Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

DeYudi69Avatar border
TS
DeYudi69
Misteri Gadis Pendaki Puncak Gunung Semeru
Mendaki Puncak Gunung Semeru



Awalnya aku menolak ajakan dari teman-temanku untuk melakukan petualangan mendaki gunung. Karena memang aku belum pernah sama sekali mendaki gunung. Tapi, liburan semester untuk satu bulan ke depan sepertinya akan terasa lebih berkesan apabila kuterima ajakan itu. Aku, dan empat temanku, Andre, Rifki, Bayu, dan Toni, sepakat untuk melakukan pendakian ke Gunung Semeru, dimana Gunung Semeru merupakan gunung tertinggi di Pulau Jawa, dengan ketinggian mencapai 3.676 meter.



Bulan Mei sampai bulan September merupakan saat yang paling baik untuk melakukan pendakian, karena pada bulan-bulan ini merupakan musim kemarau.

"Agus, kenapa kamu bengong?" tanya Andre kepadaku saat kami berada di dalam angkot, berangkat dari Kota Malang menuju ke Desa Ranu Pani di kaki Gunung Semeru. Namun, untuk mencapai Desa Ranu Pani, kami harus menaiki mobil jeep di terminal Tumpang sebelum mencapai desa itu.

"Eh ... nggak kenapa-kenapa kok, Ndre. Aku cuma membayangkan pendakian kita nanti aja."

"Halah, nggak usah khawatir, Gus, nanti juga kamu ketagihan kaya kita-kita buat mendaki lagi," ucap Toni meledekku.

"Siapa tahu kamu ketemu sama jodohmu di sana, ya nggak manteman? Wkwkwk." Bayu pun ikut meledekku. Sementara Rifki terlihat sudah tertidur di dalam mobil jeep yang kami tumpangi. 2 jam perjalanan yang cukup melelahkan tapi tak menyurutkan semangat kami untuk mencapai Puncak Mahameru.



Setelah sampai di Desa Ranu Pani, Toni yang menjadi ketua tim pendakian, segera menuju Post Resort Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) untuk mendaftarkan dirinya juga kami sebagai pendaki di Gunung Semeru. Berbagai arahan pun diberikan oleh petugas saat itu, mulai dari pengecekan persiapan peralatan dan persedian bekal makanan, juga larangan-larangan yang tidak boleh dilakukan oleh para pendaki, demi menjaga keamanan dan kenyamanan bersama.

"Toni, aku nggak bawa radio HT nih." Rifki mengadu pada Toni yang bertindak sebagai ketua tim.

"Yaudah, nggak apa-apa, kita kan bawa ponsel. Nikmati aja pendakian kita kali ini, Bro. Santai saja!" jawab Toni kepada Rifki juga kami semua.

Memang benar, suasana asri dan segarnya udara pegunungan membuat rasa penat seketika sirna.

Perjalanan pun kami lanjutkan dari Desa Ranu Pani menuju ke Puncak Mahameru. Ada dua jalur yang bisa kami lalui, yaitu melalui jalur Watu Rejeng atau jalur Gunung Ayek-Ayek. Kami memilih jalur Watu Rejeng seperti arahan dari petugas, karena jalur ini terbilang lebih aman dari jalur yang lainnya.

Dari Ranu Pani kami melewati jalur Landengan Dowo yang membentang cukup landai dengan deretan paving blok sejauh 3 kilo meter, sebelum akhirnya memasuki hutan dengan jalan setapak yang mulai menanjak.

Gurauan dari teman-teman kembali mengejekku saat melewati jembatan yang bernama Jembatan Cinta, jembatan ini menghubungkan Landengan Dowo menuju jalur Watu Rejeng.

"Gus, buat para jomlo kaya kamu, bagus tuh sering-sering lewat jembatan ini. Biar nggak murung mulu ... wkwkwk." Aku ikut tertawa melihat tingkah mereka yang lucu menertawaiku sedari tadi. Jujur, aku memang merasa sedikit gugup entah karena apa. Mungkin karena baru pertama kali melakukan pendakian.

Perjalanan terus kami lanjutkan dari Watu Rejeng menuju Ranu Kumbolo, yaitu sebuat spot perhentian pertama bagi para pendaki yang ingin mencapai puncak Gunung Semeru, lumayan melelahkan memang untuk mencapai tempat landai di tepi danau ini. Namun terbayar sudah dengan keindahan panorama alamnya. Kami pun memutuskan untuk mendirikan tenda dan bermalam di sini. Pendaki lainnya juga melakukan hal yang sama.

Sementara keempat temanku sudah tertidur pulas di dalam tenda, begitu juga dengan para pendaki lainnya, aku memilih untuk duduk di luar, sambil memandangi langit malam yang bertabur bintang.

Aroma harum yang semerbak mulai tercium oleh indra penciumanku. Awalnya aku kira hal itu biasa saja terjadi di alam bebas, karena banyaknya bunga-bunga yang sedang bermekaran di sekeliling danau. Namun, bulu kudukku mulai merinding, merasakan aura mistis yang sangat kental.

Saat pandangan kuarahkan ke tepian danau, aku melihat sosok perempuan yang duduk di sana dengan menggendong tas ransel. Aku berdiri dan akan melangkah mendekati sosok perempuan berambut panjang itu, sebelum akhirnya Toni mengagetkanku.

"Bro, anterin gua buang air kecil yuk!"

"Astaga Ton, kamu ngagetin aku aja."

"Emang kenapa lu bengong kaya gitu, Gus? Nanti kesambet loh!"

"Itu Ton tadi ada cewek duduk di pinggir danau."

"Hahaha ... dasar kamu, Gus. Mana ada orang di sana malam-malam gini. Tuh lihat sendiri!"

Benar kata Toni, sosok cewe itu sudah tak terlihat lagi. Kami pun kembali menuju ke dalam tenda setelah buang air kecil.



Kicau burung yang bertengger di dahan dan ranting pepohonan menambah meriahnya suasana pagi hari, saat pantulan cahaya sang mentari mengenai permukaan air pada danau. Sungguh pemandangan yang mengagumkan.

Setelah mengemasi tenda dan semua perlengkapan, perjalanan kami lanjutkan menuju ke spot selanjutnya yaitu Kalimati, sebelum mencapai Kalimati, kami melewati Tanjakan Cinta, dimana konon katanya, siapapun yang berhasil melaui tanjakan ini tanpa menoleh kebelakang sembari memikirkan perempuan yang dicintai, maka perempuan tersebut akan menjadi jodohnya kelak. Pada tanjakan inilah aku kembali melihat gadis yang semalam kuceritakan pada Toni.



"Hai, bisa tolong bantu saya berdiri nggak?" tanya gadis itu kepadaku. Dia terlihat sangat kelelahan. Aku pun memanggil keempat temanku yang lainnya, untuk membantu membawakan tas ransel milik gadis itu, juga memapahnya menuju Kalimati. Kalimati sendiri merupakan dataran tinggi di bawah Puncak Mahameru.

"Nama kamu siapa?" tanyaku.

"Aku Vani," jawabnya. Kami pun memberi air minum kepada Vani. Setelah keadaan Vani terlihat membaik, kami melanjutkan perjalanan menuju Puncak Mahameru.

Dalam perjalanan Toni yang paling sering bertanya kepada Vani, apakah dia terpisah dari rombongannya atau bagaimana. Namun, Vani hanya tersenyum dan menggeleng saja.

Setelah melaui hamparan pohon bunga berwarna keunguan yang mirip seperti bunga lavender, akhirnya kami sampai di Kalimati pada pukul 02.00 siang, dan memutuskan untuk mendirikan tenda di sini.

Karena berencana melakukan pendakian kembali selepas pukul 09.00 malam. Dimana bila perjalanan kami lakukan saat itu, saat mencapai puncak kami dapat menyaksikan indahnya panorama alam berhias cahaya sunrise dari Puncak Mahameru.

Memutuskan untuk tidur sejenak begitu juga dengan Vani, agar tenaga kembali pulih adalah sebuah pilihan yang tepat. Mengingat pendakian selanjutnya pasti akan lebih menguras tenaga.

Menjelang malam hari, saat jarum jam di tangan kiriku menunjukkan pukul 19.00, kembali aku mencium aroma wewangian yang membuat bulu kudukku merinding. Aku pun bertanya pada Toni, Rifki, Andre, dan Bayu apakah mencium aroma yang sama. Mereka pun mengiyakan.

Tak mengurungkan niat kami untuk mencapai puncak gunung. Terlihat Vani sudah menggendong tas ranselnya, dan tidak seperti sebelumnya, Vani lebih bersemangat serta bertenaga.

"Vani, tungguin kita-kita dong!"

