- Beranda
- Stories from the Heart
You're My 'A' Awal Tanpa Akhir
...
TS
momose93
You're My 'A' Awal Tanpa Akhir
You're My 'A'
Awal Tanpa Akhir
image by google
Quote:
Hidup akan terus berjalan, ngga peduli kita lagi sedih, senang, menderita.
Waktu ngga akan menunggu sampai kita mendapat apa yang kita inginkan.
Waktu ngga akan menunggu sampai kita mendapat apa yang kita inginkan.
Quote:
Pertengahan 2005
Ngga kerasa udah hampir 1 bulan aku jadi siswa SMP, hari itu ada pelajaran tata boga, dan sialnya aku lupa bawa LKS (dulu namanya LKS lembar kerja siswa, sekarang ngga tau apa namanya).
Tapi untungnya kelas sebelah juga ada pelajaran tata boga hari itu.
Dengan buru buru aku langsung ke kelas sebelah dan kebetulan ada anak yang lagi didepan kelas, langsung aja aku bilang maksudku dan dia langsung mengambil bukunya di dalam kelas dan memberikannya padaku, padahal kami belum saling mengenal, tapi ah sudahlah guru tata boga sudah hampir sampai dikelasku, jadi setelah mengucapkan terimakasih aku cepat cepat menuju kelasku.
Saat Ibu guru sedang menerangkan pelajaran, aku penasaran untuk melihat nama yang ada disampul buku ini, namanya panjang, hanya saja dia menyingkat nama depannya dengan singkatan yang orang lain pasti langsung tau artinya.
Dia menulis namanya dengan tinta merah, aku pikir aneh juga nih cewek kenapa ngga pakai tinta hitam atau biru saja kayak pada umumnya.
Wahyu (dengan berbisik) : "Heh bin ngapain sih kenapa malah sampulnya yang dilihat, disuruh baca halaman 28 dodol !"
Ya namaku Bibin dan Wahyu adalah teman sebangkuku.
Teguran Wahyu berhasil membuatku kembali berkonsentrasi ke pelajaran.
Saat jam istirahat aku ke kelas sebelah untuk mengembalikan bukunya si tinta merah, setelah tengak tengok di dalam kelasnya ngga kelihatan juga batang hidungnya, aku putuskan untuk kembali ke kelasku, tapi saat keluar dari kelasnya aku melihat si tinta merah berjalan dari arah kantin.
Aku: "Hey aku Bibin, tadi aku pinjam LKS ini dari kamu kan?"
Tinta merah: "Oh iya, namaku Arin."
Arin, nama panggilan yang diambil dari sebagian kecil dari nama panjangnya.
Nama yang menjadi bagian dari cerita hidupku.
Ngga kerasa udah hampir 1 bulan aku jadi siswa SMP, hari itu ada pelajaran tata boga, dan sialnya aku lupa bawa LKS (dulu namanya LKS lembar kerja siswa, sekarang ngga tau apa namanya).
Tapi untungnya kelas sebelah juga ada pelajaran tata boga hari itu.
Dengan buru buru aku langsung ke kelas sebelah dan kebetulan ada anak yang lagi didepan kelas, langsung aja aku bilang maksudku dan dia langsung mengambil bukunya di dalam kelas dan memberikannya padaku, padahal kami belum saling mengenal, tapi ah sudahlah guru tata boga sudah hampir sampai dikelasku, jadi setelah mengucapkan terimakasih aku cepat cepat menuju kelasku.
Saat Ibu guru sedang menerangkan pelajaran, aku penasaran untuk melihat nama yang ada disampul buku ini, namanya panjang, hanya saja dia menyingkat nama depannya dengan singkatan yang orang lain pasti langsung tau artinya.
Dia menulis namanya dengan tinta merah, aku pikir aneh juga nih cewek kenapa ngga pakai tinta hitam atau biru saja kayak pada umumnya.
Wahyu (dengan berbisik) : "Heh bin ngapain sih kenapa malah sampulnya yang dilihat, disuruh baca halaman 28 dodol !"
Ya namaku Bibin dan Wahyu adalah teman sebangkuku.
Teguran Wahyu berhasil membuatku kembali berkonsentrasi ke pelajaran.
