kelayan00Avatar border
TS
kelayan00
Pendakian Malam-Malam Di Puncak Gunung Mandiangin
sumber Kaskus

Gunung Pamaton memang sangat terkenal dengan cerita-cerita mistis. Ada yang mengatakan kalau gunung pematon merupakan pusat kerajaan Banjar di alam gaib. Pendirinya konon adalah Raja dari kerajaan Dipa, yang merupakan cikal bakal dari kerajaan Banjar, yaitu Pangeran Suryanata.
Quote:

Menurut cerita di masa kejayaannya, Pangeran Suryanata pamit untuk kembali ke asalnya. Beliau menghilang dari dunia nyata, berpindah ke alam ghaib. Kemudain mendirikan kerajaan Banjar di Gunung Pamaton.

Gunung Pamaton berada di Desa Kiram, Kecamatan Karang Intan Kabupaten Banjar. Selain ada cerita-cerita mistis yang tersembuyi, Gunung Pamaton juga merupakan tempat wisata yang sering dikunjungi.

Gunung Mandiangin letaknya bersebelahan. Gunung Mandiangin juga merupaka wilayah kerajaan Banjar gaib yang ada di Gunung Pamaton. Bahkan ada yang mengatakan kalau wilayah gunung Mandiangin lebih serem. Dan penghuninya lebih sering menampakan diri.

Selain itu Gunung Mandiangin dulunya juga pernah dijadikan benteng pertahanan Belanda. Ada beberapa peninggalan yang membuktikan itu. Di bawah, di sekitar taman ada kolam yang diberi nama Kolam Pemandian Belanda. Sedangkan di puncak Gunung Mandiangin ada situs Benteng Pertahanan.
Quote:

Banyak cerita-cerita mistis yang terjadi di Gunung Mandiangin. Tapi, yang namanya cerita, hanyalah akan tinggal cerita kalau tidak melihat sendiri dan membuktikannya. Itulah yang terjadi pada teman-teman Ryan, mahasisawa Kehutanan Banjarbaru.

Rangga dan Agung. Rangga orang Jakarta, dan Agung orang Surabaya. Mereka berdua baru pindah ke Kalimantan, dan kuliah di Kehutanan Banjarbaru. Satu kampus dengan Ryan. Mereka berdua orang kota besar, yang selalu berpikir realistis, tidak percaya dengan hal-hal mistis. Meraka berdua ingin membuktikan kebenaran cerita-cerita tersebut.

Akhirnya, Ryan pun mengajak mereka pergi ke Gunung Mandiangin. Dia mengajak satu temannya lagi, Misran, orang Barabai. Mereka pergi berempat. Misran juga sering mendengar cerita-cerita mistis yang terjadi di Gunung Mandiangin. Dia juga penasaran. Walau di dalam hati dia agak ragu-ragu. Takut kalau-kalau makhluk gaib di sana benar-benar ada dan muncul tiba-tiba.

Biar lebih seru, Ryan sengaja mengajak mereka malam hari. Dan kebetulan malam Jum'at, yang kata orang malam Jum'at merupakan malam skral. Jin, demit, dan sejenisnya kelayapan cari mangsa. Mangsa untuk ditakut-takuti.
Quote:

Jarak Banjarbaru dan Gunung Mandiangin tidak terlalu jauh. Mungkin hanya sekitar tiga puluh menit perjalanan. Bisa lebih bisa juga kurang. Tergantung laju tidaknya motor yang dikendarai.

Jam sembilan lewat sedikit, sampailah mereka ditaman Gunung Mandiangin. Mereka parkir dua buah motor mereka di taman. Meraka ke puncak tidak menggunakan motor, walaupun jalan menuju puncak bisa ditempuh dengan menggunakan motor, tapi mereka memilih jalan kaki, biar lebih terasa kalau memang ada aura-aura mistis.

Melewati kolam Pemandian Belanda meraka berhenti. Ryan sudah sangat sering datang ke tempat ini. Sejak es-em-a, bahkan dia juga sudah beberapa kali berkemah. Dan kejadian-kejadian aneh sudah sering dia alami, dia saksikan. Karena sudah sering dia pun tidak lagi merasa takut.

Seperti halnya malam ini, Ryan melihat sosok samar-samar perempuan, bergaun warna putih, duduk di bibir kolam, kakinya memainkan air kolam. Gemercik air terdengar. Pelan, tapi jelas.

"Lo denger suara gemercik air?" tanya Misran seraya menoleh ke Ryan.

"Nggak," sahut Ryan. Dia sengaja pura-pura tidak tau. Padahal, selain mendengar dia juga bisa melihat sosok yang sedang menggoyang-goyangkan kakinya di dalam air, yang menimbulkan suara gemercik. Sosok Noni Belanda.

"Iya, nih. paling perasaan lo aja. Dasar penakut," kata Rangga.

