"Bang, bawa motornya yang kenceng, ya!" pintaku pada tukang ojek langganan.

"Tumben?" sahut Bang Toro seraya memakaikan helm di kepalaku.

"Iya Bang, pengen cepat ketemu Mamak!" jawabku sekenanya.

"Oke, pegangan kuat-kuat!" tandasnya sembari menyalakan mesin motor.

Kulingkarkan tangan ke pinggang Bang Toro, kusandarkan pula kepala di punggungnya. Alamak, bau ketek Bang Toro membuat perutku sedikit mual, tapi tak ada pilihan lain. Aku tak mau mencium aspal karena ia benar-benar memacu motornya dengan kecepatan tinggi.

Sungguh, rasanya ingin mati saja, seharian kepalaku nyut-nyutan. Materi pelajaran hari ini pun tak ada yang nyantol di otak. Beruntung hari ini pulang lebih awal, jadi secepatnya kukirim pesan melalui HP pintarku ke Bang Toro.

'Smart phone'adalah barang wajib bagiku selain buku pelajaran dan piranti sekolah lainnya. Maklum 'kids jaman now', harus mengikuti apa yang menjadi tren masa kini. Kata Mamakku biar tetap eksis.

Beruntung, aku memiliki ibu seperti Mamak yang selalu memperhatikan apa yang dibutuhkan anaknya. Ia selalu memberi sesuatu tanpa aku memintanya. Duh, senangnya.

Sampai di rumah, aku langsung mencari Mamak. Aku ingin cepat-cepat mengadukan perihal kondisiku hari ini.

"Mamak ... Mamak ...!" Aku berteriak dengan sekuat tenaga.

"Iya! Masuk rumah bukannya salam, malah teriak-teriak!" gerutu Mamak.

"Maaf, Mak!" ungkapku lirih.

"Hemm, kenapa pula kau?" tanya Mamak dengan suara lantang.

"Mak, kepalaku pusing dan mual tadi di sekolah. Apa mungkin aku hamil ya, Mak?"

"Tidaklah, mungkin hanya masuk angin biasa. Nanti kuantar kau ke dokter," kata Mamak seraya memegang kening untuk mengetahui kondisiku.

"Tapi, Mak ... belakangan ini aku suka makan yang asem-asem. Kemarin, Santi anak kelas 6 bilang, kakaknya hamil dengan tanda-tanda macam itu," paparku penuh dengan harapan agar Mamak memahami kondisiku.

"Bonar! Kau ini lelaki tak mungkinlah kau hamil!" teriak Mamakku geram

End.

Sumber gambar
Di sini