Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

NegaraKITAAvatar border
TS
NegaraKITA
Peluang dan Ancaman Perdamaian Papua dari Suara Pastor dan Koteka
Spoiler for Orang Papua dan Koteka:


Spoiler for Video:


Ada dua cara pendekatan dalam mendamaikan pergolakan di Papua. Pertama dari sisi tokoh agama. Kedua dari sisi kebudayaan.

Baru-baru ini tepatnya pada Hari Minggu 5 Januari 2020, Pemimpin Gereja Katolik Paroki Titigi di Kabupaten Intan Jaya, Papua, RD Yance Yogi mengimbau baik pasukan TNI/Polri maupun Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) tidak mengganggu aktivitas warga sipil. Ia mengingatkan kedua pihak agar tidak mengorbankan warga sipil.

“Jangan korbankan masyarakat. Kalau baku cari, baku ukur, itu urusan Negara dan urusan orang bersenjata,” kata Pastor Yogi. Ia menegaskan pula bahwa gereja tidak berurusan dengan perang. Pastor tersebut meminta wilayah permukiman warga, perkantoran, sekolah, dan areal pertanian tidak dijadikan arena peperangan.

Setali tiga uang, Wakil Ketua Pokja Perempuan, Majelis Rakyat Papua (MRP), Siska Abugau mengajak kedua belah pihak bertindak secara bijak dalam berperang karena konflik bersenjata berdampak terhadap kehidupan warga sipil. “Pertimbangkan kehidupan masyarakat Intan Jaya. Masyarakat mau lari ke mana? Karena, wilayah ini seperti kuali,” kata Abugau.

Abugau juga mengingatkan bahwa tidak semua orang yang ada di dalam hutan merupakan anggota TPNPB. Banyak warga sipil di Intan Jaya yang mengungsi ke hutan. Selain itu, banyak pula warga sipil yang berkebun di dalam hutan.

Jubi [Pastor Yogi imbau TNI/Polri dan TPNPB tidak mengganggu warga sipil]

Suara pemuka agama Katolik di Papua tersebut bisa menjadi pintu masuk bagi pemerintah guna mendorong perdamaian di Papua. Hal ini sesuai dengan saran dari Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) pada 4 September 2019 lalu. Saat itu Sekretaris Umum PGI Pendeta Gomar Gultom meminta pemerintah mengutamakan pendekatan kultural untuk mengatasi konflik di Papua. "Yang terpenting adalah pemerintah harus hadir dalam pendekatan kultural," ujarnya.

Pendeta Gomar juga menambahkan dalam menerapkan pendekatan kultural, peran tokoh adat dan agama dibutuhkan untuk meredam suasana.

Antara News [Pemerintah diminta utamakan pendekatan kultural atasi konflik Papua]

Hal yang menarik juga untuk disimak adalah pendekatan kultural atau kebudayaan. Salah satunya dalam penggunaan koteka.

Isu koteka muncul saat majelis hakim perkara makar enam aktivis Papua menegur terdakwa yang mengenakan koteka dalam siding pembacaan eksepsi. Hakim meminta agar para terdakwa menggunakan celana di persidangan selanjutnya. Terdakwa tetap diperbolehkan tidak memakai baju.

Terdakwa kasus makar, Anes Tabuni mengaku sengaja menggunakan koteka saat menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin 6 Januari 2020. Ia menuturkan bahwa koteka merupakan budaya orang Papua. "Kami sengaja pakai koteka dan kami mau menunjukkan bahwa inilah identitas dan budaya kami sehingga kami di sidang berikut pun akan tetap pakai koteka," kata Anes.

Dia menilai, warga Papua akan mengucilkan dirinya apabila tiba-tiba tak lagi memakai koteka sesuai keinginan majelis hakim. Lagipula, Anes menambahkan, orang tua Papua sudah menggunakan pakaian adat itu sedari dulu. "Jadi saya lebih baik dalam persidangan ini terus-terusan saya pakai koteka," ucap dia.

Selain Anes, terdakwa lain bernama Ambrosius Mulait juga tampak mengenakan pakaian adat khas Papua itu.

Tempo [Pakai Koteka Saat Sidang, Aktivis Papua: Ini Budaya Kami]

Isu koteka dia persidangan ini menarik untuk kita perhatikan bersama. Pemerintah khususnya Menko Polhukam dan Menkumham sebaiknya menjelaskan secara rinci apakah penggunaan koteka dalam kasus persidangan aktivis Papua harus dilarang? Mengingat koteka adalah salah satu budaya dari orang Papua. Meski dalam peraturan tata tertib persidangan mengatakan bahwa peserta sidang harus menggunakan pakaian yang sopan, namun hal ini harus disikapi dengan bijak. Sebab pelarangan penggunaan koteka dapat dimanfaatkan kelompok OPM/TPNPB untuk menyudutkan pemerintah dengan mengatakan persidangan negara kita sebagai persidangan yang diskriminatif terhadap budaya Papua.
Diubah oleh NegaraKITA 08-01-2020 00:07
sebelahblogAvatar border
4iinchAvatar border
4iinch dan sebelahblog memberi reputasi
2
1K
7
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
672.1KThread41.8KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.