Hari siang yang panas membuat kulit jani sedikit terbakar.
Kali belakang rumat pak amat lumayan cantik dengan airnya yang hitam pekat.
Jani dan wadi melakukan pekerjaan sehari-hari sebagai orang paling sabar menunggu pancingan di patuk ikan, ya memancing.
Jani dan wani melempar kail pacingannya ke kali hitam itu. Menunggu sampai ada ikan yang lapar melahap umpannya.



Tiba2 pancingan jani bergoyang kekiri dan kekanan, seperti dimakan ikan.
Lantas jani dengan sigap menarik pancingannya, dan apa yang terjadi.



Kejadian yang tak terduka, mendapatkan sampah masyarakat.
Tiba2 dari jalan raya terdengar teriakan warga meriah.



Jani dan wani ke jalan raya melihat pak presiden datang berkunjung.
Setibanya di jalan raya, jani dan wani melihat pak presiden dengan baju rapi sambil memberi lambaian tangan ke penduduk.
Jani dan wani terkagum-kagus melihat pak presiden orang nomor satu di negeri ini.



Dengan suara senyaring toa masjid, suara wani kedengeran pak presiden.
Dengan muka khasnya pak presiden menoleh ke arah wani dan jani.



Pak presiden izin dengan pengawalnya bahwa dia akan memancing sebentar dengan warga.
Dengan permintaan itu pengawal mengiyakan.
Pak presiden terkejut setelah sampai dilokasi. Sepertinya air hitam itu yang membuat pak presiden ngeh.



Yang dikira pak presiden sebentar memancing ikan, dan ternyata memakan waktu berjam-jam.
Para pengawal kebingungan menunggu pak presiden kembali ke mobil.



Dengan begitu lamanya pak presiden menunggu dengan sabar, akhirnya 3 jam menunggu, pinggang sakit, akhirnya ikan didapat.
Dengan muka senang pak presiden puas mendapatkan ikan yang berukuran kecil.
Tapi menunggu dengan sabar pancingan di patuk oleh ikan itu momen yang menyenangkan.

Dari situ pak presiden sadar betapa pentingnya ahli sabar, seperti jani dan wani.

Sejak saat itu, pak presiden jadi sering memancing ikan saat waktu senggang. Dan juga pak presiden mulai dengan sabar dan tenang dalam menjalani kesehariannya.