Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

telah.ditipuAvatar border
TS
telah.ditipu
VVVV Ep. 1

[bold]Ep. 1[/bold]

Quote:


Aku disini sendirian. Tidak ada teman atau kawan yang bisa diajak bercerita. Tidak ada sesuatu yang bisa digunakan, apakah itu benda atau barang - barang umum seperti meja, kursi, atau tempat tidur. Jangankan mereka, bahkan sebatang tusuk gigi saja tidak tampak oleh kedua mataku. Segalanya kosong.

Apalagi lampu. Jelas tidak ada. Kuarahkan kedua mataku ke samping, hanya hitam yang terlihat. Kugeser pandanganku ke belakang, cuma legam yang merapat. Aku kembali meluruskan pandangan ke depan, tapi sama saja. Aku dikelilingi oleh kegelapan.

Disini sungguh sepi. Tidak ada suara apapun atau siapapun. Hanya sesekali kudengar suara detak jarum jam, entah itu berasal darimana. Bunyinya begitu keras di telingaku, karena saking sepinya disekitarku. Tapi kadang perlahan memudar lalu menghilang.

Otakku mulai berpikir. Kalau disini saja ada bunyi detak jam, pastilah ada seseorang yang menaruh jam itu di tempat ini. Itu artinya aku masih ada di dunia ini. Aku belum mati. Untuk pertama kalinya, aku merasakan bahuku agak enteng, tidak setegang tadi.

Kugerakkan tubuhku tapi tidak bisa. Aku merasakan sebuah sakit, entah di bagian mana. Aku tak memaksa. Kudiamkan saja selama beberapa saat.

Tiba-tiba muncullah sebuah titik putih didepanku. Titik putih itu sangat kecil. Mungkin seukuran diameter tusuk gigi. Titik sekecil itu seolah matahari bagiku yang terperangkap di kegelapan. Titik itu terlihat berpendar sangat jelas, bagai bintang di langit malam.

Kulihat saja titik itu. Ia tetap disana. Diam tak bergerak atau bergeser sedikit pun. Entah ini karena mataku yang terlalu lama menatap gelap, atau mungkin titik itu yang membesar, aku mengamati bahwa titik itu berubah. Ia tidak lagi kecil. Perlahan ia membesar, membesar dan terus membesar.

Perutku serasa mual. Pikiranku campur aduk. Aku merasa bingung, tak percaya juga setengah ketakutan. Ingin ku berlari, tapi tubuhku masih tergeletak tak berdaya. Sedangkan titik itu kini sudah seukuran bola basket, hanya berjarak beberapa meter didepanku.

Aku ingin memejamkan mata, tidak mau melihat apa yang akan terjadi selanjutnya. Tapi sebuah raungan yang terdengar sangat keras kembali membuatku terjaga. Raungan itu datang lagi, sama kerasnya dengan yang tadi. Lalu dari dalam titik putih yang sebesar bola basket tadi, entah bagaimana caranya tiba-tiba keluarlah sesosok bayangan hitam.

Bayangan itu kukira manusia, tapi setelah kuamati lagi ternyata bukan. Lebih mirip kucing, atau mungkin serigala. Kedua matanya merah. Dan ia meraung sekali lagi, kali ini lebih keras dari yang tadi. Dan lebih panjang. Ia tidak hanya meraung. Ada nada dan tempo tertentu yang membuat raungannya terdengar melolong tinggi dan menggeram rendah. Ia seperti berbicara.

Belum sempat kebingunganku habis, disampingku juga ada hal serupa. Awalnya berupa titik kecil putih, lalu perlahan membesar dan mengeluarkan bayangan kepala serigala. Hanya saja yang ini tidak seberisik yang tadi. Ia lebih banyak diam dan terus menatap ke arahku dengan tatapan misterius. Kadang aku jadi bergidik saat beradu tatapan dengannya.

Inginku bertanya, tapi tidak bisa. Yang keluar dari mulutku bukanlah kata atau kalimat seperti yang dibicarakan orang pada umumnya, tapi hanya raungan. Kuingat lagi, suara raungan yang keluar dari mulutku tidak berbeda jauh dengan suara raungan serigala yang tadi.

Oh, celaka! Bagaimana ini?

Lalu tempat gelap itu mulai disinari oleh titik-titik putih seperti tadi, dan mereka juga membesar dan terdapat serigala di dalamnya. Para serigala itu lalu keluar dari lingkaran masing-masing, meloncat dan berdiri didepanku, disampingku juga dibelakangku.

Kini tampaklah tubuh utuh mereka. Para serigala itu tidak merangkak seperti yang kukenal selama ini, tapi setengah berdiri. Telinganya juga tidak sekecil biasanya. Telinganya panjang dan terjulur ke belakang tengkuknya, membentuk seperti huruf S kalau dilihat dari samping.

Tubuh mereka ada yang sebesar orang dewasa tapi ada juga yang berukuran setengahnya. Mereka, setelah titik putih itu menghilang, tampak berwarna-warni. Ada yang berwarna biru laut, hijau rumput, kuning telur dan merah tomat. Khusus yang pertama muncul tadi, warnanya tetap hitam dan matanya merah menyala.

Aku bertanya-tanya, siapa mereka ini? Apa tujuan mereka? Dan yang lebih awal, ada dimana aku sekarang?

Lalu seorang, atau sesosok dari mereka berjalan dan mendekatiku. Tubuhku masih belum mampu bergerak. Kutatap matanya yang berwarna kuning bercampur hitam. Hidungnya bergerak pelan, mendengus-dengus seperti membaui makanan. Ia tidak bergerak untuk beberapa saat, hanya mematung dihadapanku yang terkulai lemah.

