i.am.legend.
TS
i.am.legend.
Miris, Anak-Anak di Perbatasan Lebih Memilih Sekolah ke Malaysia


Miris, Anak-Anak di Perbatasan Lebih Memilih Sekolah ke Malaysia

JawaPos.com – Sekolah Dasar Negeri 04 Merakai Panjang, Kecamatan Puring Kencana wilayah Kapuas Hulu Kalimantan Barat, sempat kekurangan siswa karena rata-rata anak di daerah tersebut lebih memilih sekolah ke Negara Malaysia, dibanding di negara sendiri. Kondisi sekolah di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia, ini tentunya sangat miris karena sudah berlangsung cukup lama.

“Tahun ini kami tidak mendapatkan siswa baru, karena para orang tua dan anak-anak lebih memilih sekolah di negara tetangga Malaysia,” kata Kepala SDN 04 Merakai Panjang, Lambertus Ngenget, di Desa Merakai Panjang, Kecamatan Puring Kencana, wilayah Kapuas Hulu, Minggu (17/11).

Menurut Lambertus, jumlah murid SDN 04 Merakai Panjang saat ini hanya sekitar 12 siswa, bahkan dari tahun ke tahun ada saja siswa keluar sekolah dan memilih melanjutkan sekolahnya di Malaysia.



“Tentu sarana dan prasarana menjadi faktor penyebab orang tua menyekolahkan anaknya ke Malaysia, kami tidak bisa berbuat banyak, karena memang kondisi SD Merakai Panjang itu banyak yang rusak,” jelas Lambertus.

Oleh sebab itu, kata Lambartus, dengan adanya program pengabdian tanpa batas tentara di perbatasan (Petasan) sangat membantu, karena memang melalui program tersebut SDN 04 Merakai Panjang dilakukan perehaban.

“Semoga saja dengan adanya Petasan itu dapat memberikan motivasi kepada kami sebagai guru dan masyarakat untuk mencerdaskan anak bangsa di perbatasan,” harap Lambertus.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kapuas Hulu, Petrus Kusnadi juga membenarkan bahwa rata-rata para orangtua masyarakat perbatasan menyekolahkan anak-anaknya ke Negara Malaysia.



Menurut Petrus, persoalan itu dilema berat, pertimbangan para orangtua di perbatasan itu berbagai faktor, pertimbangan politik dan sosiologis.

“Saya rasa ini PR bagi pemerintah Indonesia, bagaimana memperbaiki sarana dan prasarana pendidikan khususnya di daerah perbatasan,” ujar Petrus.

Pertimbangan politisnya kata Petrus, anak-anak perbatasan juga kebanyakan lahir di Malaysia, dimana memiliki jaminan pendidikan dan pekerjaan.

“Jadi di Malaysia sangat jelas dan terjamin bagi pelajar setelah tamat sekolah bisa langsung dijamin pekerjaan, saya rasa itu salah satu juga pertimbangan orangtua murid,” kata Petrus.

Menurut Petrus, kondisi pendidikan di perbatasan juga sudah sering disampaikan ke pemerintah pusat, karena harus kita akui bahwa kualitas pendidikan di Malaysia cukup baik, karena di dukung fasilitas yang memadai.

“Semoga kondisi tersebut menjadi perhatian serius pemerintah pusat, karena Dinas Pendidikan Kapuas Hulu tidak bisa berjalan sendiri dalam mengatasi persoalan tersebut,” pinta Petrus.
sumber

☆☆☆☆☆☆

Memalukan!
Tahun ke tahun sejak Orba tak ada perubahan soal sekolah. Dan selalu saja TNI yang harus diandalkan, seolah-olah Pemprov tak punya kewajiban sama sekali untuk memberi bangunan sekolah yang layak bagi generasi muda Indonesia menuntut ilmu.

74 tahun Indonesia merdeka. Tapi seperti baru 5 tahun merdeka. Kemana larinya APBN bagi pendidikan? Menguap begitu saja? Atau habis hanya untuk belanja pegawai?

Berkali-kali ganti Presiden. Berkali-kali ganti Gubernur, bangunan sekolah dibanyak wilayah negeri ini tak pernah berganti wajah.

Pantaskah kalau kita menuntut anak-anak kecil disana mencintai negeri ini? Pantaskah kita berbicara tentang nasionalisme, jika tahun ke tahun mereka seakan dininabobokan oleh kemajuan semu bangsa ini?

Dulu, kita pernah terhina saat mendengar dan melihat betapa dihinanya uang logam kita, dibuat kalung mainan oleh rakyat negara tetangga. Padahal uang logam itu masih menjadi alat sah untuk pembayaran. Tapi sekarang kita mulai maklum, kita memang harus dihina. Karena kita menghinakan diri kita sendiri.

Sebagian rakyat negeri ini terbiasa menghina bangsa lain, seolah dengan menghina bangsa lain, maka kita akan memperoleh kebanggaan, merasa hebat. Kita lupa, saat kita tertawa menghina, dengan diam mereka membuktikan bahwa mereka memang terdepan. Saat kita sibuk tertawa, mereka melakukan sebuah lompatan besar. Dan ketika mereka telah melompat jauh didepan kita, kita masih tetap sibuk tertawa dan menghina.

Seharusnya mereka yang suka menghina bangsa lain, melihat kenyataan didepan mata. Pantaskah kita bangga melihat betapa menyedihkannya bangunan-bangunan sekolah dipelosok negeri ini? Pantaskah pilihan-pilihan politik mereka memilih para pemimpin, bupati, walikota, gubernur, bahkan presiden?

Harus menunggu berapa lama bangsa ini punya standar yang jelas tentang pendidikan? Tentang bangunan sekolah yang memadai?

Siapa yang memakan dana operasional sekolah? Siapa yang memakan dana pendidikan negeri ini?

Mulai sekarang, jangan pernah berharap Merah Putih berkibar di halaman sekolah mereka.
Jangan harap mereka menghormat pada Merah Putih.
Jangan pernah menuntut mereka mengenal pemimpin-pemimpin bangsa ini.

Bahkan kalau perlu, tak perlu ada DPD!
Apa kerja mereka?
Apa mereka pernah menengok bangunan-bangunan sekolah di propinsi yang mereka wakili?
Atau terlalu sibuk ditempat nyamannya di gedung dewan? Lalu apa yang mereka wakili?

Muak gw!

andretarinaxneakerzsebelahblog
sebelahblog dan 23 lainnya memberi reputasi
24
6.7K
95
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
668.8KThread39.5KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.