Novaliza311Avatar border
TS
Novaliza311
Cerpen
Cerpen

Judul : Pakaian Bekas
Oleh : Rahmi Novaliza

"Astaga, Miya! Baju-baju seperti ini akan kau kirim ke kampung?" Aida terkejut, tangannya mengibas-ngibas beberapa lembar pakaian yang sudah lusuh, melar dan warnanya pudar.

"Iyalah, Kak. Nggak mungkin aku kirim yang baru," cetus Miya santai. Pakaian bekas yang sudah dipakainya sejak setahun sudah saatnya berpindah tangan.

"Lalu kau kirim pada Yuni? Orang dia badannya kecil, mana muat sama dia pakaian melar seperti ini," jelas Aida.

"Iya, kan dia banyak saudara. Nanti juga akan dibagikan kepada saudara lain. Lagian ini beli baju waktu masih baru mahal. Mereka akan senang, apa lagi yang ini." Tangannya mengibaskan sehelai kemeja yang kancingnya sudah lepas semua.

"Nggak ada kancingnya itu," gerutu Aida.

"Ya, kan nanti mereka bisa nambahin kancingnya. Lagian tidak ada orang yang akan mau memberikan pakaian barunya." Miya sibuk melipat pakaian bekas itu dan memasukkannya ke dalam karung.

"Akan lebih baik kalau kita memberikan yang baru, meskipun cuma satu helai." Terdengar helaan napas Aida.

"Yang baru masih aku pakai, terus yang ini mau diapakan? Dihisap lo nanti di akhirat kalau disimpan." Miya mulai kembali pada gaya biasanya, sok murah hati dan dermawan.

"Ya, sudahlah, terserah kau." Aida beranjak meninggalkan Miya, melangkah masuk kamarnya.

Aida tidak mengerti, entah sampai kapan Miya akan seperti itu. Mengirimkan pakaian bekasnya ke kampung, menurut Aida itu tak lagi layak pakai.

Miya itu cantik, bergaya mewah seperti artis. Hidungnya mancung, matanya bulat, dipadu bibir yang melengkung sempurna. Sayang sekali hatinya tak secantik parasnya, dia akan memberikan sesuatu yang tak lagi dia sukai ke pada orang lain. Bahkan baju-baju yang seharusnya sudah layak dibakar atau dibuang.

Beruntung memang, Miya memiliki suami seorang pengusaha ternama. Mampu membelikan apa saja keinginan Miya. Seperti mengikuti tren masa kini, bergamis panjang dan berjilbab lebar. Dengan begitu, sifat sombongnya terbungkus rapi dalam balutan busana muslimah.

Sedangkan Aida dia seorang janda, yang hidup menumpang dalam keluarga Miya. Dia yang selalu mendampingi adiknya itu keberbagai urusan. Miya memiliki butik pribadi dan Aida membantu mengelolanya.

Aida keluar kamar dengan membawa tiga helai gamis yang masih baru, dia tersenyum membayangkan. Paling tidak Yuni nanti akan bahagia saat menemukan gamis itu ketika lelah melanda akibat mengobrak-abrik berkarung kain bekas.

"Masukkan ini juga." Aida menyodorkan pada Miya yang hampir selesai dibantu oleh asisten rumah tangganya.

Miya menerima dan mengembang gamis itu, sejenak dia menatap Aida.

"Kakak, yakin? Ini masih bagus," ujarnya.

"Akan lebih baik kalau yang kita berikan itu, membuat mereka bisa memakainya lebih lama," jelas Aida membuat Miya mencibir.

"Alah, sok," ejeknya yang diabaikan Aida.

Tiga karung pakaian bekas siap dikirim. Miya memanggil supir untuk disuruhnya mengantarkan karung itu ke loket bus. Pengiriman akan dilakukan melalui bus, lebih hemat.

Aida menggelengkan kepala, tetap saja biaya ongkos tiga karung pakaian bekas itu bisa mendapatkan dua helai baju baru. Tak henti Aida berdoa semoga kelak, Miya bisa berbagi dengan barang dan pakaian yang lebih bagus.

"Yuni, itu sudah aku kirim ya, baju-baju yang masih baru. Ingat, jangan pakai sendiri, bagi-bagi sama tetanggamu yang lain. Pakai ya, jangan sia-siakan mahal itu belinya." Terdengar suara Miya bicara di ponsel dengan Yuni.

***

Tiga karung pakaian bekas membuat Yuni semringah. Dia sudah memanggil Lana tetangganya untuk memilih kalau-kalau ada baju yang cocok untuknya.

Di kampung tempat Yuni tinggal, rata-rata banyak penduduk yang merantau. Saban tahun, tepatnya jelang lebaran hampir semua sanak saudara berkirim. Entah itu uang, pakaian atau pun kue.

Bisa dikatakan mereka yang tinggal di kampung selalu menunggu kiriman itu. Besar harapan bisa mengurangi pengeluaran lebaran.

Begitu pun dengan Yuni, kehidupan di kampung yang awut-awutan sedikit banyak membuat dia berharap akan kiriman dari rantau. Meskipun hanya baju bekas tapi itu sudah cukup, dengan begitu dia tak perlu membeli baju lagi. Uang yang ada bisa dipakai untuk keperluan lain.

Kekecewaan menyergap hati Yuni, ketika karung pertama habis dibuka tak ada satu pun yang layak pakai. Melar, sobek, terlalu kusam. Benar-benar tak layak pakai. Bahkan ada satu lusin celana dalam bekas yang sudah sobek di sana-sini. Membuat Yuni menggerutu.

"Menurutnya siapa coba yang akan memakai ini?" Yuni mengangkat celana dalam itu dengan ekspresi ... entah.

"Sudah, bagaimana lagi," hibur Lana melihat ekpresi sedih Yuni.

"Sudah kita bakar saja , pasti isinya seperti ini semua. Entah ini baju-baju kapan, kalau hanya tahun kemaren takkan semenyedihkan ini," desis Yuni. Bangkit dan memasukkan kembali kain-kain itu masuk karung menyeretnya keluar.

"Kita cek saja dulu, siapa tahu ada yang bagus dalam karung yang lain," ujar Lana.

"Kita buka di luar saja, kalau tak suka bisa langsung dibakar." Yuni setuju, dan mereka berdua menyeret karung-karung itu.

Semuanya hangus menjadi abu yang tersisa hanya tiga gamis yang kelihatannya masih baru dan dua helai kemeja lusuh tanpa kancing. Setitik air mata kekecewaan jatuh dari sudut mata Yuni.

"Kalau nanti takdir menjadi baik padaku, aku takkan pernah memberikan orang lain sesuatu yang tak bisa dipakai. Itu sangat mengecewakan." Menghapus air mata dengan punggung tangannya, menatap sedih kobaran api itu.

"Sudah, biarkan saja. Mungkin saja Miya meminta kita untuk membantunya membakar pakaian-pakaian yang tak lagi layak pakai," kelakar Lana menghapus keningnya yang dialiri keringat.

"Tapi syukurlah, masih ada beberapa helai yang masih bagus." Yeni tersenyum menatap gamis-gamis yang masih baru itu. " Kuharap dia tak salah memasukkan ketiga gamis ini," lanjutnya di sambut tawa miris Lana.

Yuni bangkit mendengar ponsel jadulnya berdering.

Kak Miya memanggil ....

"Halo, assalamualaikum ...."

"Kamu sudah membuka karungnya? Bagus-bagus, kan?"

"Ya, sudah, Kak."

"Nanti kamu bagi-bagi, ya. Jangan pakai sendiri."

"Iya."

"Nggak boleh rakus lo, Kamu. Itu semua baju kesayanganku. Aku berharap jadi amal buatku nanti."

"Iya, Kak."

"Ya, sudah. Aku mau kerja dulu."

"Ya, Kak."

"Eh, kamu nggak bilang makasih?"

"Eh, iya. Makasih Kak Miya cantik."

"Iya, sama-sama. Assalamualaikum." Ponsel dimatikan, bahkan saat Yuni belum menjawab salamnya. Yuni menatap ponsel itu dengan miris, Kak Miya, entah manusia tipe apa dia.

"Kak Miya, ya?"tanya Lana.

"Terkadang aku heran dengan pemikiran yang seperti itu. Kalau sesuatu tak layak untuk kita sendiri kenapa coba diberikan pada orang lain?" Yuni kembali duduk di sebelah Lana.

"Aku juga tidak mengerti," desah Lana termenung.

"Tanpa rasa bersalah lagi, apa coba yang akan kubagikan pada orang lain. Baju-baju melar itu? Aku tidak tega memberikan sesuatu yang tak aku suka pada orang lain."

Sungguh, Yuni sangat kesal, tapi mau bagaimana lagi. Akhirnya mereka sepakat, akan memangambil masing-masing satu dari gaun itu, lebihnya akan diberikan pada tetangga lain.

Selesai

Alpan, 25 April 2019



betiatinaAvatar border
anasabilaAvatar border
anasabila dan betiatina memberi reputasi
2
315
5
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread41.6KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.