Saat jam istirahat aku ke kelas sebelah untuk mengembalikan bukunya si tinta merah, setelah tengak tengok di dalam kelasnya ngga kelihatan juga batang hidungnya, aku putuskan untuk kembali ke kelasku, tapi saat keluar dari kelasnya aku melihat si tinta merah berjalan dari arah kantin.
Aku: "Hey aku Bibin, tadi aku pinjam LKS ini dari kamu kan?"
Tinta merah: "Oh iya, namaku Arin."
Arin, nama panggilan yang diambil dari sebagian kecil dari nama panjangnya.
Nama yang menjadi bagian dari cerita hidupku.
Quote:
2006
Kenaikan kelas 8 kami semua diacak lagi kelasnya.
Dan di kelas 8 aku sekelas sama Arin.
Disinilah aku mulai merasa ada yang aneh dengan perasaanku sendiri, rasanya sedikit demi sedikit aku mulai rindu akan kehadiran Arin, dia yang selalu aku tunggu tunggu kehadirannya setiap pagi, yang membuatku selalu semangat untuk berangkat lebih awal bahkan saat sekolah masih sepi.
Aku akan berpura pura membaca mading, karena papan mading letaknya lurus dengan gerbang masuk sekolah.
Setelah melihat Arin datang rasanya akan sangat menyenangkan sekali.
Dan saat pulang sekolah, aku akan menjadi yang paling akhir pulang, ngga aku pedulikan teman teman yang berebut naik angkot untuk bisa cepat sampai rumah, aku justru memilih angkot yang paling akhir demi bisa melihat Arin berjalan pulang.
Arin selalu pulang sekolah dengan berjalan kaki karena jarak rumahnya dengan sekolah dekat.
Setelah langkah Arin sudah tidak terlihat lagi baru aku naik angkot untuk pulang.
Aneh, kurang kerjaan, mungkin itu kata kata yang tepat untukku, tapi nyatanya aku punya kebahagiaan tersendiri dengan kegiatan baruku itu.
Perasaan macam apa ini bahkan aku belum pernah merasakan ini sebelumnya.
Kelas 8 hari hari berjalan biasa saja selayaknya kegiatan belajar mengajar pada umumnya.
Hanya perasaanku ke Arin yang terasa semakin istimewa.
Kami bisa dibilang dekat walaupun masing masing dari kami punya teman dekat sendiri sendiri.
Beberapa kali kami main dan bersepeda bersama setelah pulang sekolah, dengan beberapa teman teman kami yang lain tentunya.
Jelas aku memperlakukan dia berbeda dari teman teman sekolahku yang lain, perasaanku semakin tidak bisa aku kendalikan.
Sering kali kami bertemu pandang saat pelajaran, sering juga kutatap wajahnya dalam dalam saat kami sedang mengobrol, dia manis (setidaknya dia lebih suka disebut manis daripada cantik) dengan rambut panjangnya yang terurai, favoritku.
Walaupun saat rambutnya diikat pun dia tetap mempesona.
Pesona yang sampai detik ini selalu membuat tanganku dingin bergetar setiap kali kami bertemu.
Kenaikan kelas 8 kami semua diacak lagi kelasnya.
Dan di kelas 8 aku sekelas sama Arin.
Disinilah aku mulai merasa ada yang aneh dengan perasaanku sendiri, rasanya sedikit demi sedikit aku mulai rindu akan kehadiran Arin, dia yang selalu aku tunggu tunggu kehadirannya setiap pagi, yang membuatku selalu semangat untuk berangkat lebih awal bahkan saat sekolah masih sepi.
Aku akan berpura pura membaca mading, karena papan mading letaknya lurus dengan gerbang masuk sekolah.
Setelah melihat Arin datang rasanya akan sangat menyenangkan sekali.
Dan saat pulang sekolah, aku akan menjadi yang paling akhir pulang, ngga aku pedulikan teman teman yang berebut naik angkot untuk bisa cepat sampai rumah, aku justru memilih angkot yang paling akhir demi bisa melihat Arin berjalan pulang.
Arin selalu pulang sekolah dengan berjalan kaki karena jarak rumahnya dengan sekolah dekat.
Setelah langkah Arin sudah tidak terlihat lagi baru aku naik angkot untuk pulang.
Aneh, kurang kerjaan, mungkin itu kata kata yang tepat untukku, tapi nyatanya aku punya kebahagiaan tersendiri dengan kegiatan baruku itu.
