"Assalamu'alaikum, Mas. Selamat pagi. Ini benar dengan Mas Subhan Ibnu Kholil?" Seorang perempuan bertanya di ujung telepon.

"Wa'alaikumsalam. Selamat pagi. Iya, saya sendiri," jawabku, "Maaf ini dengan siapa?" tambahku penasaran. Karena jarang-jarang ditelepon cewek pagi-pagi. (Please jangan hakimi aku sebagai jomblo. Karena sejatinya aku bukan seorang jomblo, hanya saja belum ketemu jodoh. *Gak usah baper).

"Saya Citra, Mas." (Bukan merek lotion itu lho ya)

Mendengar namanya itu, hatiku sedikit berdebar. Nama itu cukup indah mengindahkan pendengaranku. Ada sedikit getar-getar seperti ponsel baru disilent. Beberapa detik aku terdiam, entah apa yang terlintas dalam benakku, sedikit kudeskripsikan lewat angan bagaimana wanita di ujung telepon sana dengan nama indah 'Citra'. Mungkin wanita tadi sedikit heran padaku, hampir genap sepuluh detik aku terdiam. Dia memanggilku sekali lagi, aku pun sontak kaget. Nyaring juga suara wanita ini, desisku dalam hati.

"Mbak Citra siapa?" tanyaku setelah tersadar dari lamunan. Sebelumnya aku tidak pernah punya kenalan cewek yang memiliki nama sama dengan merek lotion itu.

"Begini, Mas. Saya ini dari pihak Radio *$€N$OR*. Pihak radio mengundang sampeyan untuk mengisi acara kami bersama budayawan Sumenep. Kami lihat di akun instagram dan facebook, anda adalah penulis buku 'Stanza Cinta di Pulau Garam' dan Novel 'Tahmid Cinta'. Jadi, kami meminta kesediaan Mas Subhan untuk mengisi acara tersebut." Wanita di ujung telepon sana begitu mantap menjelaskan. Aku tertegun mendengarkan penjelasan tadi, aku bingung harus percaya atau tidak. Belum aku menentukan, wanita tadi langsung menambahkan, "Mas Subhan gak usah ragu, kami benar-benar mengundang Mas Subhan. Jika perlu surat undangan, maka kami akan mengirimkannya untuk Mas Subhan."

"Tidak perlu, Mbak. Saya percaya, sebagaimana Mbak percaya padaku," jawabku begitu ringan. Entah wanita itu merasa senang, atau bahkan jijik mendengarnya, yang terpenting kita sama-sama percaya😀.

"Baiklah, Mas. Untuk waktu siarannya, akan segera kami konfirmasikan."

"Siap!"

_____

Sehari setelahnya, aku mendapatkan surat undangan dari pihak radio. Dalam surat tersebut tertulis dengan rapi namaku bersanding dengan nama salah satu budayawan Sumenep, di saat itulah aku sangat bahagia. Percaya atau tidak, surat itu benar-benar nyata di depan mata. "Ya Allah, sungguh nikmat karuniamu," ucapku lirih di teras depan. Rasanya aku ingin teriak keliling kampung mengabarkan berita besar itu, tapi aku tak sanggup untuk melakukan itu. Khawatir banyak yang tidak suka. Aku dan beberapa keluargaku duduk bersila di atas tikar, satu sama lainnya mengekspresikan kebahagiaannya atas pencapaianku itu. Bertambahlah rasa bahagiaku.

"Pojur be'na, Cong. Mandher bhejre'eh kabbhi," ["Kamu beruntung, Nak. Semoga bahagia semuanya,"] ucap salah satu pamanku. Kedua matanya berbinar. Mataku ikut berkaca-kaca.

"Iyeh, Nom. Sakalangkong." ["Iya, Om. Terima kasih."]

_____

Pagi-pagi sekali aku berangkat menghadiri undangan dari Mbak Citra. eh, dari radio maksudku. Selama perjalanan, hatiku dag dig dug. Di dalam angkutan umum terasa pengap, padahal hanya aku dan dua orang siswi SMA. Sesekali kedua siswi tadi melirik padaku, aku senyumin aja keduanya. Tiba-tiba salah satu siswi tadi mengangkat ponselnya dan didekatkanlah ponsel itu pada wajahku. Aku merasa gak nyaman. Kutanya siswi tadi, "maksud kamu, apa?"

"Maaf, Mas. Sepertinya Mas ini sama persis dengan pemilik akun instagram bernama @han_kholil96," jawabnya sembari mencari beberapa foto lainnya untuk meyakinkan bahwa aku benar-benar pemilik akun tersebut.

"Dia memang kak Han Kholil, coba lihat itu!" celetuk siswi lainnya seraya menunjuk pada novel Tahmid Cinta yang kupegang.

"Itu kan, novel karya kak Han Kholil."

"Jadi, dia memang kak Han Kholil," ucap dua siswi itu bersamaan.

"Ssttt! Jangan berisik," sambar sang sopir angkutan umum. Kedua siswi tadi merengut, kemudian pindah tempat duduk. Keduanya duduk di sebelahku.

Cekrek! Cekrek! Kedua sisiwi SMA itu mengambil gambar kita bertiga alias selfi bareng. "Terima kasih, Kak. Kita senang bisa ketemu kakak." Mereka berdua tampak begitu senang bisa mendapatkan fotoku.

Setelah sampai di tempat yang aku tuju, kakiku terasa berat untuk melangkah. Seorang satpam menghampiriku yang hanya berdiri di depan pagar. "Ada yang bisa saya bantu?" Satpam bernama Joni (tertulis di dada kanannya) menegurku. Aku hanya menggeleng. Saya rasa tak perlu kutanya lagi, sudah jelas di sana nama radio yang mbak Citra maksud kemarin. Aku coba meringankan langkahku, aku masuk ke dalam bangunan yang tak begitu besar, namun terlihat megah nan bersih. "Selamat pagi," sapa seorang wanita cantik. Ya, wanita itu mbak Citra yang menelponku beberapa hari yang lalu. Sungguh deskripsiku kemarin tentang wanita di ujung telepon benar-benar sesuai. Mbak Citra memang cantik, secantik namanya.

"Mari, Mas. Mas Subhan sudah ditunggu. Sepuluh menit lagi, siaran akan dimulai. Mas sudah siap?"

"InsyaAllah saya siap!"

Ini kali pertamaku diundang untuk mengisi acara. Aku gugup. Keringat dingin mulai membasahi seluruh tubuhku. Gemetar. Tanganku tak bisa diam menyeka keringat yang terlanjur mengalir deras di wajahku.

Tuuuuuuuttt.... tiba-tiba gelap.

"Han, bangun! Beli lilin, geh. Mati lampu nih." Emak membangunkanku. Sumpah! Mimpiku tersendat. Padahal sebentar lagi aku siaran. Tapi, gak papalah. Aku sudah ketemu mbak Citra yang cantik, dan selama perjalanan itu aku ketemu sama dua fansku.

"Mak! Kenapa kamu bangunkan aku? Lagi mimpi indah nih...."

"Cepatlah bangun! Carikan Emak lilin."

😊😊😊