Agung diam saja. Mungkin dia juga mendengar, tapi lantaran tidak melihat diapun mengganggapnya mungkin hanya perasaannya saja. Walau pun tanpa dipungkiiri bulu kuduknya juga mulai berdiri.
Quote:

Setelah beberapa saat melihat-lihat kolam Pemandian Belanda, mereka pun melanjutkan perjalanan menuju puncak, menuju situs Benteng Belanda, yang jaraknya cukup jauh dan menanjak.

Sebelum melangkah meninggalkan kolam, Ryan menoleh ke Noni Belanda yang sedang duduk di bibir kolam yang ada di seberang. Ryan sangat kaget, Noni Belnda itu juga menoleh kearahnya. Lalu tersenyum. Langsung bulu kuduknya berdiri. Jantungnya berdegub kencang. Mendadak dia jadi ketakutan.

Noni itu ternyata tau kalau dia bisa melihatnya. Noni itu tersenyum, apa maksudnya? Tanpa sadar Ryan memercepat langkahnya. Teman-temannya sampai tertinggal beberpa langkah.
Quote:

"Heh, tunggu. Pelan-pelan dong," seru Misran, yang sejak berada di tepi kolam Pemandian Belanda sudah merinding.

"Iya nih, kayak mau balapan aja," ujar Rangga pula.

Agung diam saja. Tak banyak bicara. Mungkin dihatinya sudah muncul perasaan takut dan was-was.

Langit di atas yang beberapa saat lalu terang kini mulai agak gelap. Bulan separo dan ratusan bintang mulai tertutup awan. Untungnya tidak gelap gulita. Masih ada cahaya, yang menembus lewat celah-celah awan tersebut. Masih ada cahaya yang menerangi jalan menuju puncak. Ryan dan teman-temannya sengaja tidak membawa sinter. Mereka tidak membawa perlengkapan apa-apa, karena rencananya mereka hanya naik ke puncak, memutari jalan yang di tengah-tengahnya ada situs, lalu kembali ke bawah, ke taman di mana mereka memarkir motor mereka.

Sejak meninggalkan kolam Pemandian Belanda tadi Ryan sudah merasakan perasaan yang tidak enak. Bulu kuduknya kadang berdiri dengan sendirinya. Jantung kadang berdegub dengan kencang. Hal itu bukan tanpa sebab. Setiap dia melirik ke kanan,  ke semak belukar, ke pohon-pohon hutan di sampingnya kananya, dia seperti melihat bayangan hitam,  Besar, yang juga melangkah mengikuti mereka. Ketika  mereka berhenti, duduk, istirahat, sosok itu juga berhenti. Dia tidak tau apakah ke tiga temannya juga melihat itu.
Quote:

Sudah dua kali meraka berhenti, istirahat. Kadang duduk, kadang berdiri sambil menikmati pemandangan bukit di malam hari. Perjalanan menuju puncak masih jauh. Kira-kira masih setengah perjalanan lagi. Dan sosok, hitam, besar yang ada di sekitar pohon hutan samping kanan belum juga pergi. Ryan masih melihatnya, Dan dia tidak mau cerita ke teman-temannya, malu kalau nantinya dibilang penakut.

"Ryan, kita kembali saja," ujar Misran.

"Kenapa?" tanya Ryan.

Rangga, yang biasanya langsung menyahut, kini diam saja. Mungkin dia juga merasakan adanya sosok hitam yang mengikuti, yang dilihat Ryan. Terlebih Agung, sejak meninggalkan kolam Pemandian Belnda tak sepatah kata pun ke luar dari mulutnya. Mungkin malu dikatakan penakut, mungkin juga takut kalau salah bicara.

"Tanggung. Bentar lagi sampai," ujar Ryan. Dia berusaha menyembunyikan perasaannya. Perasaan takut yang sejak Noni Belanda yang dia lihat di kolam memberinya senyuman. Senyum yang membuatnya ngeri sendiri.

"Iya, tanggung. Toh belum terjadi apa-apa. Belum ada yang bisa dibuktikan. Katanya di Gunung Mandiangin banyak penghuni gaibnya. Serem. Gw gak percaya kalau gw sendiri belum melihat dengan mata gw sendiri."

"Terus kalau sampai di puncak kita tidak melihat apa-apa?" Tanya Misran agak kesal.

"Kita cari terus. Kalau perlu kita masuk ke hutan. Kita telusuri situs Benteng Belnada."

"Gak, ah. Itu perkerjaan orang gila. Malam-malam gini, masuk ke situs Benteng Belanda, itu sama saja masuk ke lubang kubur."

"Terus, lo mau balik? Yah, terserah. Balik aja sendiri."

Misran menunduk. Diam. Perasaannya bercampur aduk. Cemas, was-was, dan takut.

"Gw ikut aja. Terus ikut, balik lagi juga ikut." Kata Agung.

