Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

  • Beranda
  • ...
  • Education
  • Menghadapi Tantangan Dunia Pendidikan di era Revolusi Industri 4.0

babygani86Avatar border
TS
babygani86
Menghadapi Tantangan Dunia Pendidikan di era Revolusi Industri 4.0
Pendidikan adalah salah satu tolok ukur kualitas sumber daya manusia (SDM) suatu negara. Karena itu tak salah jika ada yang menyebut Pendidikan berkualitas akan melahirkan SDM berkualitas. Di era Revolusi Industri 4.0, tantangan di dunia Pendidikan cukup berat. Pendidikan harus bisa link and match dengan industri. Kemitraan antara pendidikan dan industri harus terjalin erat, terutama pendidikan di tingkat sekolah menengah kejuruan (SMK), yang memang siswanya dididik agar setelah lulus dapat diserap dunia industri.

Dalam menghadapi tantangan dunia pendidikan di era Revolusi Industri 4.0, dalam kondisi tak semua daerah memiliki akses internet yang bagus, Indonesia memang memiliki masalah, terutama disparitas dan ketimpangan dalam memperoleh akses dan fasilitas pendidikan. Inilah yang menjadi masalah yang harus dipecahkan secepatnya. Kita tidak ingin ada suatu tempat di mana ada anak yang mendapatkan akses internet melimpah ruah, tetapi ada pula anak yang tidak bisa mendapatkan sama sekali akses tersebut.

Menghadapi Tantangan Dunia Pendidikan di era Revolusi Industri 4.0

Selanjutnya, mengenai fasilitas yang ada, Indonesia memulai dari level SMA dan SMK, dengan cara mengintrodusir penggunaan peralatan evaluasi. Mulai dua tahun lalu, diintensifkan pemanfaatan computer untuk ujian nasional (UN). Tahun ini, SMA dan SMK sudah 90%; dan SMP target 70%, namun sekarang sudah 80% dalam penggunaan komputer.

Walaupun di lapangan, bukan berarti mereka yang sudah ujian nasional berbasis komputer (UNBK) atau computer based test (CBT) punya fasilitas di sekolahnya. Kalau sekolah memang sudah ada fasilitasnya, tapi jumlahnya terbatas. Makanya ada sistem shift. Satu sekolah bisa 4-5 kali shift. Prioritas sekarang adalah memenuhi kebutuhan fasilitas sekolah dengan komputer.

Kemudian selanjutnya adalah mengatasi minimnya SDM guru berkualitas. Awal 2014, ada problem dengan SDM guru. Hanya ada 35% guru yang memang cocok dengan bidang keahlian dia dalam mengajar. Jadi di SMK itu ada tiga kategori, yakni produktif, adaptif, dan normatif. Indonesia justru lebih banyak mempunyai guru normatif daripada produktif. Jadi ketika ada pengangkatan PNS (pegawai negeri sipil), kita mencari guru yang memang unggul dalam bidang tertentu. Misalnya pariwisata, pertanian produktif, kelautan, ekonomi kreatif, dan lainnya. Belum ada perguruan tinggi yang membuka jurusan pariwisata atau pertanian khusus calon guru. Tentu ini menjadi tugas yang berat ke depannya.

Soal penyusunan kurikulum, terutama untuk SMK, Indonesia akan menggunakan curriculum approach (pendekatan kurikulum) yang demand drive (berbasis permintaan), yang disusun sejalan dengan industri dan usaha hingga 60%-70%. Artinya, apa yang dibutuhkan siswa, itu yang akan menjadi standar kurikulum pembelajaran. Setiap SMK juga wajib memiliki partner sesuai dengan industri dan bidangnya.

Jadi industri berkontribusi besar dalam penyusunan kurikulum SMK. Dunia industri lebih berkuasa dalam membentuk kurikulum untuk pembelajaran para siswa SMK. Bahkan sudah sampai titik di mana industry yang bekerja sama meminta beberapa persen siswa untuk belajar di perusahaan mereka. Nanti perusahaan itu yang mengetes dan kurikulum pembelajaran bisa dibuat oleh mereka. Jika sudah lulus, siswa bisa langsung bekerja.

Menghadapi Tantangan Dunia Pendidikan di era Revolusi Industri 4.0

Sertifikasi juga termasuk dalam kurikulum ini. Jadi nanti bisa saja sertifikasi siswa lebih berharga dibandingkan dengan ijazah kelulusan. Karena memang yang digunakan di dunia kerja adalah sertifikasi keahlian atau kompetensi dalam satu keahlian. Selain itu, nantinya juga akan ada sertifikasi internasional. Sejauh ini ada 142 jenis bidang keahlian yang sudah disertifikasi.

Penentuan partner industri untuk SMK dilakukan pertama saat pembentukan SMK. Walaupun jumlah SMK dan partner yang memenuhi syarat belum seimbang. Selain itu, 60% siswa sudah terjun di industri, baik di bengkel atau kantor, sisanya 40% belajar di sekolah. Ada pula mereka berada di teaching factory, yaitu apa yang mereka hasilkan di teaching factory sudah memiliki standar industri dan kualitasnya sudah diperhatikan oleh industri dan bahkan produknya sudah bisa dijual.

Teaching factory ini kalau sudah berkembang bisa menjadi badan layanan umum daerah (BLUD), sehingga pendapatan produksi tidak harus disetor kepada negara dalam bentuk pendapatan negara bukan pajak (PNBP), tetapi menjadi income untuk sekolah mereka. Siswa bisa digaji dari hasil kerjanya. Ini juga mendorong mental kewirausahaan siswa.



Spoiler for Referensi:

kicquckAvatar border
TeodoremuantavvAvatar border
Teodoremuantavv dan kicquck memberi reputasi
2
587
3
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Education
EducationKASKUS Official
22.6KThread13.7KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.