Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ummusalihaAvatar border
TS
ummusaliha
Cinta Anak Dukun & Gadis Polos
Cinta beda kasta


Cinta pertama adalah suatu momen yang tidak akan mudah terlupakan oleh setiap insan. Aku gadis kecil berusia 13 tahun yang mengalami perasaan aneh ketika bertemu dengan dia. Lelaki berkacamata bernama Idan yang saat itu tengah duduk di bangku sekolah menengah atas.

Entah kenapa jika bertemu dengannya hatiku selalu berdebar, gugup menyerang, lidah terasa kelu saat ingin menyapanya. Setiap hari kami selalu bertemu di mushola tempat menimba ilmu.

Setahun kemudian karena terputus sekolah aku pergi meninggalkan kampung halaman. Walau sudah jauh otakku tetap memikirkannya.

Setelah menghubungi saudara di kampung akhirnya kudapatkan alamat Idan. Dengan hati berbunga kukirim sepucuk surat untuknya dan meninggalkan nomor ponsel. Seminggu kemudian saat sedang bekerja sebuah pesan sms masuk membuat hatiku semakin bahagia ketika membacanya.

[Assalamu'alaikum apa kabar Saliha? pesan Idan.

Gemetar rasanya saat ingin membalas pesannya. Bagaimana tidak? Dia tetap ramah seperti dulu. Tanpa sadar tombol panggilan tertekan oleh jariku, di sebrang sana suara Idan telah menyapa. Lama aku terpaku menatap ponsel di tangan. Jantung berdetak cepat seperti habis maraton. Ada bahagia menelusup relung jiwa. Akhirnya setelah sekian detik, aku pun bisa menguasai diri lalu menjawab sapaannya.

Setiap hari hampir tak pernah absen pesan dari Idan masuk ponselku. Semakin hari kami semakin dekat, keadaan mengalir begitu saja membawa kami pada suatu zona yang berbeda.
Setelah menentukan hari untuk pertemuan pertama kami. Akhirnya dua insan yang terhubung melalui ponsel selama ini bisa bertemu.


Ilustrasi Sumber


Idan membawaku ke kebun teh dimana tempat itu sangat menyejukkan. Kami berbincang banyak hal soal teman, masa kecil yang kami lalui, tak sedikit pun dia membahas siapa pujaan hatinya. Padahal aku sangat ingin tahu.

"Dan, kamu nggak ingin pacaran?" tanyaku.

"Pacaran? Itu hal yang haram dalam agama kita, Saliha," sahutnya sambil tersenyum manis.

"Hmm ya tau Dan, maksudku ya minimal ada gitu kamu suka perempuan?" Telisikku.

"Entahlah, aku hanya ingin pokus kuliah, Saliha. Kamu sendiri bagaimana?" Idan balik bertanya.

"Aku? Hahaha mana ada yang mau sama aku, wanita miskin dan tak menarik," jawabku.

"Kamu cantik Saliha hanya saja akan lebih cantik jika kepalamu mengenakan jilbab" kata Idan.

Degh! Jantungku kembali berpacu kencang, aku baru menyadari bahwa ternyata Idan yang sekarang sangat religius.

"Betulkah?" tanyaku meyakinkan diri.

"Betul, kamu perempuan yang harus bisa menjaga diri. Laki-laki lebih suka wanita yang tertutup, termasuk aku." katanya.

Bisa kupastikan dari tatapannya lelaki itu sangat berharap banyak untukku mengubah penampilan menjadi lebih sopan. Perkataan Idan berhasil mengganggu pikiranku setiap saat. Aku memikirkannya, betulkah harus kututupi mahkota indah ini jika dia menyukainya?

Ketika gajian tiba aku pun membeli 2 helai jilbab sebagai percobaan. Berdiri di depan kaca melihat diriku yang lain dari biasanya, benar saja kata Idan ternyata memang aku terlihat cantik jika memakai jilbab. Segera kuraih ponsel mengambil satu gambar, kemudian mengirimkannya pada Idan.

"Cantik Saliha, kamu anggun. Masyaa Allah aku suka."balasnya.

Syukurlah sejak memutuskan untuk mengenakan jilbab. Idan terasa semakin memperhatikanku, mengajarkan tentang agama lebih dalam dan mengingatkan untuk shalat 5 waktu. Dari hari itu kami semakin dekat, setiap pulang kampung aku selalu menyempatkan diri untuk menemuinya.

