BoKang.klanAvatar border
TS
BoKang.klan
Dihukum Bayar Denda Rp 4 M Akibat Pegawai Bank Salah Transfer,Nasabah Banding



KASUS pegawai BNI 46 salah transfer Rp 2.8 miliar memasuki babak baru.

Terdakwa pegawai BNI 46 salah transfer Rp 2.8 miliar, Eddy Sanjaya (66), mewakili PT Darma Utama Mestrasco melakukan banding setelah dipidana denda Rp 4 miliar akibat menggunakan uang Bank BNI sebanyak Rp 2,8 miliar yang salah dikirimkan ke rekeningnya.

Banding kasus pegawai BNI 46 salah transfer Rp 2.8 miliar dilakukan terdakwa Eddy Sanjaya tepat tujuh hari setelah vonis, Senin (28/10/2019).

Majelis Hakim menghukum terdakwa Eddy Sanjaya (66) dengan hukuman denda Rp 4 miliar di Pengadilan Negeri Medan, Senin (28/10/2019).

Selain hukuman denda, terdakwa juga dihukum Majelis Hakim membayarkan kerugian pihak PT Bank BNI tbk Cabang Medan sebesar Rp 2.880.574.000.

Terdakwa terbukti melanggar pasal Pasal 85 Jo Pasal 87 jo Pasal 88 UU RI NO 3 Tahun 2011 tentang Transfer dana Jo Pasal 97 UU No 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

"Dengan ini menyatakan terdakwa terbukti bersalah dengan sengaja menguasai dan mengakui sebagai miliknya.

Dana hasil transfer yang diketahui atau patut diketahui bukan haknya.

''Menjatuhkan pidana pokok denda Rp 4 miliar dengan kewajiban mengembalikan uang yang belum dikembalikan sebesar Rp 2,8 miliar beserta jasa bunga dan kompensasi sebesar 6 persen per tahun sejak 2013," tutur Ketua Majelis Richard Silalahi.

Hakim juga menjelaskan dalam amar putusannya apabila terdakwa tidak membayarkan seluruh denda maka harta benda selama 2 bulan maka harta benda terdakwa akan dilelang untuk membayarkan seluruh denda.

Bagi Majelis Hakim hal yang memberatkan terdakwa Eddy karena telah merugikan pihak Bank BNI 46 karena tidak melakukan pengembalian.

"Hal yang meringankan belum pernah dihukum dan mengakui perbuatannya," cetus Hakim Richard.

Saat dibacakan, terdakwa yang berasal dari Jalan Kol Soegiono No 12-D RT/RW 001/005 Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun ini tampak menutup matanya dan terlihat termenung.

Kuasa Hukum Terdakwa Eddy, Ilham Gandhi Lubis menyebutkan bahwa pihaknya akan mempersiapkan memori banding yang membantah putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan.

"Memori secepatnya kami upayakan karena sampai hari ini belum mendapatkan putusan dari PN Medan sendiri. Nanti kami mengacu pada hal itu untuk membuat memori banding," tegasnya, Senin (4/11/2019).

Menurut Lubis, kliennya seharusnya tidak dikenakan hukum pidana seseuai Peraturan Mahkamah Agung No 13 Tahun 2016 pasal 8.

Peraturan itu menyebutkan bahwa korporasi yang telah bubar setelah terjadinya tindak pidana tidak dapat dipidana, akan tetapi terhadap aset milik korporasi yang diduga digunakan untuk melakukan kejahatan dan/atau merupakan hasil kejahatan, maka penegakkan hukumnya dilaksanakan sesuai dengan mekanisme sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Bahkan, ia berani mengatakan bahwa putusan di tingkat pengadilan pertama ini cacat demi hukum dan merupakan tanggapan yang salah.

"Tentunya pembelaan-pembelaan dan upaya hukum yang sesuai karena dalam Perma dikatakan bahwa koorporasi yang telah bubar tidak dapat dilakukan pidana maupun aset-asetnya.

Harusnya dilakukan gugatan perdata.

Kami pikir ini tanggapan hukum yang salah oleh pengadilan di tingkat pertama, Harusnya tidak bisa dijerat dalam pasal pidana," tegasnya.

"Ya, harusnya mengacu pada Perma, ini cacat hukum karena Majelis Hakim tidak mempertimbangkan Perma tersebut harusnya itu jadi landasan," tambah Ilham.

Bahkan ia menyebutkan bahwa pihaknya sudah berniat mengembalikan kerugian negara dengan menyicil namun tidak diindahkan.

"Sebelumnya, sudah kita kirimi surat jadi untuk mitra yaitu melakukan pembayaran namun mereka tidak setuju karena pembayaran diajukan melalui cicilan," tuturnya.


Majelis Hakim menghukum terdakwa Eddy Sanjaya (66) terdakwa kasus salah kirim rekening Rp 2,8 Miliar dengan hukuman denda Rp 4 miliar di Pengadilan Negeri Medan, Senin (28/10/2019). (TRIBU NMEDAN/VICTORY HUTAURUK)

Sementara, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rosinta Simanjuntak menegaskan bahwa dirinya akan mempersiapkan kontra memori banding.

"Kami pastikan untuk menyiapkan memori kontra banding.

Padahal kita sudah sependapat sebenarnya dengan Majelis Hakim, enggak ada keberatan lagi.

Tapi kalau dia mau banding, ya kita harus siapkan," bebernya.

Ia juga membantah pernyataan Kuasa Hukum terdakwa yang menyebutkan bahwa perkara ini seharusnya masuk ranah perdata.

Hal itu karena pihak Eddy sendiri yang mencabut perkara tersebut.

"Gitulah, buktinya kemarin di perdata dicabutnya, belum ada keputusan apapun yang menyatakan itu perdata.

Jadi dulu sudah ada gugatan perdata.

Ditarik lagi, jadi sanggup dia mengatakan perdata.

Tidak ada ketentuan manapun yang mengatakan itu perdata," pungkasnya.

Kronologi Kasus

Dalam dakwaan, Terdakwa PT Darma Utama Mestrasco (yang diwakili oleh Direktur Utama Eddy Sanjaya) ditangkap pada 12 Juli 2013 sekitar pukul 09 WIB bertempat di Jalan Kol Soegiono No 12-D RT/RW 001/005 Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun.

Terdakwa Eddy adalah Dirut PT. Dharma Utama Metrasco yang merupakan perusahaan swasta nasional yang bergerak di bidang jasa pemasaran/penjualan tiket penerbangan domestic/Internasional, jasa tour pariwisata, hotel booking dan lainnya.

Lalu pada tanggal 12 Juli 2013 sekitar pukul 09.00 WIB saksi Raja Penawar Sembiring yang bertugas dan melayani sebagai teller di PT. Bank BNI Tbk Cabang Medan tepatnya yang berada di Jalan Pemuda No 12 Medan melakukan transaksi tunai, non tunai maupun kliring yang masuk.

"Dimana saat itu saksi Raja Penawar menerima dua berkas bilyet giro yang harus dilakukan setoran kliring yaitu setoran kliring ke rekening BNI milik terdakwa PT Darma Utama Metrasco dan kedua rekening BNI PT Supernova," jelas Jaksa.

Pada pengiriman pertama, saksi Raja Penawar Sembiring melakukan pemindahan dana dari Bilyet giro terdakwa PT Darma Utama Metrasco sebanyak Rp 3.000.000.

Raja Penawar Sembiring membuka di komputer menu Transfer kliring, lalu saksi Raja menginput data yang memuat sumber dana, Tujuan transfer dana, dan jumlah nominal, lalu saksi Raja menekan tombol klik “OKE” pada layar komputer untuk otorisasi.

Setelah itu saksi Raja Penawar Sembiring meminta pada penyelia/supervisor saksi Mukti Wigati untuk melakukan otorisasi terkait penyetoran dana ke terdakwa PT Darma Utama Metrasco.

"Kemudian saksi Mukti Wigati memasukkan “NPP dan Pasword” yang menandakan bahwa proses transfer sudah sesuai dan secara otomatis dana berpindah sebesar Rp 3.000.000 ke rekening terdakwa PT Darma Utama Metrasco.

Selanjutnya saksi Raja Penawar memasukkan setoran kliring yang kedua dengan tujuan PT Supernova berupa satu lembar warkat Bilyet Giro CIMB Niaga No AAR 332078 dengan nilai nominal sebesar Rp 3.610.574.000.

Prosesnya sama dengan yang pertama.

Ternyata saksi Raja Penawar Sembiring lalai dalam melakukan setoran kliring Bilyet giro CIMB Niaga No AAR 332078 sebesar Rp 3.610.574.000 dimana Saksi Raja Penawar Sembiring hanya menggantikan nilai nominal saja yakni sebesar Rp 3.610.574.000 tanpa melakukan pengecekan sumber dana dan tujuan transfer dana.

"Sehingga dana sebesar Rp 3.610.574.000 tersebut masuk ke rekening BNI no 145798344 atas nama terdakwa PT Darma Utama Metrasco dan yang seharusnya terbukukan ke rekening PT Supernova No 13733998 yang berada di Jakarta," jelas Jaksa.

Kemudian pada tanggal 14 Juli 2013 terdakwa PT Darma Utama Metrasco yang saat itu dipimpin oleh Dirut Eddy Sanjaya mengetahui dari saksi Beny Sanjaya selaku Direktur PT Darma Utama Metrasco ada dana masuk sebesar Rp 3.610.574.000 ke rekening giro PT BNI Tbk atas nama nasabah terdakwa PT Darma Utama Metrasco No 145798344.

