arbeiderAvatar border
TS
arbeider
Duduk Perkara Rencana Aksi Buruh Indonesia Pada 30 April 2020
Buruh berencana melakukan aksi unjuk rasa, 30 April 2020. Aksi ini akan dipusatkan di Gedung DPR RI dan Kantor Kemenko Perekonomian. Selain itu, aksi juga akan serentak dilakukan di 20 provinsi, pada hari yang sama.

Adapun tuntutan dalam aksi ini adalah: (1) Tolak omnibus law, (2) Stop PHK, dan (3) Liburkan buruh dengan tetap mendapatkan upah dan THR penuh.

Rencana aksi ini menuai pro kontra. Namun demikian, sebaiknya kita melihat lebih jauh, mengapa KSPI dan buruh Indonesia memilih jalan aksi.

Seperti bisa dilihat dalam tuntutan yang diusung, aksi ini dipicu oleh sikap DPR yang tetap ngotot membahas omnibus law. Selain itu, aksi ini juga hendak mempertanyakan, mengapa hingga sekarang perusahaan-perusahaan masih diizinkan tetap beroperasi.

Di tengah pandemi corona ini, nyawa buruh terancam karena masih banyak perusahaan yang meliburkan pekerjanya. Ini sama saja menjadikan buruh sebagai “tumbal” di saat pandemi. Di pabrik, buruh berkumpul. Belum lagi di angkutan umum seperti KRL. Mereka sangat rentan terpapar corona.

Tidak banyak yang melakukan protes terhadap perusahaan yang masih mempekerjakan buruhnya. Tetapi mengapa giliran buruh hendak melakukan aksi dipermasalahkan?

Kalau aksi dilarang, seharusnya pengusaha yang tetap mempekerjakan buruhnya juga dilarang.

Darurat PHK di Tengah Pandemi Corona

Sejak jauh-jauh hari, KSPI sudah mengingatkan adanya potensi darurat PHK. Namun demikian, yang disesalkan, pemerintah terkesan tidak melakukan upaya yang sungguh-sungguh untuk mencegah agar tidak terjadi PHK.

Berikut ini adalah 4 faktor penyebab PHK.

1. Ketersediaan bahan baku di industri manufaktur yang mulai menipis.

Khususnya bahan baku yang berasal dari impor, seperti dari negara China, dan negara-negara lain yang juga terpapar Corona. Adapun industri yang akan terpukul adalah labour intensif atau padat karya, seperti tekstil, sepatu, garment, makanan, minuman, komponen elektronik, hingga komponen otomotif. Karena bahan baku berkurang, maka produksi akan menurun. Ketika produksi menurun, maka berpotensi terjadi pengurangan karyawan dengan melakukan PHK.

2. Melemahnya rupiah terhadap dollar.

Seperti kita ketahui, rupiah sempat melemah hingga di posisi 17 ribu. Jika situasi ini terus berlanjut, perusahaan padat karya maupun padat modal akan terbebani dengan biaya produksi yang tinggi. Terutama perusahaan-perusahaan yang harus membeli bahan baku dari impor.

Perusahaan membeli bahan baku dengan dollar dan menjual dengan rupiah yang terus melemah. Ditambah dengan daya beli masyarakat yang menurun tajam, perusahaan akan kesulitan menaikkan harga jual. Ini akan membuat perusahaan rugi yang mengancam kelangsungan pekerjaan.

3. Menurunnya kunjungan wisatawan ke Indonesia.

Sejak awal, industri pariwisata sudah terpukul. Hotel, restoran, tempat-tempat wisata, bandara, pelabuhan, pengunjungnya sudah menurun drastis akibat corona. Bahkan sudah banyak yang merumahkan pekerja. Dalam waktu dekat akan terjadi PHK besar-besaran di industri pariwisata.

4. Anjloknya harga minyak dan indeks saham gabungan.

Akibat minyak dunia yang anjlok, pendapatan Indonesia dari ekspor minyak mentah juga akan turun. Sebagai catatan, harga minyak mentah dunia jatuh ke level US$ 30 per barel, jauh dari asumsi harga minyak Indonesia atau ICP dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 sebesar US$ 63 per barel.

Situasi ini menyebabkan APBN tidak terealiasi. Dampak lebih lanjut, karena pendapatan negara bekurang, maka bantuan sosisal akan kurang. Bisa jadi, biaya menanggulangi corona pun akan berkurang. Ketika bantuan sosial dan profit perusahaan berkurang, sementara PHK besar-besaran di depan mata, nasib buruh akan semakin terpuruk.

Belum lagi indeks saham gabungan juga terus turun. Perusahaan domestik, misalnya industri makanan, terancam rugi karena nilai sahamnya turun.

Menyoal Data PHK Kemnakertrans

Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaaan (Kemnaker) per tanggal 16 April 2020, jumlah perusahaan dari sektor formal yang merumahkan dan mem-PHK mencapai 83.546 perusahaan. Sementara dari sektor informal yang terdampak mencapai 30.794 perusahaan. 

Besarnya angka perusahaan yang terdampak tentu bakal merembet terhadap besarnya angka pekerja. Dari sektor formal jumlahnya yang di-PHK dan rumahkan mencapai 1.500.156 pekerja. Rinciannya yang terkena PHK sebanyak 229.789 orang dan yang dirumahkan sebanyak 1.270.367 orang.

Sementara dari non formal mencapai 443.760 orang, sehingga pekerja yang terdampak dirumahkan dan PHK menurut catat Kemenaker saja sudah 1.943.916 pekerja.  Angka ini belum termasuk catatan BP Jamsostek dan kementerian lain.

Dalam hal ini ini, KSPI meragukan penyajian data PHK dari Kemenaker yang tidak transparan dan tidak terukur tersebut. Sektor industri mana yang banyak ter-PHK? Dan juga mengecam sikap pengusaha dan Apindo yang selalu berkeluh kesah sehingga merugikan buruh. Padahal sudah banyak insentip dan dana APBN yang digelontorkan penerintah untuk membantu kesulitan pengusaha di tengah pandemi corona.

KSPI berpendapat, harus ada pemilahan sektor industri yang jelas yang terkena PHK tersebut. Harus dibagi dalam dua kategori sektor industri yang terkena PHK  dari angka bombastis PHK dari Kemenaker tersebut.

Kategori pertama adalah sektor industri pariwisata, maskapai, hotel, travel agen, restoran, jasa penunjang pariwisata, logistik, transportasi online, industri digital ekonomi, dan UMKM. Sektor inilah yang paling banyak ter PHK.

Sedangkan kategori yang kedua adalah sektor industri manufaktur baik padat karya maupun padat modal. Dimana sektor ini belum banyak yang di PHK, sebagaimana data "bombastis " Kemenaker tersebut, lebih baru dirumahkan atau kontrak kerja habis waktunya.

Patut diduga ada agenda lain dari kelompok tertentu dengan mengambil kesempatan di tengah kesulitan pandemi corona ini.

Dengan data PHK yang bombastis dan meminta upah serta THR dikurangi nilainya, dan pada saat yang sama DPR membahas omnibus law RUU Cipta Kerja, maka ada kesan seolah-olah omnibus law adalah jawaban terhadap solusi dari banyaknya buruh yang kehilangan pekerjaan tersebut, yaitu dengan mengundang investor baru melalui omnibus law yang tergesa-gesa dibahas oleh DPR RI di tengah pandemi corona.

Kalangan buruh menduga, ini adalah agenda untuk memuluskan RUU Cipta Kerja. Apalagi kalau kita lihat, pasal-pasal di dalam omnibus law sama persis dengan seperti yang diminta kalangan pengusaha saat ini.

Kedua, Kajian KSPI tentang pemilahan sektor industri yang terdampak PHK.

Dalam hal ini, KSPI memilah ada dua kategori sektor industri yang terdampak pandemi covid 19 sehingga terjadi PHK dan dirumahkannya buruh.

Pertama, sektor industri yang dari sebelum corona meluas di Indonesia sudah terdampak. Dalam hal ini adalah sektor industri pariwisata beserta turunannya, transportasi online, dan UMKM. Meliputi paskapai penerbangan dan turunannya, travel agen perjalanan, digital ekonomi, hotel, restoran besar atau kecil, kuliner, dan transportasi online, serta UMKM yang (misal home stay, cinderamata dll).

Jadi tidak masuk akal jika kemudian jawabannya, DPR RI membahas omnibus law, dan pengusaha meminta upah buruh tidak dibayar penuh serta pembayaran nilai THR  dan pesangon yang dikurangi.

Seharusnya yang dilakukan adalah Upaya sungguh-sungguh dari pemerintah dan pengusaha untuk mencegah agar tidak terjadi PHK sebagaimana amanat konstitusi dan harapan yang pernah disampaikan Presiden Jokowi kepada pengusaha.

Kedua, kelompok industri manufaktur padat karya labour intensive dan padat modal capital intensive. Diamana dari data KSPI, saat ini belum ada PHK besar-besaran di sektor industri manufaktur ini. Baru hanya ada yg diliburkan sebagian karena psbb atau habis kontrak kerjanya. Meskipun demikian, hal ini bukan berarti tidak ada potensi darurat PHK dalam tiga bulan kedepan.

Oleh karena itu, jangan digeneralisir. Bahwa semua perusahaan tidak mampu membayar upah dan THR ataupun pesangon.

Ketiga, apakah data 'PHK bombastis" yang disajikan Kemnaker tersebut semata-mata untuk mengejar cairnya dana bantuan sosial dan kartu pra kerja dan juga membenarkan keinginan Apindo untuk membayar upah tidak penuh dan menghindari pembayaran THR serta pesangin buruh? Kalau ini yang dimaksud, maka KSPI dan buruh indonesia menolak keras sikap pemerintah dan Apindo tersebut.

KSPI menuntut pemerintah lebih jujur, transparan, dan terukur dalam penyajian data buruh terPHK, dengan memilah-milah data hampir 2 jutaan buruh yang dirumahkan dan di PHK. Misalnya dengan mengklasifikasi kategori sektor industri yang terdampak.

Memilih Jalan Aksi

Apa yang harus dilakukan kaum buruh ketika diharuskan tetap bekerja di tengah pandemi corona, omnibus law yang merugikan tetap dibahas oleh pemerintah dan DPR RI, darurat PHK di depan mata, dan terancam tidak dibayar upah dan THR-nya secara penuh?

Apakah kaum buruh harus berdiam diri. Nrimo diperlakukan seperti ini?

Jawabannya tidak. Kami akan turun ke jalan. Untuk mengingatkan pemerintah dan DPR agar menghentikan pembahasan omnibus law dan fokus pada penangangan pandemic corona dan ancaman darurat PHK.

KSPI Juga meminta Apindo dan organisasi pengusaha lainnya, untuk tidak lagi menekan pemerintah dengan membuat kebijakan yang merugikan kaum buruh. Karena pengusaha sudah mendapatkan insentif dari pemerintah.

Sekali lagi, jika pembahasan omnibus law dilanjutkan, pada tanggal 30 April 2020, 50 ribu buruh akan melakukan aksi di DPR RI. Aksi juga akan dilakukan serentak di 20 provinsi yang lain.
lina.whAvatar border
infinitesoulAvatar border
anasabilaAvatar border
anasabila dan 3 lainnya memberi reputasi
4
784
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Citizen Journalism
Citizen JournalismKASKUS Official
12.5KThread3.6KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.