Baru beberapa langkah ketika percakapan itu berakhir, dan mereka mulai melangkah, tiba-tiba terdengar suara auman harimau. Samar-samar tapi jelas. Memecah kesunyian malam. Menggetarkan jiwa mereka.

Langkah Ryan terhenti. Tiga temannya juga berhenti. Mereka saling pandang.

"Suara apa itu?" tanya Misran.

"Gw gak mendengar apa-apa." ujar Rangga.

Begitu selesai Rangga bicara, tiba-tiba muncul seekor macan yang sangat besar, lebih besar dari seekor kerbau. Muncul tiba-tiba tepat di hadapan mereka, tepat di tengah jalan. Matanya merah menyala. Menatap tajam. Di samping macan tersebut tampak sosok hitam, juga besar. Rambutnya yang panjang menutupi sebagian wajahnya.
Quote:

Mereka berempat terpaku beberapa saat. Mereka baru sadar setelah mendengar macan di depan mereka mengaum. Mengaum dengan suara yang sangat keras. Menggelegar. Membuat jantung mereka seolah mau jatuh. Tanpa menunggu komando, mereka pun lari. Lari dengan sangat kencang. Lari sambil berteriak teriak.

"Toloooong. Ada macaaaaaan ... !!!!!" Rangga berteriak. Paling keceng. Juga lari paling kenceng. Ryan, Misran dan Agung kalah cepat.

"Ampuuuuuun ..... !" terus saja dia berteriak sambil berlari. Kesombangannya lenyap. Berganti ketakutan. Ketakutan yang luar biasa.

Agung juga berlari sambil berteriak. Teriakannya lucu. Kayak Tarzan, "Aaaauuuuuooooo .... Aaaauuuuoooooo .....!!!"

Ryan juga berlari kencang. Tapi dia tidak berteriak. Dia lebih memikirkan ucapan Rangga. Dia sangat menyesalkan ucapan Rangga. Kata-katanya telah membuat marah penunggu Gunung Mandiangin. Mereka marah karena merasa ditantang.

Mereka terus berlari meskipun sebenarnya macan dan sosok yang berdiri di depan mereka hanya diam saja. Tidak mengejar. Rasa takut membuat mereka seolah dikejar-kejar.

Setelah sampai di dekat kolam, mereka berhenti. Mereka menoleh ke belakang, macan dan sosok yang mengejutkan mereka memang tidak ada. Tidak mengejar. Tapi kembali mereka dikagetkan, mereka kini hanya bertiga. Misran tidak ada. Misran hilang.

"Misran ..... mana?" tanya Rangga.

"Apa mungkin ketinggalan. Apa mungkin di makan macan?" tanya Agung pula. Cemas.

"Ryan, bagaimana?" ujar Rangga lagi. Gugup.

Ryan seolah tak peduli. Dia terus melangkah menuju sepeda motor yang diparkir di taman, tak jauh dari kolam Pemandian Belanda. Rangga dan Agung mengikutinya. Mereka berdua tidak bertanya lagi meski berribu tanya masih ada di hati mereka.

Dan, kembali Rangga dikejutkan oleh sebuah kenyataan. Misran yang tadi dikiranya tertinggal di belakang, ternyata sudah berada di dekat sepeda motornya. Dia tampak tenang. Tidak ngos-ngosan seperti mereka. Seolah tidak pernah terjadi apa-apa.

"Kok lo bisa sampai duluan. Perasaan tadi gw yang di depan. Gw yang duluan. Gw paling kenceng larinya," gumam Rangga heran.

"Emang ada apa? Kok sampai ngos-ngosan. Kaya baru dikejar setan'," ujar Misaran heran.

"Kami emang dikejar setan,"  sahut Agung.

Misran tertawa.

"Makanya jangan sombong. Lo sih, lagu di Jakarta di bawa di sini."

"Iya-iya. Gw salah. Tapi .... bagaimana lo bisa sampai duluan. Bukankah lo tadi ada di belakang gw."

"Siapa bilang gw ikut lari. Waktu di tengah perjalanan gw kan udah bilang, gw gak ikut. Lo suruh gw balik, ya balik dah gw. Menunggu di taman," sahut Misran sambil senyum-senyum.

Ryan yang memang sering mengalami hal-hal aneh di tempat ini, dia tidak merasa heran. Mungkin benar Misran balik, dan misran yang menemani mereka, mungkin makhluk gaib yang ada di tempat ini.

Mendengar jawab itu Rangga hanya melongo. Bingung. Dan benar-benar bingung.

Setelah merasa tenang, mereka pun pulang. Kembali ke Banjarbaru. Ke rumah masing-masing. Dan bobo.


Selesai.
Diubah oleh kelayan00 26-09-2019 00:49
zafinsyurgaAvatar border
midnighttalkAvatar border
shortdistanceAvatar border
shortdistance dan 13 lainnya memberi reputasi
14
5.2K
44
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
922.9KThread82.9KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.