Kaskus

News

Pengaturan

Mode Malambeta
Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

  • Beranda
  • ...
  • Bisnis
  • Mandatori B30 Bikin Harga Sawit Potensi Terdongkrak Lagi

padanglurus1Avatar border
TS
padanglurus1
Mandatori B30 Bikin Harga Sawit Potensi Terdongkrak Lagi
 Mandatori B30 Bikin Harga Sawit Potensi Terdongkrak Lagi
Presiden Joko Widodo  kerap membuat keputusan yang dalam  pandangan sebagian kalangan, khususnya yang cuma berpikir jangka pendek, terlihat sangat merugikan.  Lihat saja bagaimana langkah drastis yang diambil saat memutuskan penghapusan subsidi BBM.
Untuk jangka pendek kebijakan tersebut memang menyakitkan, karena membuat harga-harga barang pokok otomatis naik. Namun untuk  jangka menengah dan panjang, kebijakan tersebut justru membuat apa yang tadinya tak terbayangkan, ternyata mampu diwujudkan.
Hal sama sepertinya juga berlaku untuk program mandatory biodiesel kadar 30 persen (B30) minyak kelapa sawit atau CPO yang rencananya akan diberlakukan para Januari 2020 mendatang.
Pemberlakuan keharusan penggunaan B30 itu diperkirakan akan menjadi pendorong utama  kenaikan harga CPO dalam negeri. Pada tahun-tahun sebelumya, kenaikan harga komoditas ini lebih banyak tergantung pada kebutuhan pasar manca negara, alias untuk ekspor. Maka dalam waktu tak lama lagi, diperkirakan dorongan peningkatan harga itu  bakal datang dari dalam negeri karena. Naiknya pun cukup signifikan yakni antara 25-40 persen. Prediksi kenaikan tersebut bukan dibuat oleh analis lokal,  melainkan oleh sejumlah lembaga riset mancanegara.
Salah satu yang mengatakan harga sawit  dalam negeri akan terdongkrak naik adalah Thomas Mielke dari analis dari Oil World asal Jerman.
Mielke mengatakan  B30 yang digeber oleh Jokowi  bakal mendongkrak kebutuhan minyak sawit dalam negeri, sehingga berpengaruh kepada pasar internasional. Diproyeksikan, kebutuhan minyak sawit akan naik sekitar 2 juta ton dari 15 juta pada 2019 menjadi 17 juta ton pada 2020.
Itu terjadi karena saat implementasi B30 berjalan penuh, maka total sawit yang terserap akan mencapai  9,3 juta ton sampai 9,5 juta ton yang juga termasuk untuk kebutuhan mancanegara.
Sementara, produksi minyak sawit pada tahun depan itu hanya akan naik  1,8 juta ton menjadi 45,4 juta ton pada 2020. Angka ini berasal dari asumsi produksi tahun ini sekitar 43,6 juta ton.
Kondisi tersebut akan sangat memungkinkan harga sawit domestik berada di kisaran  US$650 sampai US$700 per ton pada periode Januari-Juli 2020.  Bandingkan dengan  rata-rata harga sawit  dalam negeri per  Oktober 2019  yang berada di angka US$510 dolar, atau berselisih naik sebesar 27 hingga 39 persen.
Sementara, harga minyak sawit internasional di bursa CIF ROtterdam diperkirakan menyentuh kisaran US$660 per ton. Proyeksi tersebut naik 16 persen dari rata-rata harga sekitar US$565 per ton pada bulan ini.
Prakiraan serupa juga disampaikan analis dari LMC  International  James Fry yang dari Inggris. Menurutnya harga minyak sawit di pasar domestik berada di kisaran US$650 per ton pada semester I 2020. Harga sawit bisa menembus US$700 per ton pada semester II 2020.
Sementara, harga minyak sawit di bursa CIF Rotterdam akan menguat ke kisaran US$700 per ton pada paruh pertama dan US$750 per ton pada paruh kedua tahun depan.
Pada saat bersamaan, akibat program B30 yang membuat harga bahan baku sawit menjadi  naik ke tingkat yang tak akan bisa disamai oleh minyak nabati sejenis, seperti minyak kedelai dan minyak matahari yang jadi andalan negara competitor biodiesel Indonesia.
 Akibat lain, karena pasokan yang diperlukan mencapai 2 hingga tiga juta ton (dari kebutuhan), membuat sawit berpeluang naik hingga lebih dari US$100 dolar pada tahun depan tersebut.
Prediksi  bahwa pasar sawit akan lebih banyak beralih ke dalam negeri  dibenarkan oleh Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Mahendra Siregar. Selain karena kebutuhan lokal yang memang terus naik, pasar utama seperti negara-negara maju Eropa yang selama ini menjadi sasaran utama, pada 5-10 tahun ke depan ekonomi mereka masuk periode sunset, alias melemah.
Pada saat bersamaan negara-negara berkembang mulai menjadi tulang punggung ekonomi dunia. Menurut Mahendra, pada 10 tahun mendatang,  empat dari lima dan tujuh contributor penggerak  ekonomi dunia  berasal dari negara berkembang, bukan maju seperti Eropa saat ini.


0
149
0
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Bisnis
Bisnis
KASKUS Official
70.3KThread12.2KAnggota
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.