Perasaan macam apa ini bahkan aku belum pernah merasakan ini sebelumnya.
Kelas 8 hari hari berjalan biasa saja selayaknya kegiatan belajar mengajar pada umumnya.
Hanya perasaanku ke Arin yang terasa semakin istimewa.
Kami bisa dibilang dekat walaupun masing masing dari kami punya teman dekat sendiri sendiri.
Beberapa kali kami main dan bersepeda bersama setelah pulang sekolah, dengan beberapa teman teman kami yang lain tentunya.
Jelas aku memperlakukan dia berbeda dari teman teman sekolahku yang lain, perasaanku semakin tidak bisa aku kendalikan.
Sering kali kami bertemu pandang saat pelajaran, sering juga kutatap wajahnya dalam dalam saat kami sedang mengobrol, dia manis (setidaknya dia lebih suka disebut manis daripada cantik) dengan rambut panjangnya yang terurai, favoritku.
Walaupun saat rambutnya diikat pun dia tetap mempesona.
Pesona yang sampai detik ini selalu membuat tanganku dingin bergetar setiap kali kami bertemu.
Quote:
2007
Sebentar lagi kami akan meninggalkan bangku SMP.
Sekolah dimana kami belajar, mengukir kenangan, menjadi anak anak absurd dengan segala kekonyolan dan kenakalan kami.
Di kelas 9 ini aku sudah tidak sekelas dengan Arin.
Tapi tetap aku masih menyukainya, bahkan semakin sayang.
Sering aku ijin ke toilet saat pelajaran lalu mengintip ke kelas Arin (padahal letak toilet ngga melewati kelas Arin, karena letak toilet tepat disebelah kiri kelasku, dan kelas Arin tepat disebelah kanan kelasku).
Kegiatan rutinku mengantar Arin pulang melalui tatapan mataku juga masih terus berlanjut, pernah satu kali aku meminjam sepeda temanku untuk menyusul Arin dan mengantarnya pulang kerumah, tentu dengan berbohong ke Arin kalau aku mau kerumah teman kami juga yang kebetulan ada dibelakang rumah Arin.
Pernah juga aku kerumahnya, waktu itu malam tahun baru, temanku datang kerumah jam setengah 12 malam lalu mengajakku pergi, karena tidak ada tujuan jadi aku bilang saja ayok kita jalan jalan sampai keseberang rel kereta.
Waktu itu rumahku dan Arin jika ditempuh berjalan kaki kurang lebih 10 menit, tidak terlalu jauh tapi untuk sampai kerumahnya harus menyeberang jalan dan menyeberang rel kereta.
Baru kami mulai melangkah tiba tiba hujan turun, tapi dasar kami bocah dengan segala kenekatan dan kebodohan tetap saja melanjutkan jalan jalan kami, sambil mendengarkan curhat kawanku ini karena waktu itu dia lagi galau, tidak terasa kami sudah sampai di depan rumah Arin.
Aku yang sok sok kaget bilang "eh ini rumah Arin kan, mampir yok."
Temanku hanya mengangguk menurut saja apa kataku.
Setelah mengucap salam, ibunya Arin keluar dengan tatapan aneh.
Ya gimana ngga aneh ngapain coba malam malam jam 12 hujan hujanan mampir kerumah orang.
Malam itu diakhiri dengan diusirnya kami dari rumah Arin karena Arin sudah tidur dan aku tak berhasil menemuinya.
(haha ngga diusir sih cuma disuruh pulang aja sama ibunya Arin.
hehe love you tante ✌).
Menjelang ujian nasional Arin bilang kalau dia mau melanjutkan sekolah di kota lain, kota yang jarak tempuhnya kurang lebih 6jam dari kotaku.
Betapa hancurnya hatiku saat itu.
Awal bulan juni, aku masih ingat betul, kami datang ke ultah teman kami, disitu juga dijadikan ajang perpisahan Arin dan teman temannya.
Dia menangis, dan tanpa kuduga dia melangkah mendekatiku dan memelukku yang membuat tangisnya semakin pecah.
Aku tak tau harus berbuat apa lagi, hatiku jauh lebih hancur.
Itu adalah pelukan terlama yang pernah Arin berikan untukku.
