• Beranda
  • ...
  • The Lounge
  • Teror Kuntilanak Penunggu Kolam Air di Perkebunan Kopi Gunung Ungaran

ebipoAvatar border
TS
ebipo 
Teror Kuntilanak Penunggu Kolam Air di Perkebunan Kopi Gunung Ungaran





Semarang, Agustus 2013

Sekelompok pemuda yang berjumlah 6 orang terlihat sedang memarkirkan kendaraan motor di area khusus parkir pendakian Basecamp Mawar. Mereka semua berencana untuk mendaki puncak Gunung Ungaran malam ini, dikarenakan besok pagi mau melakukan upacara Kemerdekaan.

Tepat pukul 17.00 sore hari, mereka semua sudah sampai di Basecamp Mawar yang merupakan salah satu jalur pendakian Gunung Ungaran dengan sebutan Jimbaran dan lokasinya sendiri berada diatas wisata Umbul Sidomukti.

Keenam pemuda ini tergabung dalam satu geng bernama Djomoed Crew. Dimana anggotanya mulai dari Joko, Rully, Nadhief, Singgih, Risky dan Syam. Mereka semua merupakan satu alumni SMK yang sekarang sudah terpisahkan antar kabupaten maupun provinsi.

Ide melakukan pendakian berawal dari Syam berkeinginan untuk memperingati Hari Kemerdekaan diatas puncak Gunung Ungaran, alhasil mereka pun juga mau ikut dalam hal merasakan sensasi naik gunung malam hari. Ini kali ketiga dirinya melakukan pendakian via jalur Jimbaran.


"Bokongmu panas Ndut?" tanya Joko.

"Gundule wuasu, jian kapok mrene." omel Risky.

"Bwahahahah..." kami semua tertawa.

"Bahasanya dijaga Ndut, ingat lagi di Gunung." pinta Syam.

"Heleh, biasa wae, yo ra Jok." bela Risky.

"Yoih santai," ucap Joko.

"Syam, mau langsung naik apa ngopi sebat dulu nunggu maghrib?" tanya Rully.

"Ngaso sek yoh, ra kuat aku. Kui ono warung, tak mangan sek, wes krucuk-krucuk iki weteng." sanggah Risky yang langsung berjalan menuju warung.

"Ya sudah, kalian ke warung dulu! Gue mau daftar buat persyaratan pendakian. Jadi selepas maghrib, bisa langsung naik." ujar Syam menyetujui usulan mereka.

"Nah... cocok kui. Yok... Rul, nyusul Gentong." ajak Joko.

"Lah, Nadhief sama Singgih kemana?" tanya Syam.

"Ngising mbek nguyoh kono lho, mau pamite nak wc." jawab Joko.


Syam cuma bisa menggelengkan kepala saat melihat kelakuan teman-temannya yang penuh dengan berbagai macam kekonyolan. Ia pun langsung melangkahkan kaki menuju tempat registrasi pendakian, dirinya banyak berpapasan dengan orang-orang yang mau mendaki. Ada juga terlihat beberapa rombongan keluarga yang akan mengadakan kegiatan camping di sekitar wilayah Basecamp.

Harap dimaklumi, suasana disini memang sudah sangat cocok untuk mendirikan tenda, apalagi sudah menjadi rekomendasi dalam hal mendapatkan suasana alam pegunungan serta pemandangan yang tampak begitu mempesona.


"Makan terus Ndut," ucap Syam yang baru datang menyusul ke warung.

"Entek telung mangkok sarimi," sindir Joko.

"Muatamu, wong ngeleh ki, lah piye maneh." protes Risky.

"Gentong kabeh," ujar Singgih.

"Lah kue, wes cungkring tambah melenting, bwahahaha." bela Risky.

"Pye Syam, wes beres kabeh?" tanya Nadhief.

"Beres tenang, sudah dapat ijin. Ntar sehabis maghrib, kalian bisa langsung naik ke puncak." jawab Syam.

