Ini adalah kisah tentang pacar ke tigaku. Aku kenal dirinya saat mengikuti event kampus. Sebelumnya aku hanya tau nama dan sifatnya yang dikenal baik oleh teman-temannya. Selain itu dia juga pintar dan royal pada teman-temannya. Bisa dibilang tipe wanita baik dan pintar yang biasa kita temui diangkatan kuliah atau sekolah. 

Hanya bermodal PDKT beberapa hari aku berhasil mendapatkan hatinya. Wajar, karena aku merupakan pacar pertamanya. Jadi dia masih polos saat itu dalam berpacaran. Singkat cerita kisah cinta kita berjalan seperti muda-mudi yang pacaran pada umumnya. Kemana-mana bareng, ngerjain laporan bareng, belajar untuk UTS dan UAS bareng hingga mengunjungi tempat-tempat baru bersama.

Walaupun tak secantik pacarku yang sebelumnya, namun dia adalah yang terbaik dan paling penyayang dibanding pacar-pacarku sebelumnya. Bagiku yang tidak pernah mempedulikan fisik, tentu dialah yang menjadi juara di hatiku.

Sampai pada akhirnya kuliah libur, aku putuskan untuk pulang ke rumah. Kebetulan saat itu memasuki bulan-bulan ramadhan, dan sudah menjadi tradisi wajib bagi keluargaku pulang ke kampung halaman dan bertemu keluarga besar. Kampung keluarga ayah dan ibuku berada di daerah Jawa Timur. Sebagai orang Jawa, ada sebuah larangan yang masih diyakini oleh keluargaku, yaitu jangan sampai memiliki kekasih orang Sunda. Mereka masih percaya bahwa orang Sunda dan orang Jawa tidak akan bisa bertahan lama. Apalagi begitu keluarga besarku mengetahui bahwa aku memiliki pacar yang berasal dari suku sunda. Aku diwanti-wanti untuk mencari yang berasal dari suku jawa saja.

Awalnya hal tersebut tidak aku indahkan karena hidupku aku sendiri yang jalani. Namun seiring berjalannya waktu, pikiran-pikiran itu terus menghantui diriku. Selain aku sering mendengar sendiri bagaimana mereka membicarakan tetangganya yang menikahi suku sunda, aku juga sebenarnya tak ingin membuat hati pacarku sedih bila hal tersebut dia ketahui. Tapi aku juga tidak bisa meninggalkan keluarga besarku yang sudah menemaniku sejak aku kecil, tempat aku tertawa bersama, makan bersama dan tidur bersama.

Dikepalaku selalu muncul dua pilihan bila terus mengingat hal tersebut, haruskan aku pilih pacarku dan meninggalkan keluargaku atau haruskah aku memilih keluargaku dan meninggalkan pacarku.

Semakin hari pikiran itu terus membuatku bingung. Hingga pada akhirnya beberapa bulan sebelum kelulusan, aku putuskan untuk memutuskannya. Wanita yang sangat baik, pintar dan penyayang. Hal ini aku ambil lantaran aku tidak mungkin meninggalkan orang-orang yang telah menemaniku sejak kecil. Lagipula kalaupun aku paksakan agar dia berada dilingkungan keluargaku tentu akan sangat menyiksa dirinya. 

Orang tuaku sendiri sebenarnya juga tak melarang aku menjalin hubungan dengannya, namun aku sadar bahwa bila aku lanjutkan tentu orang tuaku pula yang akan ikutan kena imbasnya.

Saat itu aku putuskan dirinya tanpa alasan. Keputusanku membuat dirinya sedih. Tapi mau bagaimana lagi, keputusan yang aku ambil sudah bulat. Akupun berkata pada dirinya bahwa berjanji tidak akan mencari penggantinya 3 tahun setelah hubungan kita berdua berakhir. Tujuannya agar dia tau kalo aku memutuskannya bukan karena orang ke 3. Selain itu agar dia bisa menemukan orang yang lebih baik dibanding aku lebih dulu. 

Disini aku tidak bermaksud untuk menyulut suku atau ras, tapi memang begitulah kepercayaan yang diyakini oleh orang-orang dahulu. Oleh karena itu biasanya kita diminta untuk mencari pasangan yang berasal dari suku yang sama. Walau begitu aku juga punya beberapa teman yang keduanya berasal dari suku yang berbeda dan masih akur sampai sekarang.

Source: Pengalaman Pribadi