang. Kita jalani saja dulu," sanggahmu.

'Tentu saja' pikirku. Keyakinan yang dipilih adalah hal yang penting bagiku.

Aku menimbang hingga bertanya. Bagaimana denganku?.

"Kau harus ikut denganku."

"Maksudnya?" Aku bingung dengan kata ikut itu. Ikut kemana?.

"Pindah agama!" jawabmu.

Kali ini hati dan keyakinanku benar-benar tak bisa menerima. Tidak mungkin!.

Namun, kau masih bersikap tenang dan menjelaskan beberapa hal termasuk hubungan baikmu dengan beberapa kyai dan uztadz serta diskusi-diskusi tentang agama yang terjadi di antara kalian.

Itu menjadikanku mencari tahu tentang keyakinanmu. Terlebih tentang adab dan tata cara pernikahan K******.

Aku makin berpikir lebih dalam dan bertanya-tanya. Apakah kau benar-benar serius?

Hingga suatu waktu ....

"Gimana bila Abang saja yang pindah keyakinan?"

Tiada jawaban dari yang kuinginkan, melainkan pengalihan percakapan. Hal itu membuatku kecewa dan makin mantap untuk berkata tidak.

Suatu hari kita menemukan kesepakatan lain. Tetap pada agama masing-masing.

Tapi tetap saja aku gelisah memikirkan tata cara pernikahan yang kontradiksi.

💔💔💔

Hingga suatu hari ada perbedaan dari kebiasaanmu. Kerenggangan jarak mulai tercipta di antara kita. Sifatku yang posesif menjadikanku curiga berlebih.

"Abang online? Tadi chat-an dengan siapa?" Hatiku risau menanti jawaban.

"Tadi chating dengan teman kantor," balasmu.

Tapi aku tetap tidak percaya. Hanya karena satu alasan. Kebiasaanmu yang tak lagi sama.

Banyak hal yang menyugesti pikiranku untuk bersikap tak acuh lagi. Hingga ....

"Bang, kita putus saja!"

Kata yang selalu kupinta berulang. Dan diam yang berulang pun sebagai jawaban darimu.

Kata itu menjadikan hubungan kita lebih renggang. Mungkin kau lebih memilih tenang hingga diammu suatu hari bersuara.

"Terserah kamu saja!" jawabmu.

Entah kenapa jawaban itu membuatku lega. Aneh.

💔💔💔





Hari-hariku tanpamu lagi. Namun, bias darimu masih ada. Status WA-ku menjadi caramu merindukanku. Hingga kau benar-benar hilang. Kontak WA-mu tak lagi aktif.

Tapi perasaanku biasa-biasa saja. Tak merasa kehilangan berlebih. Aku berpikir. Apakah aku tak mencintaimu?

Sesungguhnya aku lari dari kenyataan hingga menemukanmu, menemukan alasan untuk belajar membuka hati. Tapi tetap saja kau tak mampu menggantikannya. Ia---lelaki puisi yang separuh beku dan kehilangan hangatku. Puisi yang selalu kurindukan.

Maafkan aku Bang Prima, karena hatiku tak pernah bisa menjadikanmu sebagai puisi dalam purnama cintaku. Kau hanya seperlima dari cintaku bukan hatiku.

Maafkan aku Bang. Aku tak pernah menganggapmu sebagai pelampiasan.


Quote:




Aku tak berharap kau membaca ini Bang. Semoga. Sebab kita telah menemukan alasan untuk saling menyapa lagi yaitu "Rindu".



Spoiler for Intermezo:
Diubah oleh rykenpb 03-05-2020 22:42
Iqiramadan21Avatar border
abellacitraAvatar border
nona212Avatar border
nona212 dan 46 lainnya memberi reputasi
47
1.3K
95
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread41.6KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.