Ditengah hangatnya hubungan kami yang semakin membaik. Kenyataan pahit harus kuterima yaitu sikap keluarga yang menentang hubungan kami. Bukan saja keluarga Idan yang tidak menyukaiku karena status miskin dan pekerjaan yang kujalani sebagai asisten rumah tangga. Keluarga sendiri pun tidak menyukai kedekatan kami dengan alasan Bapaknya Idan seorang dukun.


Suatu hari Idan mengajakku bicara empat mata, aku menunggunya di depan gank menuju rumahnya. Saat tengah menunggu, saudari Idan tiba-tiba menghampiriku. Tanpa basa basi orang itu menarik jilbab dan mendorong tubuhku hingga tersungkur.

"Saliha! Tau diri ya kamu itu, sudah miskin, jelek, ngarep banget mau jadi pacar Idan. Kamu tuh nggak pantes sama sekali buat Idan, dia itu tampan, berkharisma, berprestasi, memangnya kamu punya apa untuk merasa pantas bersanding dengan Idan!" katanya.

Aku terdiam tak mampu melawannya, hanya suara tangisanlah yang menjadi jawaban. Kata demi kata terdengar bagaikan sebilah pisau yang menusuk telinga, penghinaan itu menyakitkan hatiku. Masalah semakin rumit karena bibiku saat itu menyaksikan kejadian memilukan yang kualami.

"Saliha! Jauhi si Idan, kamu teh tau nggak kalau bapaknya Idan tuh dukun! Bibi nggak suka kamu dekat-dekat dia!" kata Bi Dedah.

"Kalau bapaknya dukun memangnya kenapa Bi? Lagipula bapaknya Idan kan sudah meninggal, Idan yang kukenal nggak seburuk yang Bibi kira," belaku.

"Tapi buah nggak akan jatuh jauh dari pohonnya, Saliha! Kamu harus sadar akan hal itu, Bibi nggak mau nasibmu sama seperti wanita-wanita yang pernah dicabuli sama Bapaknya si Idan."

"Bi, percayalah sama Saliha. Aku berani jamin Idan lelaki yang baik, kalau saja dia tidak mengenalkanku pada jilbab. Mungkin saat ini aku tidak akan seperti sekarang."

"Terserah kamu saja, nanti sudah dicabuli jangan teriak sama kami!" ketus Bi Dedah.

Aku hanya terdiam melihat reaksi keras Bi Dedah.

Sungguh aku tahu Idan tak seburuk Bapaknya. Dia lelaki baik yang sangat menghormati wanita, tapi keluarganya terlalu memandang harta dan alasan keluarga sendiri pun tidak bisa di salahkan karena mereka ingin melindungiku. Karena terus mengalami pertengkaran di keluarga, kami menjadi jauh.

Sakit sekali hati kurasakan karena tidak ada perjuangan dari Idan untukku. Hati ini mulai bertanya apakah Idan benar mencintaiku juga? Atau hanya sebatas angan hati saja karena terlalu terobsesi olehnya?

Sudah berbulan-bulan tidak ada kabar lagi darinya, setiap malam kutunggu pesan masuk ataupun telepon darinya tetapi nihil. Idan bagaikan hilang ditelan bumi, semua sangat menyakitkan bagiku karena tidak mendapat penjelasan dari Idan bagaimana hubungan kami sesungguhnya.

Setahun berlalu tanpa kehadiran Idan, aku masih belum bisa melupakannya. Saat pulang kampung kulihat rumahnya pun dia tak menampakkan batang hidungnya. Hingga tahun ketiga kutunggu kabar darinya, tetap saja cinta pertamaku itu tak kunjung datang.


Ilustrasi Sumber


Aku mulai lelah dan memulai hidup baru, kubuang semua rasa yang pernah singgah dalam hati untuknya. Mencoba berpikir bahwa dia memang lelaki pengecut tak bernyali. Tuhan memang baik padaku, saat diri berhenti berharap Ia hadirkan seseorang yang mau menerimaku apa adanya.

Imat Prayoga nama lelaki yang kukenal lewat sosial media facebook. Kami pacaran selama 6 bulan kemudian dia melamarku, lalu mempersunting menjadi istrinya.

