Suara merdu Vierza saat menyanyikan lagu Kita yang Beda membuat tubuh ini meremang. Yahh, meski telah bertahun-tahun berlalu. Namun, kenangan itu masih meraja. Engkau, yang entah di mana. Denganmu, kita pernah merajut asa berdua, memintal rindu, dan menyemai benih bernama cinta. Akhirnya kita menyerah. Kita memilih mundur, sebelum babak belur dihantam sebuah perbedaan. Kita bukan tidak mau memperjuangkan apa yang kita punya. Namun, kita tau, kita tidak bisa menukar-Nya dengan apapun yang kita punya di dunia ini. Semua akan sia-sia. Meski kadang kita merasa dunia ini tidaklah adil, tapi Alhamdulillah kita masih mencintai-Nya di atas segala cinta yang ada di dunia.



Adalah engkau, bukan pangeran berkuda putih, bukan pula CEO ganteng dengan perawatan tinggi tegap seperti cerita yang ada di dalam WP. Tetapi engkau, lelaki sederhana, yang mampu membuatku melihat dunia dari sisi yang berbeda. Tidak lebih dari tiga bulan kita berteman, engkau pun mampu mengetuk pintu hatiku.

Dari awal kita telah menyadari, bahwa ada tebing tinggi yang menghalangi, tapi dengan sadar kita terus melaju, saling bergandengan tangan, demi sebuah ego. Dengan alasan kita tidak tahu dengan siapa kita menjatuhkan hati kita. Sebulan, hanya sebulan kita merenda kasih. Kita memilih mundur, bukan karena tak cinta, orang ketiga atau restu orang tua, tapi karena kita beda.



Di sebuah kedai di jalan Ampera Raya, kita memutuskan berpisah. Mengembalikan separuh hati kita, disaksikan oleh gerimis di akhir Desember. Di bangku paling pojok aku pun menangis, oh bukan aku tapi kita. Kulihat sudut matamu berkaca. Tapi bukan hanya tangis derita, ada kebahagiaan kita juga di sana.

"Jalan yang kita pilih sudah benar, kita telah memilih cinta dari segala cinta. Tuhan. Cintaku padamu, aku tak pernah bisa menjamin sampai kapan. Tapi cintaku pada Yesus, cintamu pada Allah, semoga kekal."



Air mataku semakin luruh. Setelah dengan susah payah mengembalikan lagi kepingan hati kita, engkaupun mengantarkanku sampai rumah. Itu adalah terakhir kalinya kita bertemu. Kita sepakt untuk memutus semua akses komunikasi kita. Bukan niat kita untuk memutus tali silaturahmi kita. Dan hanya lewat Dia kita saling mengirimkan doa.

Aku tak pernah menyesal mengenalmu, pernah menjadi bagian terindah dalam hidupmu. Semoga engkau bahagia bersama orang yang bisa membuatmu mencintai Tuhanmu dengan segenap cinta. Aduh tetiba aku merindumu. Mungkin kamu tidak lagi ada di hatiku, tetapi kenanganmu masih teringat dengan jelas.

Hai, Jo. Tak ada lagi yang teriak Ayuu, i love youu ... dengan tak tahu malunya seperti engkau.

Teruntuk engkau Jonathan berbahagialah selalu. Tuhan memberkatimu.

Menunggu detik-detik Ramadhan, 21 April 2020.

Sumber gambar 1 & 2 klik
Sumber gambar 2. Dokpri