Dengan umur yang masih remaja ngga mungkin aku nekat menyusul Arin ke kota itu sama kayak aku menyusulnya dengan sepeda atau berjalan kaki, apalagi uang juga belum punya (kayak sekarang udah punya aje loe tong tong ).
Akhirnya aku menyerah dengan jarak.
Tapi tidak dengan perasaanku.
Sebentar lagi kami akan meninggalkan bangku SMP.
Sekolah dimana kami belajar, mengukir kenangan, menjadi anak anak absurd dengan segala kekonyolan dan kenakalan kami.
Di kelas 9 ini aku sudah tidak sekelas dengan Arin.
Tapi tetap aku masih menyukainya, bahkan semakin sayang.
Sering aku ijin ke toilet saat pelajaran lalu mengintip ke kelas Arin (padahal letak toilet ngga melewati kelas Arin, karena letak toilet tepat disebelah kiri kelasku, dan kelas Arin tepat disebelah kanan kelasku).
Kegiatan rutinku mengantar Arin pulang melalui tatapan mataku juga masih terus berlanjut, pernah satu kali aku meminjam sepeda temanku untuk menyusul Arin dan mengantarnya pulang kerumah, tentu dengan berbohong ke Arin kalau aku mau kerumah teman kami juga yang kebetulan ada dibelakang rumah Arin.
Pernah juga aku kerumahnya, waktu itu malam tahun baru, temanku datang kerumah jam setengah 12 malam lalu mengajakku pergi, karena tidak ada tujuan jadi aku bilang saja ayok kita jalan jalan sampai keseberang rel kereta.
Waktu itu rumahku dan Arin jika ditempuh berjalan kaki kurang lebih 10 menit, tidak terlalu jauh tapi untuk sampai kerumahnya harus menyeberang jalan dan menyeberang rel kereta.
Baru kami mulai melangkah tiba tiba hujan turun, tapi dasar kami bocah dengan segala kenekatan dan kebodohan tetap saja melanjutkan jalan jalan kami, sambil mendengarkan curhat kawanku ini karena waktu itu dia lagi galau, tidak terasa kami sudah sampai di depan rumah Arin.
Aku yang sok sok kaget bilang "eh ini rumah Arin kan, mampir yok."
Temanku hanya mengangguk menurut saja apa kataku.
Setelah mengucap salam, ibunya Arin keluar dengan tatapan aneh.
Ya gimana ngga aneh ngapain coba malam malam jam 12 hujan hujanan mampir kerumah orang.
Malam itu diakhiri dengan diusirnya kami dari rumah Arin karena Arin sudah tidur dan aku tak berhasil menemuinya.
(haha ngga diusir sih cuma disuruh pulang aja sama ibunya Arin.
hehe love you tante ✌).
Menjelang ujian nasional Arin bilang kalau dia mau melanjutkan sekolah di kota lain, kota yang jarak tempuhnya kurang lebih 6jam dari kotaku.
Betapa hancurnya hatiku saat itu.
Awal bulan juni, aku masih ingat betul, kami datang ke ultah teman kami, disitu juga dijadikan ajang perpisahan Arin dan teman temannya.
Dia menangis, dan tanpa kuduga dia melangkah mendekatiku dan memelukku yang membuat tangisnya semakin pecah.
Aku tak tau harus berbuat apa lagi, hatiku jauh lebih hancur.
Itu adalah pelukan terlama yang pernah Arin berikan untukku.
Dengan umur yang masih remaja ngga mungkin aku nekat menyusul Arin ke kota itu sama kayak aku menyusulnya dengan sepeda atau berjalan kaki, apalagi uang juga belum punya (kayak sekarang udah punya aje loe tong tong ).
Akhirnya aku menyerah dengan jarak.
Tapi tidak dengan perasaanku.
Quote:
2008 - 2010
Aku melanjutkan SMA disalah satu SMA negeri di kotaku.
Tanpa Arin rasanya hilang sebagian semangat dari diriku.
Awal awal setelah Arin pergi aku sempat sakit seminggu, badanku demam, muntah muntah dan ngga berselera makan
(lemah banget sih loe. Ya memang, aku lemah tanpamu ).
Aku sempat beberapa kali berhalusinasi seperti melihat Arin ada diantara teman teman SMA ku, aku kira hal kayak gini cuma ada di film film, tapi ini real aku mengalaminya sendiri.
