Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

hardlenAvatar border
TS
hardlen
Mengenal Fenomena Likuefaksi
Mengenal Fenomena Likuefaksi

Peristiwa likuefaksi. (ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah)





Beberapa waktu lalu, masyarakat sempat dihebohkan oleh peristiwa longsor aliran yang terjadi di area pertambangan Kabupaten Tana Tidung, Kalimantan Utara (Kaltara). Masyarakat pun berasumsi bahwa peristiwa tersebut merupakan likuefaksi atau pencairan tanah.

Namun, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menjelaskan bahwa fenomena longsor di wilayah pertambangan Kaltara merupakan longsor aliran (flow slide). Peristiwa ini berbeda dengan likuefaksi.

Peneliti Geoteknik LIPI Adrin Tohari mengungkap bahwa longsor aliran tersebut berbeda dengan likuefaksi yang sempat terjadi pascagempa di daerah Palu, Sulawesi Selatan.

Perbedaan terdapat pada pemicu longsor aliran. Longsor di Palu disebabkan gempa, sedangkan longsor di pertambangan disebabkan perbuatan manusia atau hujan. Selain itu, longsor di Palu atau likuefaksi terjadi pada jenis tanah yang berlapis pasir akibat kondisi jenuh air. Sedangkan longsor di pertambangan Kaltara, terjadi pada tanah dengan lapisan lempung lunak.

“Perbedaaan dengan likuefaksi yang terjadi di Palu adalah pemicunya. Likuefaksi dipicu oleh gempa, sedangkan longsoran ditambang dipicu oleh kejenuhan lapisan tanah oleh hujan atau karena kesalahan pemotongan lereng. Untuk kasus di Kaltara ini perlu di cek apakah kejadian kelongsoran itu setelah hujan atau tidak,” ujar Adrin, mengutip CNNIndonesia.com.

Imam Achmad Sadisun dari Kelompok Keahlian Geologi Terapan, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB menerangkan bahwa likuefaksi sendiri bisa diinterpretasikan sebagai perubahan material padat seperti endapan sedimen yang disebabkan gempa bumi.

Imam juga menjelaskan, bila posisi tanah terletak pada suatu kemiringan maka tanah akan ‘bergerak’ ke arah bagian bawah lereng secara gravitasional. Pergerakan ini membuat tanah terlihat seperti ‘bergerak’ sendiri dan membuat sejumlah benda di atasnya seperti pohon, tiang listrik, bahkan rumah dan gedung juga turut bergeser.

Lebih lanjut, Imam menambahkan jika kekuatan pergesekan tanah belum terlampaui serta tekanan air pori yang naik lumayan kuat, akan hanya mengakibatkan berbagai retakan di tanah. Dari retakan tersebut muncullah air dengan material pasir.

Pada umumnya, peristiwa likuefaksi terjadi pada gempa di atas 5 SR serta kedalaman sumber gempa dengan kategori dangkal. Material yang terlikuefaksi biasanya berada di kedalaman sekitar 20 meter. Likuefaksi juga hanya terjadi di bawah muka air tanah setempat dan tidak terjadi di atas muka air tanah. Imam juga menambahkan bahwa potensi likuefaksi dapat dikurangi.

“Secara rekayasa, potensi likuefaksi bisa dikurangi, yaitu dengan membuat material tanah menjadi lebih padat atau keras dengan cara pencampuran dengan semen (soil mixing), injeksi semen (grouting), dengan membuat pondasi dalam sampai tanah keras, dan sebagainya,” ungkap Imam.


0
193
0
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Sains & Teknologi
Sains & TeknologiKASKUS Official
15.5KThread11.4KAnggota
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.