- Beranda
- The Lounge
KPK: Sejarah dan Masa Depannya
...
TS
dekmanjari
KPK: Sejarah dan Masa Depannya
Quote:
KPK: Sejarah dan Masa Depannya
Lika-liku usaha menciptakan good governancedi Indonesia sejatinya masih panjang. Salah satunya dalam upaya pemberantasan korupsi. Sebuah upaya luhur dan mulia dengan satu tujuan, sebesar-besar kemakmuran rakyat. Segala pembangunan yang dilakukan oleh negara tidak lain dan tidak bukan harus bermuara ke sana.
Korupsi menjadi salah satu virus yang menggerogoti upaya ini. Sebuah penyakit yang lahir sejak dulu. Berasal dari rasa tamak dan tidak pernah puas. Tidak takut pada Tuhan dan hilangnya rasa empati. Sungguh, orang yang memiliki sifat ini bisa dibilang telah hilang setengah rasa kemanusiaannya.
KPK adalah salah satu organ pemerintah yang sengaja diciptakan secara spesifik untuk melawan penyakit korup. Muncul sebagai sebuah jalan keluar yang disepakati bersama dikarenakan dua lembaga sebelumnya dirasakan tidak cukup mampu untuk melakukan hal tersebut. Lembaga KPK diberikan kekuasaan yang cukup besar untuk menghadapi para penderita penyakit tersebut, yang sebagian besar juga memiliki kekuasaan atau dekat dengan sumber-sumber kekuasaan.
Benih-benih ide pembentukan KPK sudah mulai muncul sejak zaman Presiden Habibie. Saat menjabat, beliau mengeluarkan Undang-Undang No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan yang Bersih Dari KKN. Lalu beliau membentuk beberapa komisi seperti KPKPN, Ombusman dan KPPU.
Lalu dilajutkan pada jaman Presiden Gus Dur. Beliau membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau TGPTPK. Sayangnya tim ini kemudian dibubarkan karena Judicial Review oleh Mahkamah Agung. Padahal, pada waktu itu tim ini sedang sangat semangat melakukan pemberantasan korupsi.
Akhirnya pada tahun 2002, Presiden Megawati yang menggantikan Presiden Gus Dur yang lengser merilis Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Termasuk, mengangkat lima komisoner KPK pertama.
Sumber pic: tandseru.id
Sejak saat itu dimulailah petualangan KPK melawan korupsi di Indonesia. Hampir tujuh belas tahun KPK telah berdiri dan selama itu juga banyak kisah—yang sering kali dramatis—mengiringi kisah KPK. Cicak vs Buaya, Ketua Komisioner KPK ditangkap begitu pun dengan komisioner lainnya, lalu penyidik yang disiram air keras. Segala cerita tersebut tidak bisa kita pungkiri adalah akibat dari sebuah sebab. Bahwa KPK telah berhasil meniup asap pada lubang tikus.
Kemudian yang terkini adalah RUU KPK yang telah disahkan menjadi UU KPK yang baru. Dimana berlakunya sejak diketok palu pengesahan yang kisahnya seolah mirip pembuatan candi prambanan, dikebut. Tak hanya itu juga, saat pengesahannya pun hanya dihadiri oleh 80 anggota DPR.
Masyarakat terbelah dua dalam menyikapi hal tersebut. Sebagian menolak dan sebagian setuju dengan hal keputusan itu.
Tidak seperti waktu-waktu terdahulu bahwa isu ini hampir bulat, utuh, jika KPK harus dikuatkan dan didukung oleh segenap rakyat. Dahulu, seorang Fahri Hamzah seolah melawan arus, seorang diri berteriak mengkritisi KPK. Meskipun ada yang sepakat dengannya, orang tersebut akan langsung dicap anti KPK dan pro korupsi.
Lalu, kenapa fenomena ini bisa terjadi?
Isu-isu yang muncul atau pun fakta yang dimuncul sebagai alasan pendukung revisi Undang-Undang KPK terlihat agak janggal. Karena ia muncul bukan sebagai sebab tapi beriringan dengan argumentasi perlunya mendukung revisi Undang-Undang KPK. Bukankah ini lucu?
Seharusnya, taliban di dalam KPK, atau ketidak profesionalan KPK muncul lebih dahulu menjadi isu. Isu ini berputar dan jika terbukti benar barulah ditindak-lanjuti dengan revisi Undang-Undang KPK. Seharusnya skenarionya seperti itu. Namun, yang terjadi adalah, revisi Undang-Undang KPK muncul secara bersamaan dengan isu KPK telah disusupi taliban dan KPK tidak profesional, seolah menjadi body guard yang menyertai di sampingnya. Sebab-akibat terbalik-balik.
Sehingga, wajarlah jika ada kesan bahwa isu yang dimunculkan dianggap sebagai pelicin agar RUU itu bisa diterima. Meskipun oleh sebagian masyarakat.
Seharusnya, Fahri Hamzah yang sejak bertahun-tahun yang lalu meneriaki KPK sudah memiliki banyak pengikut dan penyuara yang sama. Toh, ternyata tidak terjadi. Suara-suara yang seolah serempak itu muncul saat ini. Itu pun tidak serta merta bersuara sama. Karena Fahri Hamzah tidak pernah mengungkit tentang taliban.
Akan tetapi isu yang diusung Fahri Hamzah tidak diangkat lebih luar kepermukaan. Karena pada dasarnya hal tersebut juga cukup bernalar dan logis. Seperti halnya ketika Fahri Hamzah mengkritik KPK atas nama-nama mentri yang pada tahun 2014 telah diberikan stabilo “awas” oleh KPK. Nama-nama yang kadung telah diberikan warna tersebut tidak lagi terdengar namanya dan tidak pula dipulihkan namanya jika terbukti harusnya tidak diberikan tanda warning.
Saya pribadi sepakat jika KPK harus dikuatkan dengan cara-cara yang benar. Diperbaiki dengan metode yang tepat. KPK harus terbebas dari politik praktis. KPK harus benar-benar independen dan diberikan keluasan yang besar agar mampu merangsek masuk ke dalam kekuasaan yang sedang main mata. Namun, KPK harus bertindak diam-diam. Melandaskan kegiatannya pada pola kegiatan audit yang benar. Temuan BPK yang nominalnya tinggi harus menjadi skala prioritas.
Mari kita dukung KPK dan segala upaya pembersihan korupsi di Indonesia. Kita mulai dari keluarga kita sendiri dengan menamkan pentingnya nilai moral dalam aspek kehidupan.
Udah.
Sumber referensi :
Diubah oleh dekmanjari 22-09-2019 02:41
zafinsyurga dan 8 lainnya memberi reputasi
9
386
Kutip
3
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
923.1KThread•83.2KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru