- Beranda
- Berita dan Politik
Anggota DPR: Belum Ada Urgensi Pembentukan DKN
...
TS
rumahkonstituen
Anggota DPR: Belum Ada Urgensi Pembentukan DKN
Quote:
DPR menilai tidak ada urgensi pembentukan Dewan Keamanan Nasional (DKN) melalui Peraturan Presiden (Perpres) karena Presiden Joko Widodo telah memiliki supporting system baik perihal pertahanan dan keamanan.
Anggota Komisi 1 DPR Charles Honoris membeberkan, wacana adanya DKN sebenarnya sudah pernah digulirkan melalui Rancangan Undang-undang Keamanan Nasional (RUU Kamnas) beberapa tahun lalu.
Namun derasnya penolakan dari berbagai elemen, membuat RUU Kamnas urung disahkan.
“Kita belum pernah diajak ngomong (Dewan Keamanan Nasional),” kata Charles dalam diskusi bertema Urgensi Pembentukan Dewan Keamanan Nasional (DKN) di kantor Komnas HAM, Senin (27/1/2020).
Charles mengamini sejumlah negara lain, termasuk Amerika Serikat memiliki DKN. Namun keberadaan DKN sebagai forum membahas masalah keamanan, ketahanan dan militer serta merekomendasikan berbagai kebijakan lantaran negara tersebut tak memilki Kemenkopolhukam.
Sementara Indonesia kendati belum memiliki DKN, tapi memiliki berbagai lembaga yang membantu presiden perihal ketahanan dan keamanan nasional.
Charles memandang Presiden sudah memiliki supporting system yang baik perihal keamanan dan ketahanan nasional.
“Ada Menkopolhukam, mengkoordinir bidang pertahanan dan keamanan, membawahi TNI dan Polri, ada Dewan Ketahanan Nasional yang memberikan kajian ancaman nasional, ada lemhanas, ada Wantimpres berisi tokoh-tokoh lintas sektor. Kalaupun ada ancaman multi dimensi, sudah ada Wantimpres. Ada juga KSP diisi Kepala Staf Presideb dibantu tokoh lintas sektor dan berbagai ahli di masing-masing bidang,” kata Charles.
Anggota Komisi I DPR RI ini menilai, ada sejumlah lembaga yang mensupport presiden di bidang keamanan dan ketahanan nasional.
“Bedanya apa dengan rapat terbatas kabinet? Saya belum melihat ada urgensi mendirikan institusi baru namanya DKN. Kalau penerintah memaksakan adanya DKN, bagi saya akan menimbulkan tumpang tindih, bagaimana Menkopolhukam, atau DKN yang akan didengarkan presiden,” katanya.
Lebih lanjut Charles mengingatkan seiring dengan kondisi keuangan negara dan niatan Presiden Joko Widodo yang ingin memangkas birokrasi, maka tak perlu adanya keberadaan dua lembaga dengan peran yang sama.
“Apabila dipaksakan pemerintah untuk dibentuk, apakah perlu membubarkan Menkopolhukam. Buat apa duplikasi kerja, pemborosan, institusi berbeda pekerjaan sama,” kata Charles.
“Presiden ingin memangkas birokrasi, agak lucu kita membiarkan ada dua lembaga dengan fungsi yang sama,” tambahnya.
Charles mengatakan, bila pembentukannya tetap dipaksakan, DKN harus bersifat hanya merekomendasi tanpa kewenangan fungsi operasional karena dapat menyebabkan tumpang tindih dengan institusi lain.
Penetapan dan pengendalian keamanan juga harus dipastkkan berada di tangan presiden, bukan DKN.
Di samping itu, anggota DKN yang dipilih bukan hanya dari pemerintah, tapi juga perwakilan masyarakat.
“Menjaga kekhawatiran keterlibatan militer di sektor keamanan sipil, pelanggaran HAM,” kata Charles.
Meski secara legal bisa saja dilakukan, namun melahirkan DKN tanpa ada pelibatan DPR dengan hanya melalui Perpres dinilai kurang pantas.
Hal ini mengingat kewenangan strategis dimiliki DKN.
“Melahirkan DKN melalui Prepres, secara legal bisa saja, tapi apakah pantas lembaga memiliki kewenangan strategis seperti ini melalui Perpres, DPR tidak dilibatkan,” ujarnya.
Sementara itu, perwakilan KSP Mufti Makaarim mengatakan istana belum membahas ataupun membicarakan perihal naskah ataupun draft tertentu terkait DKN.