Teriak Bayu, pada Vani yang sudah mendahului kami, menjajal jalan berbatu dan menanjak dengan kemiringan rata-rata lebih dari 45 derajat.

Vani tak menjawab, entah apa yang ada dalam benaknya. Dia hanya memberi tanda agar kami terus mengikutinya dari belakang. Sampai pada saat secara tiba-tiba kabut tebal dan hujan gerimis turun, membuat jarak pandang menjadi berkurang, juga pijakan kaki kami menjadi semakin licin, sangat beresiko untuk tergelincir jatuh ke dasar jurang di kanan kiri.

"Tolong ...!"

Terdengar suara teriakan perempuan, yang kami rasa itu adalah suara teriakan dari Vani, membuat suasana kian mencekam. Senter kepala yang kami kenakan pun secara tiba-tiba padam.

Toni sebagai ketua tim, memerintahkan kami untuk tidak panik. Tetap diam di posisi pijakan masing-masing.

Aroma harum, dan suara tangis perempuan terdengar lebih keras daripada suara minta tolong sebelumnya. Rifki yang tepat berada di atasku yang juga masih tetap berada di pijakannya, memanggil manggil nama Vani, dengan nada suara sedikit bergetar ketakutan.

"Teman-teman, jangan panik!" perintah Toni. Kami pun memutuskan untuk berdoa kepada Tuhan memohon perlindungan. Hujan turun semakin lebat mengguyur tubuh kami yang juga mulai menggigil kedinginan, kemudian secara ajaib senter kepala menyala kembali.

Perjalanan kami lanjutkan, hujan pun reda dan kabut tebal sirna saat mencapai puncak. Kembali puji syukur kami panjatkan pada-Nya.

Saat itu di puncak gunung cuma ada kami berlima. Vani masih tak terlihat, rasa panik menyelimuti. Matahari terbit yang seharusnya dapat dinikmati keindahannya tidak kami hiraukan.

Cahaya matahari telah sepenuhnya menyinari pertiwi, kami memutuskan untuk menyisir kembali jalur yang dilewati semalam, nihil, tak ada tanda-tanda dari Vani.

Berkat usulan dari Bayu, kami memutuskan kembali ke Desa Ranu Pani, untuk melaporkan hilangnya Vani kepada petugas di TNBTS.

Jalur yang akan kami turuni terkenal dengan julukan jalur maut blank 75. Entah apa yang membuatnya diberi nama seperti itu, yang jelas di kanan serta kiri jalur itu terdapat jurang yang sangat dalam. Sedikit saja salah langkah maka kami akan terjatuh ke dasar jurang.

"Bro ... bukannya ini tas ransel Vani ya?"

Teriak Toni ke pada kami berempat yang mengikutinya dari belakang.

"Bener Ton," kata Rifki, yang sempat membantu membawakan ransel Vani saat pertama kali kami betemu dengannya.

Pandangan kami edarkan ke sekeliling. Bayu pun melihat tubuh manusia yang kiranya itu adalah tubuh Vani di dasar jurang. Kami berusaha mengevakuai tubuh yang ternyata sudah membusuk.

Tubuh itu kami bungkus dengan kain tenda yang kami bawa, kemudian melaporkannya kepada petugas di Desa. Benar saja, jasad perempuan itu adalah Vani Violeta yang dikabarkan telah hilang sejak dua bulan yang lalu.

Kami berlima seketika lemas. Menyadari bahwa yang kami jumpai dan tolong adalah arwah penasaran dari Vani Violeta. Mungkin dia memilih kami untuk membantu menemukan jasadnya yang hilang.

***

Mendaki gunung memang salah satu hobi yang menantang dan beresiko tinggi. Namun tak jarang para pecinta alam inggin menjajal puncak gunung yang tertinggi manapun. Berbagai hal harus dipersiapkan dan diperhitungkan secara matang sebelum mendaki sebuah gunung, terurama kekuatan fisik dan mental, agar tidak terjadi hal-hal buruk yang tidak diinginkan.



Cerita di atas murni merupakan fiksi karangan TS, mohon maaf apabila terjadi kesamaan nama tokoh kejadian dan juga tempat seperti dalam cerita.

Penulis : DeYudi69
Diubah oleh DeYudi69 17-05-2020 10:42
sebelahblogAvatar border
zafinsyurgaAvatar border
nona212Avatar border
nona212 dan 10 lainnya memberi reputasi
11
2.6K
13
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.2KThread83.8KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.