Halo dulur-dulur dan agan-agan sekaliyan. Gimana kabar hari ini ? Sudah bosankah hidup di rumah terus menerus ? heuheu. Semoga dulur-dulur dan agan agan sekaliyan dilindungi Tuhan selalu. amin. 

Oh ya, aku mau cerita lewat tulisan ini. Aku ini seorang perantau gan. Uda semenjak sepuluh tahun yang lalu aku sudah tidak tinggal dengan orang tuaku. Tepatnya di tahun 2010, aku mulai hidup sendiri. Oh ya, asalku dari Kota kecil yang disebut dengan Kota Gadis atau Kota Pendekar. Ya Kota Madiun di Jawa Timur. Di tahun 2010, setelah aku lulus SMA, aku memulai kehidupanku sendiri di Kota Malang. Aku kuliah di Universitas Brawijaya. Aku memulai semuanya sendiri. Mendaftar kuliah sendiri, ngurus berkas-berkas kuliah sendiri. Sampai mencari tempat berteduh pun sendiri. Kalo ingat pada waktu itu, aku iri dengan orang-orang lain. Dimana sebagian diantar oleh orang tuanya. Di Malang, aku tak punya satupun sanak saudara. Aku tak tau info sedikitpun tentang Malang. Oh ya, waktu pertama kali aku berangkat ke Malang, aku hanya diberi uang saku oleh orang tuaku sebanyak 200 ribu rupiah. Pada saat itu aku bingung mencari tempat untuk tidur. Karena uang hanya sedikit, akhirnya aku tidur di kampus. Pada waktu itu ada Unit Kegiatan Mahasiswa PSHT Universitas Brawijaya. Untungnya pada saat SMA aku pernah ikut PSHT. PSHT itu suatu organisasi pencak silat di Madiun. Dan saat itu aku dipersilahkan untuk tidur di UKM tersebut. Aku bersyukur pada saat itu. hehehe

Kurang lebih selama 5 tahun aku hidup di Kota Malang. Banyak lah cerita disana. Seru banget. Ada cinta, benci dan haru pilu...heuheu. Malang layak sebagai tempat untuk selalu dirindukan. Nanti aku juga berencana akan bercerita serunya selama aku tinggal di Malang. Setelah 5 tahun aku tinggal di Malang, setelah aku lulus kuliah, aku mendapat pekerjaan di Kota Surabaya. Dan sekarang aku tinggal di Waru, Sidoarjo. Selama 10 tahun itulah, aku merasa sangat jauh dengan orang tuaku. Apalagi sekarang kedua orang tuaku sudah mulai beranjak tua. Dan beliau berdua sudah tidak sehat lagi seperti dahulu. Aku ingin rasanya untuk terus bisa menemani beliau. Oh ya selama aku bekerja ini, biasanya aku pulang ke Madiun 2 atau 3 minggu sekali untuk menengok kedua orang tuaku. Namun, karena pandemi virus corona ini aku sudah hampir sebulan lebih ini aku tidak pulang.

Selain untuk mematuhi anjuran dari pemerintah, pilihan tidak pulang ke kampung halaman adalah untuk antisipasi penyebaran dari virus tersebut. Aku khawatir jika aku nekat untuk pulang ke kampung halaman, aku malah sebagai carier dari virus tersebut. Apalagi daerah Surabaya dan Sidoarjo merupakan Zona merah kasus virus corona. Di banyak kasus yang aku baca, virus corona ini bisa ikut menempel pada orang dengan tanpa gejala apapun. Orang tersebut bisa saja menjadi carier atau pembawa virus kepada orang yang rentan. Orang yang rentan ini adalah orang yang memiliki histori atau pengalaman penyakit yang mematikan. Contohnya yaitu penyakit jantung atau diabetes. Sedangkan orang tuaku sendiri sekarang lagi masa penyembuhan dari sakit jantung. Maka dari itu menurutku, pilihan untuk tidak pulang ke kampung halaman adalah pilihan yang tepat. 

Rindu sih. Iya rindu. Namun dari virus corona ini aku belajar sesuatu hal. Dimana rindu itu bukan hanya tentang jarak. Rindu itu menurutku satu tingkat atau integral dari rasa cinta. Rindu tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Aku mengutip kata-kata dari mbah Sujiwo tedjo  bahwasannya tingkatan tertinggi dari rindu adalah ketika kedua orang tidak saling sapa, tidak saling chat whatsapp ataupun tidak saling video call, namun antar keduanya saling mendoakan. 

Matursuwun dulur dan agan-agan sekaliyan.
Semoga sehat selalu.
Dan semoga seluruh makhluk bahagia.
Good Luck have Fun