"Nah cocok," ujar Rully dengan menghembuskan asap rokok.

"Karena mendakinya malam hari, gue harap kalian jaga sikap dan tidak membuat hal-hal yang bukan semestinya, terutama Joko sama Risky!" perintah Syam sembari menerima secangkir kopi hitam panas.

"Tuh dengerin," ucap Rully.

"Pye Jok?"

"Pye Ndut?"

"Wong edan kabeh, bwahahah." timpal Singgih yang langsung membuat semua orang tertawa.


Suasana gelap perlahan menelan sinar matahari yang kian meredup, lampu-lampu penerangan menyala dengan terang tampak menghiasi satu per satu tenda di selasar Basecamp Mawar. Pukul 18.30 waktu maghrib pun sudah berlalu, Syam beserta yang lainnya siap untuk melakukan pendakian.

Rute mendaki sudah disiapkan sebelumnya mulai dari Pos 1, Pos 2, Pos 3, kebun teh, dan langsung menuju ke puncak Ungaran.



"Sebelum melakukan pendakian, mari semua berdoa agar diberi kemudahan dan keselamatan bersama. Berdoa... mulai!" kata Syam.

"Selesai," ujarnya mengakhiri berdoa.


Memulai perjalanan dari Basecamp Mawar menuju ke Pos 1 Pronojiwo sangatlah santai dikarenakan jalur masih normal mendatar dengan tekstur jalan tanah cadas yang belum ada tanjakan. Kesannya hanya berbeda saat mendaki malam hari yang penuh dengan suasana keheningan.

Semua pun menyalakan senter yang sudah dibawa sejak awal, namun karena perjalanan akan memakan waktu kurang lebih 4 jam dan ini hanya estimasi awal yang bisa berubah tergantung situasi serta kondisi. Maka dilakukan penghematan daya penerangan dengan menghidupkan 3 dari 6 senter yang dibawa. Posisinya, satu nyala dan satunya mati, begitu juga seterusnya sampai senter keenam.


"Gampang ngene jalure, " ucap Risky.

"Iseh roto iki Ndut, tapi yo rodo merinding." timpal Joko saat mengamati sekeliling ilalang.

"Heleh... wong jereh cemen, ora ono opo-opo yo, palingan garangan lewat." jelas Risky tanpa rasa takut.

"Guayamu yo Ndut Ndut," ujar Joko.


Syam yang berada didepan saat memandu jalan pun mendengar dengan jelas obrolan Risky dan Joko, dirinya ada rasa khawatir dimana mereka berdua yang suka jahil sekaligus bercanda diluar batas tanpa mengenal tempat. Jalan landai mendatar menjadi awal sambutan pertama mereka saat memulai mendaki, bagi pemula yang baru mulai pasti tidak akan mengalami kesulitan.

Kurang lebih 30 menit, Syam beserta rombongan sudah sampai di Pos 1 Pronojiwo. Terlihat Joko dan Risky sedikit terengah-engah sembari mengatur ritme nafas, sedangkan yang lain masih dengan sikap seperti biasa. Terdapat satu shelter dengan ukuran kecil yang beratapkan seng di sisi kiri jalur pendakian.


"Sek,sek... ambekan sek, tak lungguh ngaso." pinta Risky yang sudah duduk di shelter.

"Jian, Gentong kakehan mangan po, koyo ngene malah." seru Joko malah ikutan duduk.

"Yaudah, kalian istirahat dulu sebentar," ucap Syam yang masih berdiri melihat sisi kanan jalan.


Sesudah istirahat 10 menit, mereka lanjut mendaki menuju ke Pos 2 dimana jalur medan sama seperti Pos 1 dengan jalan mendatar santai tanpa adanya tanjakan. Walaupun begitu jalur ini sudah memasuki hutan lereng Gunung Ungaran, pemandangan pohon-pohon besar serta tanaman liar menjadi hal yang lumrah saat perjalanan mendaki menuju ke Pos 2.

Langkah demi langkah, kaki terus mendaki, bunyi gemericik terdengar dipertengahan jalan, menandakan akan ada aliran sungai yang merupakan sumber air pertama. Setelah aliran air, ada satu tanjakan berbatu yang menandakan mau sampai ke Pos 2.

Pemandangan pun tak jauh berbeda, disini juga terdapat shelter beratap seng, namun didepannya ada lokasi yang luas dan bisa dijadikan ruang untuk mendirikan tenda. Estimasi waktu dari Pos 1 ke Pos 2 sekitar 45 menit.


"Gimana? Masih kuat jalan." tanya Syam memastikan.

"Ahh... cuma segini masih lah," jawab Rully yang diikuti acungan jempol dari Singgih serta Nadhief. Sedangkan Joko dan Risky terlihat masih mengatur nafas.

"Ini Syam kenapa coba? Pas sampai shelter selalu lihat kanan terus sambil termenung?" batin Rully.

"Syam, hoi jangan melamun." ucap Rully menepuk pundaknya.

"Eh... bukan Rul bukan melamun," balas Syam berkilah.

"Gue tahu, elu sedang melamun sama seperti di shelter Pos 1 Pronojiwo. Jangan dipikirin sendiri lah, ceritain saja biar lega."

"Gak ada apa-apa Rul," jawabnya berbohong.


Syam terpaksa tidak memberitahu Rully mengenai apa yang terjadi saat dirinya berjalan didepan mulai dari Basecamp sampai Pos 1 dan menuju ke Pos 2. Ia banyak menyaksikan sekelebat bayang-bayang menampakkan diri, beberapa pasang mata yang mengawasi rombongan mereka.

Tak mendapatkan jawaban dari Syam, Rully langsung mengambil carrier yang tergeletak disamping shelter. Perjalanan masih berlanjut menuju ke Pos 3, disini lah titik awal pendakian dengan medan lumayan melelahkan, bisa dilihat saat nyala senter menerangi jalan setapak tanah yang sudah digantikan oleh batu-batu dengan susunan acak besar kecil ditambah medan jalur mulai menanjak.

Entah ada apa, Risky yang berada di barisan ketiga secara tiba-tiba menghentikan langkah dan menunjuk ke arah area ladang kebun kopi.


"Jok... kui opo Jok, ngetio arah kebun kopi! Iku kok gerak-gerak dewe." ujar Risky mengarahkan senter.

"Jian kampret, Syam... kui kok malah mlaku rene iku arahe." balas Joko ikut ketakutan.


Syam yang mendengar ada kegaduhan dibelakangnya dengan terpaksa menghentikan langkah kaki. Mereka semua dalam keadaan cemas ketakutan saat melihat ke arah kebun kopi dimana pohonnya bergerak-gerak sendiri menuju ke arah rombongan ini.


"Sudah diam dulu, tunggu sampai beneran lewat kesini." kata Syam mau memastikan.

"Ahh... sue... lanjut wae yoh, malah dienteni." gerutu Risky.

"Ayo Syam!" bujuk Joko.

"Ntar tunggu sebentar, daripada kalian diikutin malah berabe nanti." balasnya.

"Kok tambah cepat?" tanya Rully yang dalam keadaan bingung.

"Awas!!!" teriak Singgih memperingatkan sesuatu yang akan muncul didepan.


Srekkk... srekk... srekk, terlihat ada yang keluar menuju jalan bebatuan. Saat Syam mengarahkan senter tepat menyoroti sosok yang ada didepan dan ternyata itu seekor musang pemakan biji kopi.


"Wuasu... garangan, gawe deg-degan jantungan, tak kiro demit." omelan Risky yang mengira akan ada penampakan.

"Halah gayamu koyo wani Ndut nak ono tenan," sindir Nadhief.

"Lah... kui Joko anake demit, paling koyo ngunu." balas Risky.


Setelah insiden penampakan seekor musang yang membuat mereka berhenti, Syam langsung melanjutkan pendakian. Hamparan perkebunan kopi menjadi pemandangan yang mencekam ditambah tidak ada rombongan lain yang melakukan pendakian malam, karena semuanya sudah melakukan summit duluan.

Jalur makadam berupa bebatuan  memang berat untuk melangkahkan kaki, sekitar 30 menit berlalu, mereka akhirnya sampai di Pos 3. Anehnya disini tidak ada shelter yang digunakan untuk sekedar istirahat melainkan hanya sebuah pondok, namun begitu, malah terlihat ada kolam air yang luas.


"Ahh... mandeg sek, sikilku ndredeg." pinta Risky kelelahan.

"Sek tak ngombe disek, haduhh..." ucap Joko menambahi.

"Jok, Jok, harene nak kene ono wedok ayu tenan?" tanya Risky.

"Yah mene mulo ono, nak seksi semlohai ngimpi wae. Wong peteng dedet ngene paling demit nyengir." jawab Joko.

"Lah kui, wedoke malah guyu, seksi sisan susune gede." jelas Risky terpesona.

"Matamu sempal, ngendi ono Ndut?" tanya Joko penasaran.

"Kui lho jejer kolam, suwek tenan ayune." jawab Risky dengan tangan menunjuk kolam.

"Bocah ed... kui kui kui..." Joko terbelalak bergidik ngeri melihat sosok penampakan didepannya.

"Sya... Syaa... Syaa..." suara tercekat seakan tak mau keluar dari mulutnya.


Syam dan lainnya terlihat sedang beristirahat di pondok, ia meneguk air secara perlahan untuk menghilangkan dahaga tenggorokan yang sudah mulai kering begitu juga dengan mereka. Beda dengan Risky dan Joko lebih memilih duduk menghadap ke kolam air.

"Hati-hati le!" tiba-tiba Syam mendengar suara misterius.

Ia pun mencari sumber suara tersebut namun tak mendapatkan apa-apa. Justru dirinya mendapati Joko yang memperlihatkan raut wajah ketakutan seakan minta tolong, sedangkan Risky malah senyam senyum sendiri ke arah kolam.



"Astagfirullah..." Syam terkaget setelah melihat apa yang ada di tengah kolam, dimana ada seorang perempuan memakai baju warna putih dengan rambut panjang, ditambah wajah penuh kengerian sedang tersenyum menyeringai.

"Gowonen koncomu lungo le!" bisik suara misterius itu lagi.

Tak mau memperburuk keadaan, dirinya memutuskan untuk lanjut lagi pendakian menuju perkebunan teh. Ia meminta Singgih untuk menuntun Risky, sedangkan Joko didampingi Rully.

Langkah kaki setapak kembali berkutat dengan bebatuan yang ada disepanjang jalan setelah meninggalkan Pos 3. Namun ada hal aneh yang membuat Syam fokusnya terpecah dalam perjalanan menuju ke perkebunan teh, sikap dari Joko sekarang malah termenung tanpa suara sedangkan Risky masih senyam senyum sendiri.

Sekitar 15 menit jalan setapak menanjak, terlihat didepan ada sebuah pertigaan yang merupakan pertemuan jalur pendakian Promasan, Jimbaran dan kebun teh. Sama seperti medan sebelumnya, jalur ini pun masih berbatu menanjak ke atas.

Syam melihat jam tangan sudah menunjukkan pukul 21.00, berarti ia baru setengah perjalanan. Hanya kurang melewati kebun teh yang langsung ke puncak dan inilah jalur terakhir dengan medan paling berat seperti bebatuan yang mengharuskan mereka untuk memanjat naik.


"Mau lanjut kebun teh? Apa belok ke Desa Promasan?" tanya Syam berhenti sebentar.

"Nanggung banget ini, lanjut saja toh disana pasti sudah ramai." ucap Rully, sedangkan lainnya cuma mengangguk setuju.


Langkah kaki yang sempat terhenti, mulai melangkah secara perlahan saat mendaki jalan bebatuan menanjak dimana sekelilingnya hanya perkebunan teh.

Kik... kik... kik...

Wakk... wakk... wakk...

Kukk... kukkk... kukk...


Mulai muncul suara-suara aneh disekitar mereka.



Hawa mistis sudah tak malu-malu lagi menampakkan diri, mahluk lain sudah mulai mencoba bertegur sapa, hanya sekedar bersuara untuk menciutkan nyali seseorang. Pohon teh bergerak-gerak sendiri, lemparan krikil, hembusan angin begitu kuat serta munculnya sekelebat bayang-bayang putih melayang mendekat lalu menjauh dan mendekat lagi.

"Fokus saja ke jalan, bentar lagi kalian akan memanjat bebatuan didepan. Mereka hanya ingin menyapa, biarin saja." kata Syam.

Meninggalkan kebun teh, kini sudah ada jalur tanah padat dengan bukit bebatuan yang menjadi titik awal masuk ke hutan lebih dalam. Satu per satu dari rombongan ini mulai memanjat dengan cepat, saling membantu dan tidak ada yang meninggalkan terlebih untuk Risky dan Joko.


"Angkat... tarik... angkat... tarik," suara yang terdengar saat berusaha membantu Risky dengan badan cukup bongsor.

"Wakakakaka... wakakaka..." muncul suara tertawa dari kejauhan.


Akhirnya setelah kesusahan menaikkan Risky, mereka semua berhasil memanjat keatas. Syam mulai mengarahkan senter ke samping kiri, kanan serta depan. Kenapa kali ini dirinya saat mendaki gunung malah mendapatkan berbagai macam penampakan?

Padahal ini baru awal masuk ke hutan, ia pun tidak bisa membayangkan apa saja yang akan terjadi didepan nanti. Namun, tiba-tiba tubuh Risky memberontak dengan keras, Singgih yang memegangi sampai tidak kuat.


"Woi, Syam, woi..." teriak Singgih yang sudah tidak kuat.

"Minggir koe," geram Risky.

Terlambat, Singgih sudah tidak bisa lagi menahan tubuh besar Risky yang meronta terus menerus. Syam yang berada didepan langsung ditabrak oleh Risky dengan berlari melaju kencang menuju ke arah hutan.

"Wedhus alas," umpat Syam mencoba berdiri.

"Gimana ini?" Tanya Rully khawatir sedangkan yang lain sudah ketakutan.

"Fokus dulu, paling penting jangan meninggalkan rombongan." balas Syam.

"Koncomu ono nak cedak uwet gede le," suara kakek-kakek misterius yang terdengar lagi.

"Risky biar gue yang urus nanti! Ayo lanjut naik biar cepat sampai!" perintah Syam.

"Tapi..."

"Tenang Rul, Risky sudah ada ditengah hutan dekat pohon besar." sanggah Syam membuat semuanya sedikit kaget.

Setapak langkah kaki yang semakin berat membelah keheningan malam saat sudah masuk ke hutan. Suara menangis dan ketawa seorang perempuan serta bunyi-bunyi aneh kian sering terdengar seakan menemani mereka dalam gelapnya malam. Pikiran Syam sudah berkecamuk mendapati Risky yang menghilang, dirinya menengok ke belakang melihat semua orang dalam keadaan ketakutan.

"Semoga... semoga... semoga," lirih suara dari Syam.

Langkah yang semakin tertatih, otot kaki menegang dan pikiran berkecamuk penuh tanya membuat Rully hampir pesimis menyerah. Namun setelah melihat seseorang didepan yang mengenakan kupluk, seakan memberikannya semangat mendaki.

"Lu emang dari dulu tidak berubah Syam," batin Rully.

Malam mencekam penuh dengan bisikan makhluk tak kasat mata yang membuat seseorang menyerah, tak menghentikan langkah kaki dari rombongan ini. Syam yang memandu mereka, terus masuk menerobos agar segera keluar dari hutan. Hampir satu setengah jam mendaki, dirinya belum menemukan pohon yang besar sesuai arahan dari suara kakek-kakek misterius. Udara pegunungan kian menusuk tulang sudah semakin terasa, diujung jalan mulai terdengar suara keramaian dan cahaya yang tampak menyinari kegelapan.

"Syam, ada pohon besar." teriak Rully dengan arahan senter.

Singgih yang ada dibelakang malah mengarahkan senter ke atas pohon, langsung bergidik ngeri melihat sosok perempuan memakai baju putih dengan mata melotot menandakan sebuah ancaman.



"Kun... kunn... kunn," pekik suara Singgih tertahan.

"Syam... diatas!" teriak Nadhief.

"Syam... Risky!" teriak Rully baru menyadari.

"Astagfirullah..." pekiknya.

"Jupuk banyu le, weki dungo marang gusti panguripan sejagat." suara seorang kakek.


Tanpa pikir panjang, Syam langsung menjatuhkan carrier dan mengambil botol air untuk diberikan doa keselamatan. Penampakan sosok perempuan  diatas hanya melotot memandangi tanpa adanya pergerakan. Ia memberanikan diri untuk menghampiri Risky didekat pohon dengan matanya melotot.

"Minggir koe! Lungo....!" geram Risky.

Tak mengubris perkataannya, Syam langsung memaksa Risky agar mau membuka mulut. Walapun penuh perlawanan, dirinya berhasil membuat Risky menenggak air minum yang sudah dikasih doa.


"Brukk..." suara tubuh Risky yang ambruk.

"Ayo bantu!" perintah Rully saat melihat Risky tergeletak dan Syam yang sedang mengatur nafas dengan menyender dipohon.

"Masih kuat?" tanya Rully menghampiri Syam.

"Masih lah, masa kalah ngelawan Gentong empal." balasnya canda mencairkan suasana yang masih menegangkan.


Syam mencoba berdiri maju perlahan sambil melihat ke atas pohon. Ia lebih kaget mendapati sosok perempuan tersebut sudah menghilang lenyap entah kemana. Sayup-sayup perlahan Risky membuka mata setelah 30 menit menunggu, mereka tidak akan menceritakan kejadian naas ini sebelum sampai ke camping ground dekat puncak Ungaran.

"Mumpung Gentong sudah sadar, ayo lanjut mendaki! Sebentar lagi kalian sampai di camping ground puncak." perintah Syam.

Mereka semua mengambil carrier yang tergeletak diatas tanah, kemudian bersiap melangkahkan kaki menapaki jalur menanjak diantara pohon-pohon yang menjulang. Berbeda dengan sebelumnya, sekarang sudah tidak ada lagi suara-suara tertawa cekikikan, menangis maupun sekelebat bayang. Semua hilang begitu saja, hanya terdengar hewan-hewan penghuni hutan yang bersuara.

"Akhirnya..." teriak Rully yang ada dibarisan belakang.

Teriakan Rully menandakan rombongan ini sudah memasuki jalur terbuka setelah hutan, tahap akhir pendakian tinggal mengikuti jalur mendaki yang penuh dengan rerumputan panjang. Langkah tertatih menanjak menjadi akhir dari malam mencekam ini, area camping ground sudah didepan mata, Syam pun menarik nafas lega karena semua selamat.
Diubah oleh ebipo 24-09-2019 05:30
GrestaAvatar border
ceuhettyAvatar border
zafinsyurgaAvatar border
zafinsyurga dan 14 lainnya memberi reputasi
15
3.1K
47
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
922.7KThread82.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.