Proses yang sedang berjalan disebutkannya masih dibahas di level kementerian dan lembaga.
Anggota Komisi 1 DPR Charles Honoris membeberkan, wacana adanya DKN sebenarnya sudah pernah digulirkan melalui Rancangan Undang-undang Keamanan Nasional (RUU Kamnas) beberapa tahun lalu.
Namun derasnya penolakan dari berbagai elemen, membuat RUU Kamnas urung disahkan.
“Kita belum pernah diajak ngomong (Dewan Keamanan Nasional),” kata Charles dalam diskusi bertema Urgensi Pembentukan Dewan Keamanan Nasional (DKN) di kantor Komnas HAM, Senin (27/1/2020).
Charles mengamini sejumlah negara lain, termasuk Amerika Serikat memiliki DKN. Namun keberadaan DKN sebagai forum membahas masalah keamanan, ketahanan dan militer serta merekomendasikan berbagai kebijakan lantaran negara tersebut tak memilki Kemenkopolhukam.
Sementara Indonesia kendati belum memiliki DKN, tapi memiliki berbagai lembaga yang membantu presiden perihal ketahanan dan keamanan nasional.
Charles memandang Presiden sudah memiliki supporting system yang baik perihal keamanan dan ketahanan nasional.
“Ada Menkopolhukam, mengkoordinir bidang pertahanan dan keamanan, membawahi TNI dan Polri, ada Dewan Ketahanan Nasional yang memberikan kajian ancaman nasional, ada lemhanas, ada Wantimpres berisi tokoh-tokoh lintas sektor. Kalaupun ada ancaman multi dimensi, sudah ada Wantimpres. Ada juga KSP diisi Kepala Staf Presideb dibantu tokoh lintas sektor dan berbagai ahli di masing-masing bidang,” kata Charles.
Anggota Komisi I DPR RI ini menilai, ada sejumlah lembaga yang mensupport presiden di bidang keamanan dan ketahanan nasional.
“Bedanya apa dengan rapat terbatas kabinet? Saya belum melihat ada urgensi mendirikan institusi baru namanya DKN. Kalau penerintah memaksakan adanya DKN, bagi saya akan menimbulkan tumpang tindih, bagaimana Menkopolhukam, atau DKN yang akan didengarkan presiden,” katanya.
Lebih lanjut Charles mengingatkan seiring dengan kondisi keuangan negara dan niatan Presiden Joko Widodo yang ingin memangkas birokrasi, maka tak perlu adanya keberadaan dua lembaga dengan peran yang sama.
“Apabila dipaksakan pemerintah untuk dibentuk, apakah perlu membubarkan Menkopolhukam. Buat apa duplikasi kerja, pemborosan, institusi berbeda pekerjaan sama,” kata Charles.
“Presiden ingin memangkas birokrasi, agak lucu kita membiarkan ada dua lembaga dengan fungsi yang sama,” tambahnya.
Charles mengatakan, bila pembentukannya tetap dipaksakan, DKN harus bersifat hanya merekomendasi tanpa kewenangan fungsi operasional karena dapat menyebabkan tumpang tindih dengan institusi lain.
Penetapan dan pengendalian keamanan juga harus dipastkkan berada di tangan presiden, bukan DKN.
Di samping itu, anggota DKN yang dipilih bukan hanya dari pemerintah, tapi juga perwakilan masyarakat.
“Menjaga kekhawatiran keterlibatan militer di sektor keamanan sipil, pelanggaran HAM,” kata Charles.
Meski secara legal bisa saja dilakukan, namun melahirkan DKN tanpa ada pelibatan DPR dengan hanya melalui Perpres dinilai kurang pantas.
Hal ini mengingat kewenangan strategis dimiliki DKN.
“Melahirkan DKN melalui Prepres, secara legal bisa saja, tapi apakah pantas lembaga memiliki kewenangan strategis seperti ini melalui Perpres, DPR tidak dilibatkan,” ujarnya.
Sementara itu, perwakilan KSP Mufti Makaarim mengatakan istana belum membahas ataupun membicarakan perihal naskah ataupun draft tertentu terkait DKN.
Proses yang sedang berjalan disebutkannya masih dibahas di level kementerian dan lembaga.
Sumber: Tribunnews
4iinch dan sebelahblog memberi reputasi
2
323
Kutip
1
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
671.1KThread•41KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru