srinamiAvatar border
TS
srinami
Gubuk Tua di Tengah Hutan
Cerita Horor



Malam semakin larut saat kami mendaki lereng Gunung Gede. Rasa kesal mulai membuat Gito, temanku, mengumpat-umpat tak karuan karena sudah tiga kali kami hanya berputar melewati jalur yang sama.

"Gito, jangan ngomong kasar! Nanti penghuni gunung marah sama kita."

"Ah ... jaman gini masih percaya saja kamu sama tahayul, Wan. Kesel aku, capek, kita cuma muter-muter saja dari tadi."

Rina dan Ayu yang menyusul dari belakang juga terlihat sangat kelelahan.

"Kalau tahu bakalan kaya gini jadinya nggak nuruti ajakanmu aku To!" ucap Rina kesal kepada Gito. Dari awal Rina memang sudah tidak setuju melakukan pendakian saat hari sudah gelap, karena jarak pandang yang tentunya sangat pendek. Namun Gito sebagai ketua regu memaksa dengan alasan agar sampai di puncak lebih awal.



Kami mendaki Gunung Gede melalui jalur Cibodas. Jalur ini memang jalur paling menantang karena harus menembus hutan yang cukup terjal.

"Iwan tolong aku, Wan!"

Ayu memanggilku dari arah belakang.

"Kenapa kamu Ayu?"

"Kakiku gatal Wan."

Rina dan aku mendekati Ayu, sedangkan Gito masih sibuk melihat denah juga tetap dengan umpatannya.

Saat kulihat kaki Ayu dengan cahaya lampu senter, kaki Ayu dipenuhi oleh pacet dan lintah. Padahal dia sudah mengenakan sepatu dan juga kaus kaki.

"Astaga ... Yu! Kakimu penuh sama pacet Yu." Rina terkesiap.

Aku pun segera mengambil garam dari dalam ransel, kemudian menaburkannya pada kaki Ayu. Pacet dan lintah itu satu persatu berhasil kami lepas. Namun darah segar mengalir dari kaki Ayu yang penuh luka bekas hisapan dari pacet dan lintah.

"Gito, Ayu kakinya luka, badannya mulai dingin, coba hubungi post penjaga, supaya datang menjemput kita!"

Gito menuruti perintahku, tapi secara tiba-tiba radio HT yang dibawanya rusak, dan hanya itu satu-satunya alat komunikasi yang bisa kami pakai di daerah pegunungan seperti saat ini.

"Nggak nyambung, Wan. Nggak ada sinyal," jawab Gito kepadaku.

"Yaudah To, kita cari pos terdekat saja kalau begitu. Kaki Ayu harus diobati ini."

Kami melanjutkan perjalanan dengan aku yang menggendong Ayu, tubuhnya mulai lemas dalam gendonganku. Mungkin juga dia sudah digigit serangga beracun seperti kalajengjing, karena ada bengkak merah di kakinya. Semoga saja tidak terjadi apa-apa pada Ayu.

Gito masih memimpin perjalanan di depan kami. Kemudian dia berhenti.

"Wan, di depan ada gubug Wan, coba kita ke sana, mungkin ada orangnya, atau setidaknya kita bisa bermalam di sana sampai matahari terbit."

"Jangan Wan, kita lanjut saja samapi ke alun-alun Suryakencana, di sana pasti banyak ada pendaki lainnya yang bisa kita mintai bantuan. Perjalanan kita sudah jauh kalo harus balik ke post penjaga."

"Iya bener kata Iwan, To. Aku setuju sama Iwan," sahut Rina menyetujui pendapatku.



Namu terulang lagi, kami hanya betputar-putar di jalur itu saja, dan tetap kembali ke gubug tua berdinding anyaman bambu itu, yang berada di tengah hutan. Tak ada pilihan lain, kami memutuskan bermalam di sana.

"Permisi ... ada orang? Permisi!"

Gito mengucap permisi, dan seorang kakek tua membukakan pintu.

Kakek itu tersenyum kepada kami, tidak terlalu banyak bicara, tapi sangat ramah dan baik. Kami pun di persilakan untuk bermalam di gubugnya.

"Cu, sini! Kakek obati kakinya."

Kakek itu membalurkan obat dari kunyit pada kaki Ayu. Kami juga di suguhi makanan juga minuman oleh nenek yaitu istri si Kakek.

Kami pun tertidur lelap di dalam gubug itu tanpa merasa canggung atau merasa ada yang aneh.

Keesokan harinya, saat kami terbangun, alangkah terkesiapnya kami berempat. Ternyata aku tertidur di atas batu besar juga teman-temanku seperti Gito yang ternyata tengah tertidur di atas batang pohon yang sudah tumbang.

Lebih parahnya lagi, kaki Ayu dipenuhi oleh kotoran sapi. Dia pun menjerit histeris melihat kakinya dipenuhi kotoran hewan.

"Astaga ya Tuhan, apa yang terjadi sama kita, Wan?" Gito bertanya-tanya keheranan.

Rani juga tiba-tiba muntah-muntah, setelah melihat daun pisang yang kemarin kami gunakan untuk makan yang diberi oleh istri kakek itu dipenuhi ulat belatung. Ayu pun pingsan, wajahnya pucat pasi.

Beruntung ada pendaki lainnya yang melihat keberadaan kami dengan semua kekacauan yang terjadi. Mereka lantas membantu kami kembali ke post penjaga di kaki gunung.

Dan ternyata Ayu mendaki dalam keadaan sedang haid. Dia pun mendapatkan tamu tak diundang itu saat tengah berada di dalam pendakian.



Perempuan yang sedang haid atau kotor kain memang dilarang untuk mendaki gunung agar terhindar dari masalah dan juga hal mistis lainnya. Juga dilarang untuk berkata-kata kasar. Dimana pun kita berada hendaknya harus berlaku sopan dan santun.

Cerita di atas hanya fiksi belaka, apabila ada kesamaan tokoh dan kejadian hanya kebetulan semata.

Penulis : srinami



sebelahblogAvatar border
zafinsyurgaAvatar border
AvtexAvatar border
Avtex dan 5 lainnya memberi reputasi
6
5.2K
8
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923KThread83KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.