• Beranda
  • ...
  • The Lounge
  • ‘Latte Factor’, Gaya Hidup Kekinian yang Banyak Dialami Generasi Milenial

benben1404Avatar border
TS
benben1404
‘Latte Factor’, Gaya Hidup Kekinian yang Banyak Dialami Generasi Milenial


Kedai kopi yang mulai menjamur dan muncul di setiap sudut membuat masyarakat, terutama kaum muda akhir-akhir jadi demam ngopi. Bukan sekedar minuman untuk melepas kantuk, kopi sekarang udah dijadikan gaya hidup. Belum sah rasanya kalau hari ini belum ngopi. Bukan kopi yang diseduh sendiri, tentunya, tapi harus kopi yang dibeli dari berbagai coffee shop kekinian.

Apa Gan Sis termasuk penganut gaya hidup ini? Kalau iya, berarti sekarang pengeluaran harian kalian bertambah untuk membeli secangkir kopi tiap pagi. Nah, pengeluaran-pengeluaran yang sebenernya nggak dibutuhkan ini nih yang disebut ‘Latte Factor’.



Istilah ini dipopulerkan oleh David Bach, penulis sekaligus pakar finansial asal Amerika Serikat. Istilah Latte Factor mengacu pada pengeluaran-pengeluaran kecil yang sifatnya rutin, tapi sebenernya nggak begitu penting dan bisa ditiadakan. Nama ‘Latte’ Factor dipilih  Bach karena terinspirasi dari budaya ngopi yang udah disebutkan di atas. Bach mengatakan, pengeluaran seseorang untuk secangkir kopi bisa melebihi pengeluaran untuk listrik dan air setiap bulan.

Bayangkan aja, seorang pekerja yang rutin ngopi setiap pagi. Sebut aja harga rata-rata secangkir kopi itu 30 ribu. Kalau dihitung-hitung, dalam 30 hari,  orang tersebut bisa menghabiskan 900 ribu cuma untuk secangkir kopi. Eh tapi istilah Latte Factor ini bukan dibuat untuk melarang kalian ngopi, ya. Bagi yang memang harus ngopi tiap pagi, bisa menyeduh kopi bubuk sendiri yang jauh lebih murah.

Latte factor nggak hanya mengacu pada pengeluaran untuk membeli kopi, tapi juga pengeluaran-pengeluaran kecil lainnya yang sebenarnya bisa dihindari, seperti membeli cemilan, biaya membeli air mineral kemasan,  biaya memesan transportasi online (yang bisa dihindari dengan naik kendaraan umum) , dan sebagainya. Setiap orang punya Latte Factornya masing-masing.



Menurut Bach, Latte Factor lebih banyak dimiliki sama generasi milenial, terutama akibat kemajuan teknologi yang memudahkan kita buat mengeluarkan uang. Uang-uang elektronik dan dompet digital, misalnya, membuat kita bisa mengeluarkan uang tanpa berpikir panjang. Apalagi dengan iming-iming cashback yang menggiurkan.

Bach berpendapat kalau tujuan aktivitas Latte Factor yang dikerjakan oleh kaum milenial sebenarnya cuma sekedar untuk eksistensi di media sosial, mengikuti tren, atau memuaskan nafsu belanja yang hanya akan disesali kemudian. Ujung-ujungnya pengeluaran-pengeluaran ini cuma bikin bokek dan dompet menipis.



Hayoo coba cek kebiasaan belanja kalian, pengeluaran apa aja nih yang termasuk Latte Factor dan bisa kalian kurangin?


Spoiler for sumber:


sebelahblogAvatar border
viensiAvatar border
viensi dan sebelahblog memberi reputasi
2
591
3
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923KThread83KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.