Aku merasakan bulu kudukku hangat. Bahuku juga terasa kaku. Aku mencoba untuk memaksa tanganku, kakiku, atau bagian tubuhku yang manapun agar bergerak, namun tak bisa.

Perlahan ketakutan hinggap di pikiranku. Aku pikir akan dimakan olehnya. Aku kira akan dimangsa oleh dia. Rasa takutku semakin besar saat serigala itu mengangkat mulutnya sedikit demi sedikit. Kulihat gigi taringnya berwarna kuning sekali, seperti tidak pernah disikat bertahun-tahun. Ukurannya besar dan terlihat mencuat keluar, sehingga dalam sekilas tampak seperti sepasang gading gajah, tapi lebih lancip lagi.

Aku ngeri melihat deretan geraham yang tak kalah lancipnya, berbaris rapi di belakangnya dan di sampingnya. Kulihat air liur sudah menggumpal di ujung lidahnya. Lalu ia semakin mendekatiku. Jarak kami hanya terpaut serentang tanganku.

Aku sudah merasakan dengusan hidungnya menyapa lembut di kulitku. Lalu yang kutakutkan pun terjadi. Ia mengangkat kedua tangannya seperti hendak mencengkeram sesuatu di depannya. Aku sangat jelas melihat tekstur kulitnya. Kasar, banyak kerutan di kulitnya. Sepintas mirip dengan ceker ayam, tapi yang ini jauh lebih besar dan lebih kokoh. Aku merinding melihatnya.

Lalu ia membuka jari-jarinya yang berjumlah empat itu. Telapak tangan dan jari bagian dalamnya berwarna abu-abu, sedangkan jari bagian luarnya semerah tubuhnya. Dari jari-jarinya itu terselip kuku yang tidak begitu tajam, namun tampaknya cukup kuat untuk mengoyak daging hewan bahkan manusia.

Kini kuku itu sudah berada tepat di depan hidungku. Aku sudah tidak karuan takutnya. Matilah aku, dengan cara yang tidak kusangka-sangka yakni dicincang oleh kawanan serigala aneh. Kuharap mereka semua sedang lapar sehingga tidak perlu lama menyiksaku. Kalau perlu makanlah kepalaku dulu agar aku bisa mati dengan segera.

Kutarik napasku dalam-dalam, bersiap untuk menyambut rasa sakit, rasa takut, rasa tidak nyaman atau rasa apapun saat nyawaku terlepas dari tubuhku. Menyerah adalah satu-satunya pilihan agar aku dapat mati dengan tenang.

Kupejamkan mataku karena aku tak sanggup melihat kuku dan taring-taring tajam mereka menyiksaku. Aku menunggu, namun tidak ada apapun yang terjadi selama beberapa saat.

Lalu tiba-tiba hap! Mulailah penderitaanku. Kurasakan tubuhku sudah ada yang mendekap. Pasti serigala merah tadi. Kurasakan kulit kasarnya menyentuh kulitku. Dekapannya sangat erat sampai-sampai aku tidak bisa berkutik. Dengusan hidungnya juga lebih hangat. Bahkan degup jantungnya pun bisa terdengar. Dia sudah menguasaiku. Tubuhku kini tak bisa apa-apa. Mulailah kematian mendatangiku.

Tapi untuk selanjutnya aku tak mengira sama sekali. Dekapan erat si merah tadi pelan-pelan mengendur, kehilangan cengkeramannya. Lalu aku terbebas. Pelan-pelan kuberanikan membuka mata, ternyata dia sudah mundur menjauhiku.

Lalu yang tampak bukan si merah tadi. Yang terlihat sekarang adalah serigala kuning, berjalan mendekatiku dan mendekapku. Disusul oleh si hijau, si biru dan satu per satu melakukan hal yang sama kepadaku.

Apa ini? Aku tak paham sama sekali. Belum habis kebingunganku, sang pemimpin serigala yang bermata merah dan berbadan gelap melangkahkan kakinya menuju arahku sambil membawa selembar kain. Lalu ia merentangkan kain itu dan menaruhnya di sepanjang tubuhku. Untuk sesaat aku tak bisa berpikir apapun. Rasanya bagai naik turun di komedi putar.

Aku hanya melihat serangkaian kejadian itu dengan penuh tanda tanya. Kain yang menyelimuti tubuhku rupanya cukup tebal. Kurasakan begitu hangat. Aku merasa agak terkendali dengan kehangatan itu.

Kemudian para serigala itu meraung lagi. Kali ini nadanya lebih terdengar seperti tertawa. Raungan tawa yang memenuhi tempat tidak jelas itu. Raungan tawa yang membuatku sedikit lega karena mereka tidak jadi mengoyakku.

Tapi di kedalaman hati masih ada secuil kecemasan dan pengharapan. Cemas karena aku tidak tahu tentang apa yang terjadi nanti, sambil berharap apapun yang terjadi nanti akan membuat diriku baik-baik saja.

Juga ada segenggam kebingungan. Bingung dengan semua ini. Siapa serigala itu. Kenapa mereka tidak memakanku tapi malah memelukku dan menyelimutiku. Apa tujuan mereka sebenarnya. Jangankan tentang mereka, tentang diriku saja aku tak tahu sekarang ada dimana. Aku tak mengerti bagaimana aku bisa ada di tempat ini. Penyebab aku tak bisa berbicara tapi hanya bisa meraung juga tidak kutemukan. Namun satu pertanyaan tersembunyi yang paling mengusik benakku sekarang adalah, sebenarnya aku ini siapa?

Bersambung.
Diubah oleh telah.ditipu 11-11-2019 14:58
0
369
4
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.