Aku seorang wanita berusia 28 tahun. Namaku Maria. Aku sudah menikah dan memiliki 2 orang anak. Satu laki laki dan satu perempuan. Suamiku hanya lulusan SMP. Kami bertemu di tempat kerja. Lalu berpacaran dan menikah. Sama sama bekerja banyak hal terjadi. Mulai dari teman kerja nya yang resek, management nya tidak sesuai sampai bosnya naudzubillah.

Suatu hari teman suamiku main kerumah. Sebut saja hamzah. Dia bekerja di pertamina di Bali. Jabatannya lumayan bergengsi sebagai pengawas. Dulu hamzah juga kuliah D3 tehnik. Perjalanan kuliah hamzah pun gak semulus yang kita bayangkan. Bapak ibuk hamzah hanya seorang penjahit. Sampai suatu hari bapak hamzah meninggal dunia karena kecelakaan. Dan wasiat bapak hamzah kepada ibunya adalah agar jangna sampai hamzah putus kuliah.

Jadi ibu hamzah berjuang mati matian untuk menguliahkan hamzah. Dan alhamdulilah hamzah sekarang di pertamina dengan gaji 10juta per bulan. Dia pun menceritakan semua perjalanan hidupnya kepada kami. Dan dia bilang akan memberikan info terkain tes masuk dan lainnya di pertamina. Dengan syarat suamiku harus S1. Lalu aku pun semangat. Sembari yakin dengan surat di Al Quran yang mengatan.." Tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaum apabila kaum itu tidak mau merubahnya sendiri.."

Dari situlah aku mendapatkan keyakinan bahwa aku ingin merubah nasib kami. Dari perdebatan panjang akhirnya di putuskan suamiku lah yang harus kuliah. Kami menempuh pendidikan Paket C setara SMA dan tes masuk Universitas swasta. Alhamdulilah masuk, namun tidak berhenti di sini. Cobaan kami berikutnya adalah tidak adanya dukungan dari keluarga.

Keluarga kami biasa biasa saja. Pendidikan orang tua kami jg biasa saja. Hidup di desa berteman dengan orang desa membuat pemikiran keluarga kami berbeda. Mereka pikir kenapa harus kuliah??? La wong yang nganggur banyak. Kuliah hanya menghabiskan uang saja. Tidak berhenti di situ kami di banding bandingkan dengan saudara yang kuliah namun berakhir jadi pengangguran. Dengan kiblat itulah orang tua kami sama sama menentang.

Sudah di jelaskan berlahan jg tetap tidak bisa. Malah di bandingkan dengan mentri kelautan Sri puji Astuti. "La itu lulusan SD bisa jadi menteri" begitulah sampai saat ini akhirnya suamiku harus menanggalkan semester 7 nya. Padahal april tahun ini dia bisa lulus dengan predikat Cumlaude.

Selama 3 tahun selama dia kuliah akulah yang bekerja. Aku berharap perjuanganku berbuah hasil. Tapi sepertinya semua menjadi lebih berat karena suamiku terpaksa harus terminal atau cuti dan aku harus tetap bekerja kembali.

Menurut kalian para pembaca yang budiman bagaimana pendapat kalian tentang kuliah? Apakah lebih baik kerja saja dari pada kuliah?? Dengan standart karyawan yang minimal S1 saat ini. Berilah komentar kalian di kolom bawah ini. Terimakasih banyak