Beberapa temanku ada yang postur tubuhnya atau rambutnya atau senyumnya hampir sama seperti Arin, dan semua aku dekati hanya karena MIRIP ARIN.
Bahkan salah satunya masih berteman baik denganku sampai sekarang, namanya Diana.
3 tahun di SMA sedikit sedikit aku mulai terbiasa jauh dari Arin, mulai bisa konsentrasi dengan kegiatanku, belajar, jalan sama teman, sibuk di kegiatan paskib, semua mulai bisa membuat pikiranku sedikit teralihkan.
Selama 3 tahun itu bukan berarti aku ngga ketemu Arin sama sekali.
Arin pernah datang ke sekolahku, kebetulan sahabat dekatnya Arin satu SMA denganku.
Kami bertemu di depan sekolah.
Arin masih sama masih manis, hanya saja dia terlihat lebih tinggi sekarang.
Kami mengobrol tidak terlalu lama, tapi itu cukup mengobati rinduku.
Sebelum kami berpisah kembali, dia memelukku, ah pelukan itu lagi, yang membuat waktu ingin ku hentikan rasanya.
Setelah lulus SMA aku langsung bekerja, dan sempat merantau ke pulau seberang, pulau dengan ratusan pabriknya, dan Arin kembali ke kota kami dan bekerja di dalam kota saja.
Lagi lagi kami terpisah jarak. Mungkin itu ngga terlalu penting untuk Arin, tapi untukku yang punya perasaan lebih ,sungguh ini menyiksa.
Jadi kami selama ini tidak pernah ada hubungan selain sahabat, dan aku masih terlalu takut mengutarakan perasaanku.
Selama bekerja di pulau seberang aku beberapa kali berpacaran disana, bahkan seringkali saat berpacaran dengan 1 orang aku juga jalan dengan orang lain, bukannya sok laku dan mungkin terkesan hanya memainkan perasaan orang lain, tapi waktu itu aku jadi orang yang sangat tidak terkendali, aku sayang dengan pacar pacarku, tapi rasanya untuk memberikan hati sangatlah sulit.
Aku masih hanya mencintai Arin.
Komunikasi ku dengan Arin saat itu tidak berjalan lancar, kami sibuk dengan kegiatan kami masing masing.
Aku melanjutkan SMA disalah satu SMA negeri di kotaku.
Tanpa Arin rasanya hilang sebagian semangat dari diriku.
Awal awal setelah Arin pergi aku sempat sakit seminggu, badanku demam, muntah muntah dan ngga berselera makan
(lemah banget sih loe. Ya memang, aku lemah tanpamu ).
Aku sempat beberapa kali berhalusinasi seperti melihat Arin ada diantara teman teman SMA ku, aku kira hal kayak gini cuma ada di film film, tapi ini real aku mengalaminya sendiri.
Beberapa temanku ada yang postur tubuhnya atau rambutnya atau senyumnya hampir sama seperti Arin, dan semua aku dekati hanya karena MIRIP ARIN.
Bahkan salah satunya masih berteman baik denganku sampai sekarang, namanya Diana.
3 tahun di SMA sedikit sedikit aku mulai terbiasa jauh dari Arin, mulai bisa konsentrasi dengan kegiatanku, belajar, jalan sama teman, sibuk di kegiatan paskib, semua mulai bisa membuat pikiranku sedikit teralihkan.
Selama 3 tahun itu bukan berarti aku ngga ketemu Arin sama sekali.
Arin pernah datang ke sekolahku, kebetulan sahabat dekatnya Arin satu SMA denganku.
Kami bertemu di depan sekolah.
Arin masih sama masih manis, hanya saja dia terlihat lebih tinggi sekarang.
Kami mengobrol tidak terlalu lama, tapi itu cukup mengobati rinduku.
Sebelum kami berpisah kembali, dia memelukku, ah pelukan itu lagi, yang membuat waktu ingin ku hentikan rasanya.
Setelah lulus SMA aku langsung bekerja, dan sempat merantau ke pulau seberang, pulau dengan ratusan pabriknya, dan Arin kembali ke kota kami dan bekerja di dalam kota saja.
Lagi lagi kami terpisah jarak. Mungkin itu ngga terlalu penting untuk Arin, tapi untukku yang punya perasaan lebih ,sungguh ini menyiksa.
