evihan92Avatar border
TS
evihan92
Kumpulan Cerpen


Masker

Minggu sore ini, aku sendirian di rumah. Ibu sedang arisan RT dan Ayah badminton di lapangan kelurahan sejak setelah asar tadi. Rumah sepi dan tak ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Daripada bengong, lebih baik aku merawat diri. Rasanya kulit wajah sudah butuh perhatian. Baiklah, sore ini aku akan maskeran.

Di kamar, kuoleskan masker bengkoang ke seluruh wajah, kecuali area sekitar mata dan mulut. Lalu, sambil menunggu masker kering, aku duduk selonjoran di sofa ruang tamu sambil membaca novel. Tak lupa sebelumnya mengunci pintu depan, kebiasaanku kalau sedang sendirian di rumah. Ahai, sungguh sempurna. Serasa di surga nikmatnya.

Tengah asyik aku membaca, dari arah dapur terdengar suara seperti panci yang dibuka lalu ditutup lagi dengan keras. Oh, mungkin Mbah Minah sudah datang waktu aku masih di kamar tadi. Nenek bercucu empat itu memang biasa pulang hari Sabtu sore, lalu datang lagi Minggu sorenya. Rumahnya tidak jauh, jadi bisa pulang seminggu sekali.

“Mbak Nina, malam ini mau dimasakin apa?” teriak Mbah Minah dari arah dapur.

“Apa aja boleh!” sahutku tanpa pikir panjang, balas berteriak.

Terdengar suara-suara peralatan dapur yang dipakai untuk meracik bahan masakan. Juga suara rengeng-rengeng Mbah Minah menyanyikan lagu Jawa klasik.

Hei, sejak kapan Mbah Minah bisa nembang? Baru kali ini aku mendengarnya, padahal dia sudah di sini sejak aku masih kecil. Sekarang aku SMA, berarti lebih kurang sudah sepuluh tahun.

Aku makin asyik, membaca novel ditemani tembang Jawa yang menenangkan hati. Masker di wajah sudah kering, tapi aku tak juga beranjak untuk membersihkannya. Cerita yang kubaca sedang seru-serunya.

“Mbak Nina, mandi dulu, bentar lagi maghrib, lho!” teriak Mbah Minah lagi dari dapur.

Hah? Benar juga, sudah hampir gelap ternyata. Aku sampai tak memperhatikan, yang penting tulisan masih terbaca, lanjut saja.

“Iya, Mbah!” sahutku tak kalah keras.

Dengan sedikit malas aku bangkit dan bermaksud ke kamar mandi. Sebentar lagi Ayah dan Ibu pulang, bisa diomeli aku kalau belum mandi juga.

Saat itulah terdengar bel berbunyi. Nah, benar ‘kan, itu pasti Ayah atau Ibu yang pulang. Terima kasih, Mbah Minah. Segera kubuka pintu, dan ....

Astaghfirullahal ‘adhim!” seruku keras. Tubuhku sampai terlonjak saking kagetnya.

“Setaaan!” jerit orang yang berdiri di depan pintu--seorang nenek berkain dan kebaya khas perempuan desa.

Lah? Aku yang sudah terkejut jadi makin kaget. Nenek itu jatuh berlutut lalu bersimpuh di depanku. Mulutnya komat-kamit melafalkan ayat kursi. Tubuh gemetar dan wajah berkerut ketakutan.

“Mbah!” panggilku sambil mencengkeram lengannya. Memastikan dia bisa dipegang. Kalau sampai tanganku hanya mengenai tempat kosong, berarti ....

Ya Tuhan, ini benar-benar Mbah Minah. Dia masih bersimpuh, makin gemetar, tetap membaca ayat-ayat pengusir setan. Jujur, melihatnya seperti itu, aku jadi khawatir jangan-jangan dia akan pingsan.

“Mbah ngapain di sini? Bukannya Mbah sedang masak?” tanyaku tak sabar.

“A-ampuuun, pergilah, Setan ... jangan ganggu ....”

Kagetku berubah jadi kesal sekarang. Tadi kupikir dia yang setan, karena dari dapur tiba-tiba sudah ada di depan pintu tanpa melewati ruang tamu. Padahal pintu untuk keluar-masuk rumah ini hanya satu, dan sudah kukunci pula.

“Mbah!” sentakku, mulai tak sabar. “Ini aku! Nina!”

Mbah Minah terdiam. Matanya melebar dan mulut ternganga. Mungkin kaget mendengar suaraku, yang kalau dalam kondisi normal bisa dibilang kurang ajar. Lalu telunjuknya yang gemetar menuding tepat ke wajahku. Nah, sekarang gantian dia yang tidak sopan.

“Ii ... ituuu ... wajahnya ....”

Kuraba wajah. Ya Tuhan! Pantas saja Mbah Minah ketakutan, rupanya masker putih ini belum dicuci. Mana cuaca sudah mulai gelap, pasti horor sekali penampakanku.

“Ini masker bengkoang, Mbah,” kataku mencoba menenangkannya.

Syukurlah dia tidak histeris lagi. Kubantu dia berdiri, lalu bersama-sama kami masuk rumah. Mbah Minah menyalakan lampu, aku menutup pintu.

“Mbah dari mana?” tanyaku penasaran. “Kok aku nggak lihat keluarnya?”

Mbah Minah memandangku dengan tatapan aneh, mungkin heran.

“Mbah ‘kan baru saja datang, Mbak? Mbah pulang kemarin sore, ‘kan? Masa lupa?”

Aku tertegun.

Kalau Mbah Minah baru saja datang, lalu siapa yang memasak sambil nembang Jawa tadi di dapur?

***

Foto : dari sini
Diubah oleh evihan92 02-04-2020 01:13
NadarNadzAvatar border
nona212Avatar border
disya1628Avatar border
disya1628 dan 36 lainnya memberi reputasi
37
5K
217
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread41.6KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.