Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

HalidaLidutAvatar border
TS
HalidaLidut
Stage 2 *Kutitip Janin Di Rahim Istrimu*
Stage 2 *Kutitip Janin Di Rahim Istrimu*Kau pernah melihat seseorang menyusup mendekap hujan?
Sementara yang lain sekitarnya menepi mencari perlindungan.
Jika kau lihat seseorang itu.
Itu aku,
Itu aku.
~~~~~~~~~*****~~~~~~~~~

Berkali-kali Amira melirik benda mungil di sebelah kirinya, handphone pemberian Leo dengan nomor khusus yang hanya diketahui mereka berdua. Pria tersebut memberikan sebagai kado ketika melahirkan anaknya, Ben.
Kala itu baginya, si suami adalah lelaki terbaik sedunia. Begitu sempurna. Leo tak bercacat di matanya. Selalu menghadiahkan kado, kejutan serta kehangatan.
Namun itu semua berubah ketika setahun usia Ben.
Amira bukannya tak pernah mencari dimana letak kesalahan sehingga Leo tak seindah dulu, tapi dia tak pernah dapat menemukannya. Selain lelaki itu sedang berada di puncak kepopuleran, terbutakan oleh sanjungan.

"Ma ...." Bocah tiga tahun nan manis membuyarkan lamunannya.

"Apa, Sayang?" Amira tersenyum lembut lalu memangku Ben.
Anak berwajah mirip ayahnya itu tak menjawab pertanyaan. Jemarinya asyik memainkan rambut Amira.

"Ben udah ma'am siang belum, Mba?" Lina, babysitter yang ditanya wanita itu, sigap menjawab, "udah, Bu. Ini baru mau dibobo'kan."

"Nah Ben sayang. Waktunya tidur siang. Mimpikan Mama, ya? Yang indah." Dikecupnya seluruh wajah sang anak.
Ben terkikik geli, dia senang jika ibunya melakukan itu. Apalagi jika meniup perutnya, dia suka permainan tersebut.

Lalu diletakkannya sang anak dalam buaian. Ben masih betah diayun. Tidurnya akan lama di situ, lelap.
Amira membawa anak beserta babysitter pada saat dia bekerja dari pagi hingga petang. Disulapnya kantor kecilnya menjadi ruangan yang nyaman demi si bocah supaya betah.
Dia tak ingin sang anak benar-benar kehilangan figur kedua orangtua. Setidaknya salah satu mesti dapat menunjukkan peranan. Setiap hari Amira berusaha memiliki waktu bersama Ben, sesering mungkin.

Wanita itu mengecup kening anaknya, "sweet dream, my love." Lalu Lina mengambil alih tugasnya.

Amira mengembuskan napas berat. Dia melihat jam mahal yang melingkar di tangan. Benda itu juga salah satu kado surprise dari Leo. Perempuan tersebut masih belum sanggup melepas, pemberi beserta barang-barangnya. Lelaki itu tetap tak tergantikan. Dia mencintainya sejak dini, ketika mereka masih berseragam merah putih.

Waktu itu Amira kecil dan beberapa teman mencuri mangga di halaman depan rumah Leo. Namun bukannya ketakutan saat ketahuan empunya rumah, justru gadis tersebut menjulurkan lidah ke arah Leo sehingga membuat lelaki kecil itu mengacungkan tinju mungilnya.
Anehnya Amira hanya cekikikan, "ayo tangkap aku. Siapa takut?!? Weeek." Ejeknya sembari berlari menjauh.

Bocah jahil tersebut semakin menjadi-jadi, apalagi dilihatnya anak lelaki manis itu menangis karena kesal sebab tak berhasil mengejar para pencuri cilik.

"Ye yee cengeng ... kalah nih yeeee?" Usilnya Amira malah kembali menjulurkan lidah dan memasukkan kedua jempol di kiri kanan telinga seraya memainkan jari-jarinya.
Jaraknya entah berapa meter di depan bocah laki-laki tersebut, tapi sosoknya masih dapat terlihat.

Leo tak mampu menyamai lincahnya anak perempuan tersebut berlari. Akhirnya anak lelaki itu berhenti kelelahan, lalu yang tersisa hanyalah tawa nakal Amira kecil yang semakin menjauh. Menggema masuk ke relung hati Leo, "akan kutemukan kau!"

~~~~~~~~~*****~~~~~~~~~

[Kujemput makan malam nanti] ponsel mewah di sebelah kanannya menunjukkan notif sms masuk.

[Hallo, Bapak kucing. Tumben menghubungi? Kangen ya?] Emoticon wajah tertawa sambil berlinang air mata muncul di akhir balasan sms Amira.

[Tidak juga.] Hanya begitu respons Aris.

[Jadi kenapa mengajakku? Bawa aja bibi Ning sana. Huh!] Emoticon wajah memerah.

Hingga akhirnya Amira menutup salon kecantikannya, tak ada balasan dari Aris. Sama sekali.

~~~~~~~~~*****~~~~~~~~~

"Ben, main sama Kak Lina, ya? Mama pergi dulu. Love you," Amira mencium pipi anak semata wayang.
Sempat digendongnya Ben dan mengajak bercanda. Mereka sedang mengejar kelinci-kelinci peliharaan di taman kecil samping rumah. Saat dilihatnya bocah itu tertawa senang, maka dia beranjak pergi sambil tersenyum.

Tubuh dan kulit Amira memang terawat. Selain pemilik salon kecantikan yang lumayan ramai peminat, perempuan tersebut juga senang berolahraga. Biasanya kegiatan tersebut dimulai dari jam tujuh malam hingga selesai.
Wanita itu punya tempat gym favorit. Di daerah pinggiran, yang merupakan salah satu usahanya juga. Tidak terlalu besar, tapi dia senang akan suasananya. Tak begitu menonjol, tempat yang tepat untuk melampiaskan kegetiran.

Namun entah kenapa di tengah perjalanan menuju gym, mendadak Amira berubah pikiran. Lantas berbalik arah, sedannya meluncur mulus. Audio di dalam mobil sedang melantunkan Surrounded milik Dream Theater. Dia tergila-gila akan lagu itu, tak pernah lekang oleh waktu. Tersenyum-senyum mendengungkan irama sang gitaris pada interlude. Wanita tersebut membayangkan reaksi seseorang yang akan dijumpainya nanti.

~~~~~~~~~*****~~~~~~~~~


[Aku di depan pintu apartemenmu. Tolong buka pintunya, Mr ....] Amira mengirim sms.

Beberapa detik kemudian, layar lima inci itu memperlihatkan nama seseorang. Ada panggilan masuk, dari lelaki yang ingin dijumpai. Amira menyentuh gambar telepon bewarna hijau, namun terkejut mendapati nada menyergah yang justru menyambut.

"Bego'. Kenapa tak bilang sebelumnya mau ke apartemenku?!?" Suara bariton itu terdengar gusar.

"A aku ingin memberikan surprise. Maaf, sepertinya bukan waktu yang tepat, ya?" Amira merasa bersalah. "Ada seseorang yang menemanimu di dalam?" lanjutnya tak enak hati.

"Kau sendiri 'kan yang tadinya menolak ajakanku? Tunggu saja di situ. Aku ke sana. Jangan kemana-mana!" Suara di seberang telepon seperti sedang terburu-buru.

"Jadi kau di luar? Kukira kau ada di dalam. Tak usah saja. It's ok. Aku mengganggu. Next time ...."

Sebelum sempat Amira selesai bicara, Aris sudah memotong, "kubilang tunggu saja di situ. Aku pulang. Jika mendapati kau tak ada. Kususul kemanapun kau pergi!"

Tut tut tut. Suara saluran diputuskan.
Amira cuma dapat terperangah. "Apa-apaan lelaki itu? Mendominasi sekali! Dasar!" Namun dia tidak punya pilihan selain menurut. Sambil menggerutu, perempuan itu memainkan layar ponsel supaya dapat mengalihkan perhatian, dia mencari keasyikan di dalam alat canggih tersebut.

Sepuluh menit kemudian pria itu datang dengan langkah lebar serta tergopoh.
Amira melirik penampilan Aris yang rapi. Wanita itu merasa yakin, sepertinya lelaki tersebut sedang berkencan dengan seseorang. Amira semakin merasa bersalah, seharusnya dia tidak memberikan kejutan. Laki-laki ini jelas tak suka.

"Lain kali ingin bertemu. Jangan sungkan katakan langsung. Aku benci kejutan." Wajah Aris merah padam. Amira sadar dia melakukan kekeliruan, pria di hadapan ini juga punya kehidupan.

"I iya. Maaf. Tiba-tiba saja aku ingin menjumpaimu. Jadi kubalikkan arah mobil. Memang seharusnya kukabari dulu. Bagaimanapun kau pasti punya kesibukan sendiri. Aduh, aku jadi tak enak hati ...." Wanita tersebut menjadi serba salah, matanya segan menatap Aris. Dia menunduk dalam.

"Berbalik arah darimana?!?" Lelaki tegap itu melangkah membuka pintu apartemen, suaranya tajam terdengar.

Amira ragu melangkah maju, "tadinya ingin Muaythai. Tapi kubatalkan karena ingin menemuimu. Sudah dua hari semenjak terakhir kita bertemu."

"Kau ikut itu tapi tak mampu melawan suami sendiri. Bela diri macam apa kau? Ayo masuk!" Pria jangkung tersebut sudah berada di dalam, tangannya membuka daun pintu lebar-lebar.

"Sepertinya aku mengurungkan niat sajalah." Tiba-tiba Amira kehilangan semangat, padahal semula dia ingin mengajak lelaki itu makan malam.
Wanita mungil tersebut masih kepikiran bahwa pastilah tadinya Aris sedang berkencan. Hal itu membuat sesuatu dalam benaknya terganggu. 'Ada yang salah.' Bisiknya pada hati.

"Hei! Tak kau lihat kucing-kucingku sudah menyerbu? Ayo cepat masuk! Pintunya harus ditutup, sebelum kusuruh kau berlari mengejar mereka keluar." Aris mengerang. Lalu dia melihat wajah Amira sedikit layu, itu mungkin akibat bentakannya.

"Oh oke." Wanita tersebut bergegas masuk ketika menyadari kemunculan hewan-hewan peliharaan Aris. Dia tidak dapat membayangkan betapa repotnya jika harus mengejar mereka yang keluar berombongan karena kecerobohannya.

"Kau dikeroyok pasukan berbulu. Kulihat kau kewalahan." Kemudian Amira terkikik geli saat jarinya dijilati si Tutung.

"Maaf sudah menyemprotmu. Aku cuma khawatir saat tau kau sendirian di lorong tadi." Aris menggendong si Mungil lalu memberikan pada Amira, "saudaramu mencari, dia rindu."

"Itu kata saudaraku atau kata Tuannya?" Wanita itu memeluk Mungil, digoyangkannya kalung lonceng di leher kucing tersebut.

"Kata yang mana?" Aris menautkan alis tebalnya.

Lirih Amira berujar, "rindu ...."

"Kata si Legam." Suara lelaki di hadapan seolah tercekik.

"Kasihan kau Legam, jadi tersangka utama. Padahal jelas tak bersalah. Kenapa selalu dikucing hitamkan?!? Malangnya nasibmu." Amira mengelus kepala hewan berbulu itu, favoritnya Aris.

"Kenapa ke sini?" Aris menatap tak percaya. Tidak menyangka bahwa ternyata untuk menemui wanita di hadapan, demi itu dia harus mengebut kesetanan.
Sejujurnya yang dikhawatirkan bukanlah apa yang bisa saja terjadi karena dia melaju seperti itu. Tetapi sesuatu yang ditakutinya adalah bila dia datang, perempuan itu telah menghilang.
Sudah lama dia tidak merasakan kecemasan seperti ini. Dan lelaki itu benci perasaan tersebut.

"Memangnya tak boleh? Ada pelarangan?" Amira mencari jawaban pada mata elang Aris.

Pria tersebut menghela napas berat, "kau ingin pegang kunci apartemen? Ini." Besi pipih itu diserahkan Aris dalam genggaman Amira.

Wanita itu terkejut, dia tak menduga sama sekali, "ini apa?" mulutnya masih ternganga.

"Pegang saja. Aku punya cadangan. Kapanpun kau boleh ke sini. Tidak ada larangan." Suara Aris terdengar biasa saja, seolah hal itu adalah sesuatu yang lumrah dilakukan.

Ketus Amira menolak, "aku tak mau! Lagian bukan hanya aku, perempuan yang pernah pegang kunci apartemenmu."

"Baru cuma kamu. Dan bodohnya aku, tanpa pikir panjang memberikannya padamu." Aris memainkan bola matanya ke atas. "Oh iya, jika perempuan yang kau maksud itu termasuk bibi Ning ... yup, dia salah duanya."

"Kau terdengar menyesal, Tuan. Ambil saja kuncimu. Dan ada urusan apa aku harus masuk apartemen seseorang tanpa pemiliknya?"

"Wow, sejak kapan kau dapat membaca isi hati orang lain? Tapi sayangnya kau harus belajar ilmu telepati lebih canggih lagi. Lalu jangan lupa bahwa seseorang itu aku, pemiliknya."

Amira mencibir, "kau punya penyakit memaksakan kehendak. Hebat sekali bibi Ning bertahun-tahun tahan menghadapimu."

Mendadak mata Aris berubah sendu, "oh ternyata kau pun tak sanggup menghadapiku."

*To be continue*
Diubah oleh HalidaLidut 22-09-2019 13:45
eja2112Avatar border
Pippin2010Avatar border
anasabilaAvatar border
anasabila dan 3 lainnya memberi reputasi
4
4.3K
7
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.7KThread43.1KAnggota
Urutkan
Terlama
Thread Digembok
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.