Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

Yunie87Avatar border
TS
Yunie87
Skenario Allah (Cerpen Teenlit)

Tahun ajaran baru pun tiba. Rok biru kini berganti menjadi abu-abu. Bada subuh sudah kukenakan baju seragam sekolah lengkap dengan perlengkapan MOS lainnya. Aku ingin tampil sempurna. Tidak ingin terlambat pada hari pertama masuk sekolah. Hari yang serba baru. Mulai dari seragam, perlengkapan sekolah, sekolah, kelas, dan teman baru.




Alhamdulillah akhirnya aku diterima di SMA Negeri. Setidaknya biaya sekolah tidak mahal seperti SMP waktu itu. Dulu, karena kecerobohanku  telat mendaftar ulang, sehingga kesempatan aku masuk ke SMP Negeri terpaksa hanya angan semata. Ayah terpaksa pontang-panting mencari uang untuk biaya sekolahku yang cukup mahal. Berhubung, memang hanya itu satu-satunya SMP swasta yang dekat dengan rumah. Pada waktu itu Ayah belum mengijinkan aku, bersekolah di tempat yang jauh. 


Walaupun hanya seorang tukang ojek, Ayah akan berusaha sekuat tenaga untuk pendidikan anak-anaknya. Laki-laki yang sudah mulai terlihat keriput di wajah dan tangannya itu hanya tidak ingin anak-anaknya bernasib sama sepertinya. Hidup susah karena hanya lulus SD. 


Tekadku, harus bisa menorehkan prestasi, minimal mendapatkan ranking tiga besar di kelas. Tak ingin kalah dengan abangku yang saat ini sedang menyusun skripsi. Abang satu-satunya itu, bisa dikatakan tidak pernah meminta uang untuk biaya hidup atau kuliahnya. Dia sangat mandiri. Selain bergantung dengan beasiswa, laki-laki enam tahun di atasku itu juga kerja part time untuk biaya makan dan indekos yang berada di luar kota. Ah, semoga harapan itu bukan hayalan saja.


"Puji Astutik!" Tiba-tiba suara pak guru membuyarkan lamunanku. Aneh memang dalam kondisi seperti ini, bisa-bisanya aku berhalusinasi. Sementara bukankah seharusnya praktek itu lebih penting daripada teori?


"Iya, Pak!" jawabku sambil mengacungkan jari. Seperti biasa, absensi siswa memang kegiatan pertama yang dilakukan ketika memasuki kelas.


Hari ini hanya kegiatan kenal-mengenal saja ternyata. Mulai kenalan dengan teman sekelas, guru dan kakak kelas OSIS--panitia MOS. Program Masa Orientasi Siswa ini dilaksanakan tiga hari. Setelah MOS berakhir akan mulai kegiatan belajar seperti biasa. 


Oya, aku remaja yang senantiasa berkerudung dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, hijabku dilepas hanya saat berada di dalam rumah saja. Mungkin karena semenjak SD sudah dibiasakan ibu untuk menutup aurat, maka malu rasanya berada di luar tanpa penutup mahkota ini.

***

Kegiatan Masa Orientasi Siswa pun berakhir. Alhamdulillah, aku sudah memiliki empat teman akrab. Kami merasa cocok sama lain. Kebetulan mempunyai hobi sama dan duduk kami berdekatan. Di antara tiga orang itu, hanya aku yang berhijab. Bahkan Popy lebih cenderung tomboy. April dan Susan agak feminim. 


Hari-hari sekolah kulakukan dengan suka cita. Ternyata masa SMA itu lebih indah daripada SMP. Sifatku pun mulai berubah. Lebih cuek dan santai. benar kata pepatah, "Jika kau bergaul dengan penjual minyak wangi, maka kau akan terkena wanginya, pun sebaliknya jika bergaul dengan pandai besi maka akan terkena baunya." 


Sedikit demi sedikit mereka telah mempengaruhiku. Aku yang biasa pemalu. Sekarang sudah tidak memperdulikan lagi apa kata orang. Tertawa terbahak-bahak dan berbicara alay sudah makanan sehari-hari. Hal tersebut ada hubungannya dengan hobi kami atau tidak? Entahlah! Kami memang aktif mengisi mading sekolah.


Aku juga sudah mulai ikut-ikutan Susan dan April, mencari perhatian cowok. Tak ada lagi rasa malu dengan pakaian yang kugunakan. Toh, kakak kelas yang menggunakan hijab juga, malah melakukan hal yang lebih parah daripada aku, menurutku. Lagipula aku 'kan lagi masa pubertas, kembali aku melakukan pembelaan.


Bagai gayung bersambut, ternyata memang ada kakak kelas yang naksir aku. Diam-diam dia sudah memperhatikanku sejak MOS. "Assalamualaikum, Sholeha. Salam kenal, aku Dion anak XII IPS." Malam itu aku menerima WhatsApp dari seorang kakak kelas. Entah darimana, dia tahu nomor WA-ku? Sulit rasanya, mengingat siapakah gerangan yang bernama Dion ini? Ah, sial! Diriku benar-benar tak ingat siapa orang yang mengaku Dion ini.


Walau ragu, kubalas juga WA-nya. "Walaikum salam wrwb. Salam kenal juga, Kak. Tapi maaf aku lupa, Kakak yang mana, ya?" Namun, pesan itu tak dibalas. Biarlah, dia kecewa. Toh, aku jujur. Emang beneran nggak ingat wajah kakak itu. 


Keesokan hari, ada cowok sudah menyapaku. Ulala, hati ini dag-dig-dug seperti ingin perang. Maklum aku memang belum pernah dekat dengan cowok. Aksiku mencari perhatian cowok itu hanya berani kulakukan jika bersama Susan dan April, aja. Jago kandang, istilahnya. 


"Assalamualaikum, Sholeha. Aku Dion yang WA tadi malam." Dia tak patah semangat mendekatiku. Secara fisik Kak Dion cukup lumayan. Badan tinggi, kulit kuning langsat, rambut cepak, dan muka sedikit berjerawat, nggak jelek-jelek amatlah. Tunggu! Ah, iya aku baru ingat. Kak Dion ini anak basket. Aku pernah melihatnya bertanding di lapangan, sewaktu memasang mading sekolah. 


Setelah bengong beberapa menit. Kujawab salam pemain basket itu. "Walaikum salam wrwb, Kak. Iya, aku baru ingat kakak. Maaf! 'Kan kita sebelumnya emang belum kenalan. Ngobrolnya sambil jalan ya, kak! Kebetulan aku belum sarapan. Mau ke kantin dulu." Ya, salam lancar juga akhirnya bicaraku. 


"Ya, udah kutemanin ke kantin, ya. Sambil kita taarufan," ucapnya sambil cengengesan.


"What? Taarufan?" Mataku membelalak mendengar ucapannya.


"Iya, taarufan artinya kenalan 'kan?" Dengan entengnya dia menjawab pertanyaanku dengan pertanyaan lagi.


Tiba-tiba wajahku terasa panas. Mungkin karena malu. Toh, yang dikatakannya benar. Ta'aruf artinya memang kenalan. Aku aja yang salah memahami. Ah, diriku ke-GR-an. Duh, tambah malu.


Ya, itulah perkenalan aku dan 'si dia. Selanjutnya hubungan kami meningkat lebih jauh. Hari-hariku terasa sangat indah, lebih banyak dihabiskan bersama Kak Dion. Mulai berangkat sekolah, jam istirahat dan pulang sekolah. Kami bagai gula dan semut. Jarang tak bersama. Di sekolah, sudah rahasia umum kami ini pacaran. Hanya orang tuaku saja yang tidak tahu.


Tanpa disadari aku pun punya sifat baru. Pandai merangkai kata-kata atau menjadi pendusta yang ulung. Misal : aku sering minta izin sama ibu untuk belajar kelompok di rumah teman, padahal jalan bareng sama Kak Dion dan masih ada kebohongan lainnya. Hal itu seolah-olah sudah makanan sehari-hari bagiku.

***

Tak terasa aku sudah tiga bulan berstatus pacar Kak Dion dan malam itu, tepatnya malam Minggu. "Cintah, kamu beneran sayang 'kan sama aku?" tanya kesayangan itu padaku. Tak biasanya dia meragukanku. Entahlah, maksudnya apa?


"Lho, kok, nanyanya gitu, Yang? Kalau nggak sayang, ngapain kita masih pacaran?" Memasang mimik heran, pertanyaan dia kujawab dengan pertanyaan juga.


Tiba-tiba wajah kak Dion semakin mendekat ke wajahku. Aku hanya terdiam membatu. Benar kata orang, jika dua insan manusia yang berlawanan jenis berdekatan, maka yang ketiganya adalah setan. Mungkin saja, itu yang sedang kami alami. Tiba-tiba bibir Kak Dion sudah menyentuh pipiku. Plaaak!  Satu tamparan langsung kudaratkan pada wajah pria yang sedang 'kerasukan itu.


"Maaf, Say--" Belum selesai Kak Dion mengucapkan maaf, aku  telah berlari dari tempat terkutuk itu--taman yang sepi, remang-remang pula. Hanya ada beberapa pasangan manusia yang duduk  di sana. Terlambat menyadari, kenapa aku bodoh sekali? Mau saja diajak Kak Dion ke tempat mesum itu. Alhamdulillah Allah masih menolongku. Aku disadarkan dari surga yang fana, sebelum semuanya terlambat.


"Sayaaang, tunggu!"  Aku masih dapat mendengar suara Kak Dion  yang mengejarku. Bukannya berhenti, tapi kupercepat lari. Semoga saja, masih ada kendaraan umum di jalan besar sana, harapku dalam hati. Rasa takut dan cemas bercampur menjadi satu. Keinginan saat ini hanyalah cepat sampai rumah. Tak ada yang lain.


Tanpa disadari air mata telah membasahi pipi. Wajah kedua orang tua menghiasi anganku. Ah, aku sudah sangat berdosa membohongi mereka. Menyalahgunakan kepercayaan mereka. Wajah polos ini hanya topeng semata. Syukurlah di jalan raya, masih ada ojek. Kuseka air mata dan langsung merebahkan bokong di sepeda motor tanpa menanyakan jumlah ongkos yang harus dibayar, lalu berkata, "Jalan Pelita Harapan dekat Pasar Gili, ya, Bang!" Kuda besi itu pun berlalu dari tempat terkutuk itu.


Walaupun belakangan ini aku agak slengean, tapi aku masih ingat Tuhan. Solat lima waktu dan mengaji setelah Magrib masih kulaksanakan. Ibu pernah berkata hanya itu pegangan kita nanti. Jangan pernah ditinggalkan katanya menambahkan. Nah, ini mungkin salah satu pertolongan Allah. Aku tersadar dalam kubang dosa. Yup, sesungguhnya pacaran itu termasuk zina, walau tak bersentuhan. Toh, aku telah melakukan zina mata, mulut dan hati. Ya Rabb, maafkan aku! Dunia telah menyirnakanku. Betapa indahnya skenario-Mu, Ya Rabb. Kau uji aku dengan nikmat dunia. Padahal dalam Al Qur'an terjemahan yang pernah kubaca, dunia itu tak ada nilainya. Dunia itu fana. Akhiratlah kehidupan yang sebenarnya. Namun, betapa mudahnya aku terperdaya oleh rayuan syetan berwujud manusia. 

Ah, mengajiku selama ini berarti hanya sekadar membaca, tanpa memahaminya. 


Sampai di rumah, langsung kupeluk ibu dan menangis sejadi-jadinya. Malaikat tak bersayap itu hanya tercengang dan bingung menatapku. "Kamu, kenapa, Ji? Abis kecopetan?" Kalimat ibu itu terdengar cemas. Tentu saja itu rasa khawatir. Bagaimana tidak? Ibu tak pernah melihatku seperti ini. Ketakutan tentu sulit disembunyikan.


"Ma-ma-afin Puji, Bu! Pu-puji banyak dosa sama ibu dan bapak. Barusan Puji dapat karmanya." Bibir ini masih bergetar dan terbata-bata berbicara pada ibu. Rasa bersalah telah melunturkan ketakutan akan murka ibu dan ayah padaku. Ibarat orang sakit, minum obat adalah satu-satunya cara untuk sembuh. Sepahit apapun obat itu, pasti akan diminum.


"Kamu ngomong apa, sih, Ji? Anak ibu dan bapak nggak pernah ada yang salah, kok. Lha, wong kalian berdua patuh dan tahu diuntung. Nggak pernah ngerepotin orang tua." Tangisku semakin meledak. Ya, Allah! Betapa baiknya orang tuaku, tak pernah mereka berprasangka buruk pada anaknya. Padahal kebohonganku padanya tak terhitung dengan jari.


"Bu, maafin Puji! Selama ini Puji sering bohongin Ibu dan Bapak. Selama ini Puji nggak belajar kelompok, tapi pergi sama Kak Dion. Hanya berdua. Puji pergi pacaran." Plaaak! Tangan ibu refleks mendarat di pipiku. 


"Tega, kamu, Nak! Siapa yang ngajarin kamu jadi binal gini?" Ibu mengguncang-guncangkan tubuhku, lalu mendorongnya, "Kamu bukan Puji yang Ibu kenal!"


Suara motor khas bapak pun terdengar jelas di depan rumah. Cepat kuhapus air mata ini. Rasanya cukup, kekecewaan ibu saja yang kuhadapi malam ini. Biarlah besok saja disambung lagi lara nestapa ini. Ternyata harapan, tinggallah harapan.


"Ada apa ini?" Pertanyaan bapak mengagetkan aku dan ibu. Bagaimana mungkin kami tak mendengar suara pintu yang dibuka dan langkah kaki bapak? Sudah takdirku sepertinya masalah ini harus selesai malam ini juga.


"Anak yang selama ini kita banggakan, ternyata tega mencoreng muka kita, Pak! Puji selama ini berbohong. Dia tidak belajar kelompok tapi pacaran. Dia nggak malu sama sekali dengan kerudung yang dia gunakan. Aku gagal menjadi seorang ibu, Pak. Bagaimana mungkin aku tidak bisa merasakan kalau anak gadisku sudah banyak perubahan." Panjang lebar ibu menjelaskan semuanya pada bapak diiringi dengan deraian air mata. 


Muka bapak memerah, menahan amarah. Jika  harus terkena gamparan sekali lagi, aku ikhlas. Sakitnya tak sebanding dengan kekecewaan dan rasa sakit yang dirasakan oleh orang tuaku.


Aku bersujud pada kaki bapak dan ibu, yang sedang berdiri berdekatan. "Maafin, Puji, Pak-Bu! Puji khilaf." Bapak meraih tanganku, lalu memelukku.


"Selama ini bapak juga kurang memperhatikanmu, Nak! Bapak terlalu bersemangat mencari uang, sehingga sampai lupa, kamu sudah gadis. Tentunya kamu masih mencari jati diri dan pergaulanmu pun semakin luas. Godaan maksiat akan datang dari mana saja. Setidaknya bapak bersyukur kamu menyesali perbuatanmu, Nak. Toh, di dunia ini tak orang yang tak pernah salah. Setiap orang pun berhak mendapatkan kesempatan kedua." 


Panjang lebar bapak memberi nasehat padaku. Ibu pun ikut memelukku. Alhamdulillah mereka memaafkan dan kuberjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatan cerobohku. Alhamdulillah malam itu aku bisa tidur nyenyak tanpa dihantui dosa pada ayah dan ibu.


***

Pagi ini akan kumulai segalanya dari nol. Sebelum berangkat sekolah, kucium tangan ibu dan ayah. Hari ini rasanya … ah, tidak bisa diucapkan dengan kata-kata. Senyum selalu terpancar dari lengkungan bibirku. Terkadang aku menertawakan kebodohanku sendiri. 


Hari itu tak kupedulikan Kak Dion yang mencoba berkali-kali meminta maaf. Katanya dia khilaf. Namun, kubersyukur, kekhilafannya telah menyadarkanku. Memang selalu ada hikmah, di balik musibah. Inilah yang kualami.


Kukatakan pada Kak Dion, aku sudah tidak punya niat untuk pacaran lagi dan berterima kasih atas kekhilafannya yang telah mengembalikan sifatku yang dulu.

Hubungan dengan April, Susan dan Popy kembali akrab tapi tentunya tak seakrab dulu. Aku lebih menyeleksi lagi teman seperti apa yang harus kudekati. Kuputuskan masuk ekstra kulikuler rohis dan berhenti dari dunia per-mading-an. Toh, untuk menyalurkan hobi tulis, aku bisa ikut lomba-lomba literasi atau membuat buletin rohis setiap minggunya. 


Kembali kuluruskan niat bersekolah di sini. Hanya satu, yaitu menuntut ilmu. Tak boleh ada tujuan lain. Bagaimanapun juga untuk masuk sekolah negeri itu sulit. Belum lagi keadaan ekonomi keluargaku yang pas-pasan. Aku bertekad tidak akan lagi mengkhianati kepercayaan yang mereka berikan. Sangat berdosa rasanya, air susu  kubalas dengan air tuba. Aku bersyukur Allah menegurku di waktu yang tepat.

Tamat

Diubah oleh Yunie87 25-11-2019 13:51
nona212Avatar border
disya1628Avatar border
sayaitusiapaAvatar border
sayaitusiapa dan 18 lainnya memberi reputasi
17
1.9K
27
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.5KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.