Jadi kami selama ini tidak pernah ada hubungan selain sahabat, dan aku masih terlalu takut mengutarakan perasaanku.
Selama bekerja di pulau seberang aku beberapa kali berpacaran disana, bahkan seringkali saat berpacaran dengan 1 orang aku juga jalan dengan orang lain, bukannya sok laku dan mungkin terkesan hanya memainkan perasaan orang lain, tapi waktu itu aku jadi orang yang sangat tidak terkendali, aku sayang dengan pacar pacarku, tapi rasanya untuk memberikan hati sangatlah sulit.
Aku masih hanya mencintai Arin.
Komunikasi ku dengan Arin saat itu tidak berjalan lancar, kami sibuk dengan kegiatan kami masing masing.
Quote:
2014
Setelah 3 tahun merantau kuputuskan untuk pulang ke kotaku.
Beberapa hari di rumah aku manfaatkan untuk beristirahat dari penatnya perjalanan.
Setelah merasa sudah fit segera ku BBM Arin untuk membuat janji bertemu (dulu jamannya masih BBMan).
Malamnya ku jemput dia dirumahnya.
Belum juga sampai rumahnya, sudah kurasakan perbedaan suhu dikedua telapak tanganku,
tanganku dingin setiap bertemu dengannya entah kenapa.
Arin sudah menungguku di depan rumahnya.
Deg, jantungku berdegup semakin kencang.
Tak mampu ku kendalikan gerak bibirku yang semakin mengembang, senyum bahagiaku tak lagi bisa kusembunyikan.
Arin terlihat lebih tembam pipinya, tapi itu justru menambah kemanisannya
(kemanisannya ???
bahasa macam apa pula ini).
Aku lupa waktu itu kami jalan kemana, yang paling aku ingat saat itu adalah pertanyaan dari Arin.
Arin : "kamu baru belajar naik motor ya?"
Pertanyaan Arin cukup menggelitik, aku hanya senyum senyum saja saat itu.
Dia mempertanyakan itu karena aku terlalu grogi membawa motor, padahal kalau bersama orang lain bahkan bersama ibuku sendiri aku sering kena omel karena naik motor seenaknya sendiri.
Setelah 3 tahun merantau kuputuskan untuk pulang ke kotaku.
Beberapa hari di rumah aku manfaatkan untuk beristirahat dari penatnya perjalanan.
Setelah merasa sudah fit segera ku BBM Arin untuk membuat janji bertemu (dulu jamannya masih BBMan).
Malamnya ku jemput dia dirumahnya.
Belum juga sampai rumahnya, sudah kurasakan perbedaan suhu dikedua telapak tanganku,
tanganku dingin setiap bertemu dengannya entah kenapa.
Arin sudah menungguku di depan rumahnya.
Deg, jantungku berdegup semakin kencang.
Tak mampu ku kendalikan gerak bibirku yang semakin mengembang, senyum bahagiaku tak lagi bisa kusembunyikan.
Arin terlihat lebih tembam pipinya, tapi itu justru menambah kemanisannya
(kemanisannya ???
bahasa macam apa pula ini).
Aku lupa waktu itu kami jalan kemana, yang paling aku ingat saat itu adalah pertanyaan dari Arin.
Arin : "kamu baru belajar naik motor ya?"
Pertanyaan Arin cukup menggelitik, aku hanya senyum senyum saja saat itu.
Dia mempertanyakan itu karena aku terlalu grogi membawa motor, padahal kalau bersama orang lain bahkan bersama ibuku sendiri aku sering kena omel karena naik motor seenaknya sendiri.
Quote:
Banyak yang tidak aku ceritakan disini.
Hanya kejadian kejadian yang penting saja yang aku tulis.
Hanya kejadian kejadian yang penting saja yang aku tulis.
Quote:
2016
Sore itu aku jalan sama Arin.
Aku mengajaknya ketempat temanku.
Saat kami sedang duduk berdua dan saling menatap entah apa yang mendorongku untuk menciumnya, sesaat duniaku berpusat padanya.
Rasa nyaman dan debar debar di dadaku datang secara bersamaan.
Jelas aku bahagia melakukan ini, tapi disisi lain aku merasa takut, rasa takut yang tidak bisa ku jabarkan, karena selama ini aku menyayanginya bukan untuk bermain main dengan hasratku.
Aku menyayanginya tanpa alasan apapun.
Sore itu aku jalan sama Arin.
Aku mengajaknya ketempat temanku.
Saat kami sedang duduk berdua dan saling menatap entah apa yang mendorongku untuk menciumnya, sesaat duniaku berpusat padanya.
Rasa nyaman dan debar debar di dadaku datang secara bersamaan.
Jelas aku bahagia melakukan ini, tapi disisi lain aku merasa takut, rasa takut yang tidak bisa ku jabarkan, karena selama ini aku menyayanginya bukan untuk bermain main dengan hasratku.
Aku menyayanginya tanpa alasan apapun.
Quote:
Apakah Arin sadar perasaanku selama ini untuknya ?
Aku yakin dia sadar.
Apakah aku pernah menyatakannya ?
Yes aku pernah, dan dia menolakku.
Apakah aku patah hati dan membencinya setelah itu ?
Iya aku juga manusia biasa pasti aku merasakan yang namanya patah karena ditolak, merasa terpukul, tapi aku sama sekali tidak pernah membencinya.
Setelah kejadian itu sampai detik ini kami masih bersahabat baik, kami masih bersaudara dengan baik.
Apakah aku munafik dengan hubungan persaudaraan yang kami bangun padahal aku masih mencintainya ?
Tidak.
Seperti yang aku bilang, aku mencintainya tanpa alasan apapun.
Aku yakin dia sadar.
Apakah aku pernah menyatakannya ?
Yes aku pernah, dan dia menolakku.
Apakah aku patah hati dan membencinya setelah itu ?
Iya aku juga manusia biasa pasti aku merasakan yang namanya patah karena ditolak, merasa terpukul, tapi aku sama sekali tidak pernah membencinya.
Setelah kejadian itu sampai detik ini kami masih bersahabat baik, kami masih bersaudara dengan baik.
Apakah aku munafik dengan hubungan persaudaraan yang kami bangun padahal aku masih mencintainya ?
Tidak.
Seperti yang aku bilang, aku mencintainya tanpa alasan apapun.
Quote:
2020
Hari itu Arin menghubungiku, nadanya tidak seperti biasanya.
Dia seperti memendam duka yang begitu dalam, putus asa amat sangat terasa dari cara berbicaranya.
Dia bercerita bahwa ada masalah besar yang sedang dihadapinya.
(aku tidak bisa menceritakan masalah apa yang dia hadapi)
Karena khawatir, aku datang kerumah Arin untuk menemuinya.
Matanya terlihat sembab dan bengkak, menandakan dia sudah mengeluarkan air matanya berhari hari.
Kupaksakan tersenyum didepannya.
Kuberikan dia semangat sebisaku.
Dia memelukku lagi, tapi kali ini dadaku terasa sesak sekali, betapa aku sangat merasakan hatinya yang sedang hancur.
Tiba tiba hpku berbunyi, ada panggilan masuk dari temanku yang mengajak bertemu karena urusan penting juga.
Lalu aku pamit ke Arin untuk menemui temanku.
Tapi saat keluar dari halaman rumah Arin kuhubungi temanku dan meminta maaf tak bisa menemuinya, karena saat itu aku sudah tak mampu membendung air mataku, kulajukan motorku tak tentu arah hanya memutari jalanan kota agar aku punya waktu mengeringkan air mataku sebelum pulang kerumah.
Aku tak kuasa melihat Arin yang seperti ini, karena akupun tak mampu berbuat apa apa untuk membantunya.
Inilah alasanku untuk menulis kisah ini.
Karena Arin berkali kali bilang apa arti dirinya ada, untuk apa dia diciptakan jika hanya membuat masalah.
Aku memang tak mengerti kamu di mata orang lain Rin.
Tapi coba pandang aku sejenak, betapa berartinya kamu buat aku, betapa aku menyayangimu dari kita masih ingusan sampai detik ini, 15tahun kulalui tanpa pernah berhenti mencintaimu.
Bahkan aku ngga akan mau menukar kisahku dengan kisah manapun walaupun mungkin di kisah lain aku diberikan orang yang jauh lebih manis dan bisa mencintaiku.
Sungguh aku sangat bersyukur mengenalmu.