Keluarga suamiku sangatlah baik padahal mereka dari keluarga yang lebih mapan secara finansial di banding kekayaan keluarga Idan. Beruntungnya mendapatkan suami soleh seperti Imat, dia bisa membawaku menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.


Sudah 7 tahun aku tidak pernah pulang ke kampung halaman karena orang tuaku pindah ke kota lain. Rindu mengusik hati akan kampung yang begitu banyak kenangan masa kecil. Hari itu bertepatan dengan hari raya idul fitri kami sekeluarga berziarah ke makam kakek dan nenek.

Selesai berdo'a dan bersalaman dengan tetangga. Giliran kami melakukan silaturahmi dengan saudara sekampung. Hatiku merasa tidak enak karena rumah kerabat nenek ada didekat rumah dia lelaki yang pernah menjadi cinta pertamaku.

Ketika kunjungan selesai kami berpamitan menuju rumah saudara yang lain. Benar saja ketika kami berjalan menuju gank lain, aku berpapasan dengan Idan. Dia tidak mengenaliku karena sekarang aku telah memakai cadar, jika saja Bi Dedah tidak dengan sengaja mengeraskan suaranya memanggil namaku.

Idan nampak terkejut melihatku dengan penampilan baru, lama dia terpaku melihatku menggendong seorang bayi dan di sebelahku berdiri seorang lelaki yang juga menuntun anak kecil berusia 5 tahun. Terasa kikuk saat dia menyodorkan tangannya yang kubalas dengan mengatupkan kedua tanganku.

Dia mengajak kami berkunjung ke rumahnya. Karena tak enak hati mau tak mau aku menerima undangannya. Keluarga Idan juga tak kalah terkejutnya saat aku memperkenalkan suamiku. Saat berbincang sikecil menangis tidak betah, suami membawanya keluar untuk bermain.

"Saliha, maaf aku ingin bicara," kata Idan.

"Bicara saja Dan, jika penting tunggulah suamiku," sahutku.

"Tidak, ini antara kita yang belum selesai dulu."

"A-apa, Idan?" tanyaku gugup, hati semakin tidak enak takut suamiku masuk secara tiba-tiba.

"Saliha aku ingin mengatakan yang belum sempat kukatakan dulu. Maaf, aku tau saat ini tidak pantas mengatakannya. Tapi hatiku diliputi rasa bersalah sepanjang waktu. Saliha, aku mencintaimu, maaf jika dulu diri ini tidak berdaya memperjuangkanmu. Sampai saat ini belum ada penggantimu di hatiku. Berbahagialah solehah kamu pantas mendapatkan suami sebaik dia. Aku sadar tidak pantas menjadi pendampingmu. Kamu wanita solehah." ujar Idan menitikkan air mata.

Aku hanya terdiam tak menggubris perkataannya, semua pertanyaan dalam hati selama ini sudah terjawab. Tak ingin lagi membuka luka lama yang telah keluarganya torehkan untukku. Cukup sudah semuanya terasa jelas kenapa Tuhan tidak mentakdirkan kami bersama.


Dua hati yang pernah saling mencintai dalam diam, kini berjalan sendiri di jalan takdir yang berbeda. Aku hanya bisa mendo'akan dia agar mampu melupakan dan mendapatkan pengganti yang lebih baik dariku. Biarlah kisah kami menjadi pembelajaran tersendiri untukku ke depannya.

Bahwa cinta tidak boleh memandang kasta dan harta. Cinta adalah hak setiap manusia yang memiliki hati. Dicintai atau mencintai itulah pilihannya.


Aku sadar diri siapa diriku dan siapa dia. Namun, semua itu bukanlah alasan untuk menjauhkan kami. Buktinya aku bisa mendapatkan laki-laki yang lebih baik, yang menerimaku apa adanya tanpa melihat kemiskinanku.

Kasta dan martabat hanyalah sebuah egoisme diri manusia yang ia ciptakan sendiri menjadi batasan derajat. Padahal semua manusia sama derajatnya di sisi Tuhan.


Ummu Saliha
Catatan Fakir Ilmu
21 April 2020
Diubah oleh ummusaliha 22-04-2020 21:11
nona212Avatar border
embunsuciAvatar border
salilasaAvatar border
salilasa dan 87 lainnya memberi reputasi
88
2.3K
127
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.