"Selanjutnya atas kesepakatan bersama pengurus PT Darma Utama Metrasco selaku Direktur Utama Eddy Sanjaya dan Direktur Benny Sanjaya kemudian menggunakan dana tersebut untuk keperluan operasional dari terdakwa PT Darma Utama Metrasco tanpa mengkonfirmasi terlebih dahulu asal usul masuknya dana tersebut," jelasnya.

Kemudian pada tanggal 26 Juli 2013 pihak PT BNI tbk Cab Jalan Pemuda Medan mendapat pemberitahuan dari pihak PT BNI tbk cabang Utama Jakarta kota, bahwa terjadi kesalahan/kelalaian sehingga dana sebesar Rp 3.610.574.000 belum ada sampai ke PT Supernova di Jakarta yang berasal dari rekanan bisnis PT Supernova yakni PT Indofood Corporation.

Kemudian segera pihak PT BNI tbk cabang Jalan Pemuda Medan pada tanggal 26 Juli 2013 sekitar pukul 14.00 WIB oleh saksi Raja Penawar Sembiring dan saksi Mukti Wigati bersama saksi Astuti Akbar melakukan konfirmasi ke terdakwa PT Darma Utama Metrasco dan menemui saksi Ayien sebagai kasir keuangan.

"Kemudian kasir membenarkan adanya masuk dana sebesar Rp 3.610.457.000 pada tanggal 12 juli 2013 ke PT Darma Utama Metrasco dan saksi kemudian mengkonfirmasi kepada pimpinan terdakwa PT Darma Utama Metrasco yang saat itu dipimpin oleh Direktur Utama Eddy Sanjaya," tuturnya.

PT BNI tbk cabang Medan melakukan musyawarah ke terdakwa PT Darma Utama Metrasco untuk pengembalian dana tersebut yang dihadiri pimpinan PT Darma Utama Metrasco Edy Sanjaya selaku direktur Utama dan Benny Sanjaya selaku direktur.

"Lalu pada 2 Agustus 2013 atas persetujuan dari terdakwa PT Darma Utama Metrasco kepada PT. BNI tbk untuk mendebet rekening terdakwa PT Darma Utama Metrasco sebesar Rp 730.000.000 sehingga sisa dana yang masih digunakan adalah sebesar Rp 2.880.574.000," jelas JPU Rosinta.

Namun kemudian setelah PT BNI Tbk melakukan pendebetan sebesar Rp. 730.000.000 dari rekening terdakwa PT Darma Utama Metrasco tersebut, terdakwa PT Darma Utama Metrasco tidak juga ada melakukan pembayaran dana yang sudah terpakai.

PT.BNI tbk telah melakukan somasi sampai tiga kali, namun terdakwa PT Darma Utama Metrasco tidak mengembalikan kekurangan dana sebesar Rp 2.880.574.000 tersebut ke PT BNI tbk cab Medan bahkan telah digunakan terdakwa untuk keperluan daripada operasional PT Darma Utama Metrasco tersebut.

"Akibat dari perbuatan terdakwa PT Darma Utama Metrasco, saksi korban pihak PT BNI tbk merasa keberatan dan mengalami kerugian sebesar Rp 2.880.574.000," pungkas Rosinta.

https://medan.tribunnews.com/2019/11...nding?page=all

Aiyaaaahhh, mupet salah transfer, acong kenak penjara emoticon-Ngakak (S)

Aiyaaaahhh, mupet salah pasang pipa gas pgn, acong sekeluarga mati kenak ledakan gas, hancur sederetan ruko emoticon-Ngakak (S)

Aiyaaaahhh, mupet pasang pipa air, rumah acong tak ada air tiap pagi, padahal bukan luko emoticon-Ngakak (S)

Aiyaaaahhh, mupet patroli preman, ruko acong malah lebih ramai reman emoticon-Ngakak (S)

Aiyaaaahhh, mupet jadi security, malah dia yg ngerampok emoticon-Ngakak (S)

Aiyaaaahhh, mupet jadi agamawan, malah dia rangkap jadi cetan nya emoticon-Ngakak (S)

Aiyaaaahhh, mupet cs opsel bantu hilang sim, mintak pungli sim baru, bonus rbt penguras pulsa emoticon-Ngakak (S)

Aiyaaaahhh, mupet dijadikan jukir resmi, malah malak tarif kaya preman parkir ga resmi emoticon-Ngakak (S)

Aiyaaaahhh, mupet jadi aparatur negara, malah dia yg hancurin negara emoticon-Ngakak (S)

Aiyaaaahhh, mending jangan nabung di BNI 46 atau bank2 lain yg banyak karyawan mupet, bawa sial aaaaaaa emoticon-Ngakak (S)
sebelahblogAvatar border
4iinchAvatar border
4iinch dan sebelahblog memberi reputasi
2
2.1K
13
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
670.6KThread40.7KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.