Biarlah rasa cintaku nanti pergi dengan sendirinya, seperti saat pertama kali dia datang.
Aku cuma ingin kamu bangkit, sekalipun masalah ini tetap akan jadi cerita pahit di hidup kita.
Semangat Arinku, semoga kisah yang ngga terlalu penting ini bisa membuatmu sedikit saja sadar bahwa kamu itu berarti.
Kamu tercipta untuk memiliki arti yang begitu dalam di kehidupan seseorang, kehidupanku.
Hari itu Arin menghubungiku, nadanya tidak seperti biasanya.
Dia seperti memendam duka yang begitu dalam, putus asa amat sangat terasa dari cara berbicaranya.
Dia bercerita bahwa ada masalah besar yang sedang dihadapinya.
(aku tidak bisa menceritakan masalah apa yang dia hadapi)
Karena khawatir, aku datang kerumah Arin untuk menemuinya.
Matanya terlihat sembab dan bengkak, menandakan dia sudah mengeluarkan air matanya berhari hari.
Kupaksakan tersenyum didepannya.
Kuberikan dia semangat sebisaku.
Dia memelukku lagi, tapi kali ini dadaku terasa sesak sekali, betapa aku sangat merasakan hatinya yang sedang hancur.
Tiba tiba hpku berbunyi, ada panggilan masuk dari temanku yang mengajak bertemu karena urusan penting juga.
Lalu aku pamit ke Arin untuk menemui temanku.
Tapi saat keluar dari halaman rumah Arin kuhubungi temanku dan meminta maaf tak bisa menemuinya, karena saat itu aku sudah tak mampu membendung air mataku, kulajukan motorku tak tentu arah hanya memutari jalanan kota agar aku punya waktu mengeringkan air mataku sebelum pulang kerumah.
Aku tak kuasa melihat Arin yang seperti ini, karena akupun tak mampu berbuat apa apa untuk membantunya.
Inilah alasanku untuk menulis kisah ini.
Karena Arin berkali kali bilang apa arti dirinya ada, untuk apa dia diciptakan jika hanya membuat masalah.
Aku memang tak mengerti kamu di mata orang lain Rin.
Tapi coba pandang aku sejenak, betapa berartinya kamu buat aku, betapa aku menyayangimu dari kita masih ingusan sampai detik ini, 15tahun kulalui tanpa pernah berhenti mencintaimu.
Bahkan aku ngga akan mau menukar kisahku dengan kisah manapun walaupun mungkin di kisah lain aku diberikan orang yang jauh lebih manis dan bisa mencintaiku.
Sungguh aku sangat bersyukur mengenalmu.
Biarlah rasa cintaku nanti pergi dengan sendirinya, seperti saat pertama kali dia datang.
Aku cuma ingin kamu bangkit, sekalipun masalah ini tetap akan jadi cerita pahit di hidup kita.
Semangat Arinku, semoga kisah yang ngga terlalu penting ini bisa membuatmu sedikit saja sadar bahwa kamu itu berarti.
Kamu tercipta untuk memiliki arti yang begitu dalam di kehidupan seseorang, kehidupanku.
Quote:
Ending, happy ending atau sad ending tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya.
Aku yang mencintai Arin tanpa pernah berpacaran dengannya, tapi toh justru itu yang membuat hubungan baik diantara kami tetap bisa berjalan sampai sekarang.
Masalah Arin sekarang mungkin jadi batu sandungan terbesar di kehidupan kami, tapi semoga kami bisa melaluinya dengan baik dan semua cepat berlalu.
Yakinlah akan ada pelangi setelah hujan.
Semoga Tuhan melindungi kita semua.
Aku yang mencintai Arin tanpa pernah berpacaran dengannya, tapi toh justru itu yang membuat hubungan baik diantara kami tetap bisa berjalan sampai sekarang.
Masalah Arin sekarang mungkin jadi batu sandungan terbesar di kehidupan kami, tapi semoga kami bisa melaluinya dengan baik dan semua cepat berlalu.
Yakinlah akan ada pelangi setelah hujan.
Semoga Tuhan melindungi kita semua.
Diubah oleh momose93 19-03-2020 00:58
nona212 dan 21 lainnya memberi reputasi
20
2.8K
Kutip
15
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
31.5KThread•42.1KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru