Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

lastrimarrAvatar border
TS
lastrimarr
Wawasan Hadir Karena Literasi

Sumber
Banyak sekali anak-anak di luar sana yang kurang beruntung dalam hal menimba ilmu. Banyak istilah "untuk makan pun susah apalagi untuk sekolah". Hal itu yang dapat menjadikan anak bangsa tidak memiliki semangat untuk bersekolah, mereka lebih memilih untuk bekerja daripada belajar.
Pagi itu aku pergi kesebuah kampung kumuh berhiaskan sampah-sampah. Dimana banyak anak-anak yang berjualan, ada yang pergi berjualan sendiri ada juga yang ikut dengan ibunya.

"Banyak sekali anak kecil yang bekerja di sini. Apakah mereka tidak ada keinginan untuk bersekolah?" gumamku dalam hati sambil menyusuri jalanan becek.

"Kak kak mau beli tidak? Rasanya enak loh." Ucap seorang anak kecil menghampiri ke arahku sambil membawa dagangannya.

"Berapa dek? Kakak beli 2 aja" sahutku.

"Harganya 2000 kak" sambil menyodorkan makanan tersebut ke arahku.

"Dek kakak mau nanya boleh gak?" Kata itu spontan terucap dari bibir.

"Boleh kak mau nanya apa?" Jawab si anak dengan lugu.

"Ngomong-ngomong kenapa adek tidak sekolah? Apa jarak sekolah dari rumah jauh? Atau ada alasan lain?" Tanyaku dengan sopan.

Anak dengan kulit hitam manis berambut lurus tersebut tiba-tiba terdiam dan menangis sambil menundukan kepalanya.

"Adek kenapa nangis, kakak bikin kamu sedih ya" ucapku.

"Ti-dak kak, aku juga ingin bersekolah dan bisa membaca seperti anak yang lain tapi orangtuaku menyuruh untuk berjualan daripada sekolah" ucap anak tersebut sambil tersedu-sedu.

"Tapi apakah semua temanmu juga sama tidak bersekolah karena alasan yang sama?"

"Iya kak semua teman-temanku sama seperti itu." jawab anak itu dengan pelan.

Sungguh malang nasib mereka, aku pun ikut bersedih karena masih banyak anak yang putus sekolah karena kondisi ekonomi orangtua mereka. Aku ingin mereka bisa bersekolah setidaknya mereka bisa membaca untuk menambah pengetahuan mereka tentang seberapa luas dunia yang mereka pijak.

Aku akhirnya pulang kerumah dan mencari cara bagaimana membantu orang-orang diluar sana yang ingin belajar tapi tanpa mengeluarkan biaya sepeser pun. Akhirnya aku berpikir dengan kecanggihan teknologi saat ini, aku ingin membuat gerakan literasi dasar untuk anak-anak dikampung itu. Aku menghubungi Reno sahabatku untuk diajak bekerja sama dalam rencanaku.

"Halo. Reno kita bisa ketemu gak besok di tempat biasa?" Ucapku di telpon.

"Bisa Win. Jam berapa?" Jawab Reno.

"Kira-kira Jam 9-an" sahutku.

"Oke besok aku kesana". Jawab Reno lagi.

Hari itu aku datang ke tempat biasa kami bertemu untuk menemui Reno.

"Mau bicara masalah apa Win, tumben sampai ngajak ketemuan segala" ucap Reno heran.

"Jadi gini Ren, denger ya. Kemarin aku datang kesebuah kampung di mana kampung itu tanpa pendidikan, ngerti gak? Ya gini semua anak yang tinggal di kampung itu tidak bersekolah dan tidak bisa membaca" jelasku.

"Ya terus gimana?" Tanya Reno.

"Aku bakalan buat gerakan literasi dasar di kampung itu, tapi tanpa biaya mereka tidak perlu bayar jadi kita bekerja seikhlasnya dengan niat membantu mengembangkan kemampuan anak di kampung itu, gimana setuju?"

"Tapi kita kan cuma berdua, memangnya bisa?" Tanya Reno ragu.

"Kenapa harus bingung teknologi sekarang sudah canggih, kita hidup di era digital. Jadi kita gunakan teknologi dengan sebaik-baiknya. Kita buat komunitas gerakan literasi dasar di internet. Kita ajak teman dekat kita ataupun orang lain untuk bergabung di gerakan literasi dasar ini" aku terus meyakinkan Reno.

"Oke aku setuju dengan ide kamu, sekarang langsung kita buat saja"

"Oke makasih ya Ren. Untung ada kamu kalau tidak ada, gak tau aku harus minta tolong ke siapa lagi" ucapku sambil tertawa kecil.

Tidak lama setelah kita merundingkan untuk membuat gerakan itu. Banyak sekali respon positif dari warganet untuk mendukung gerakan itu. Lambat laun, banyak sekali relawan yang ingin membantu dan terjun langsung untuk membantu anak-anak belajar. Tapi aku belum memberi tahu orang tua mereka tentang rencana ini.

Pagi itu aku bergegas berangkat ke kampung itu untuk memberi tahu orangtua mereka tentang rencana ini. Aku harap mereka memberikan respon positif terhadap rencana ini. Aku menyiapkan mental untuk bicara di depan orangtua anak-anak itu.

"Bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian mohon perhatiannya sebentar, perkenalkan nama saya Winda. Di sini saya tidak bermaksud untuk tidak sopan, kedatangan saya mungkin mengganggu pekerjaan ibu dan bapak, sa.."

"Cepatlah kami tidak punya banyak waktu untuk mendengarkan kamu bicara" teriak salah satu ibu dari belakang.

"Iya betul. Kami harus mencari uang untuk makan" lanjut ibu yang lain.

"Iya ibu-ibu sabar saya hanya meminta waktu ibu dan bapak sebentar. Saya melihat kondisi anak-anak disini kurang beruntung dalam hal pendidikan, jadi saya membuat gerakan literasi dasar untuk anak-anak di sini agar bisa belajar seperti anak-anak seusia mereka" aku berusaha menjelaskan dengan tenang.

"Oh jadi kamu memandang rendah warga di sini, kamu kira kami tidak mampu menyekolahkan anak kami" tegas seorang ibu.

"Bukan seperti itu maksud saya ibu. Saya pernah mengobrol dengan salah satu anak, anak itu sangat ingin sekali bersekolah tapi orangtuanya tidak memberikan mereka izin bersekolah."

"Mentang-mentang kamu anak kota jangan sok berlaga jadi pahlawan. Yang kami butuhkan disini adalah uang bukan pengetahuan. Kami butuh makan, memangnya dengan belajar kami bisa dapat uang?" Ucap seorang ibu dengan sangat keras.

"Mungkin dengan belajar tidak akan mendapatkan uang. Tapi jika mereka terus menerus belajar maka mereka bisa mencari poekerjan yang lebih layak dan gajinya besar. Mereka bisa mencukupi kebutuhan ibu dan bapak" tegasku sambil menahan air mata yang ingin keluar.

"Sudahlah jangan buat orang-orang disini marah karena kedatanganmu. Kamu urus saja masalahmu sendiri jangan sok jadi pahlawan. Hidup kami aman-aman saja sebelum kamu datang kesini" ucao seorang bapak dari belakang.

"Ya maksud saya bukan seperti itu bu pa..." aku mulai kesal dengan kondisi di sini.

"Sudahlah pulang saja sana anak kami tidak akan membutuhkan pendidikan, anak kami butuh uang jadi mereka harus terus berjualan seperti orangtuanya" tegas salah satu bapak.

Aku sudah kesal, rasanya aku ingin menjahit semua bibir ibu-ibu itu yang tidak tahu betapa pentingnya pendidikan bagi anak-anak mereka. Sudahlah aku pulang kerumah dengan rasa kesal dan kekecewaan akan perilaku yang diperlihatkan ibu-ibu tadi. Aku menangis sambil memeluk erat guling pink hello kitty milikku.

Sebelum aku datang kerumah, Reno sempat menanyakan respon warga di sana. Aku belum sempat menjawab pesan Reno, akhirnya aku mengajak Reno untuk bicara di tempat biasa.

"Ngomong-ngomong gimana Win respon warganya kemarin, aku penasaran banget dari kemarin" tanya Reno dengan semangat.

"Emmmm" aku terdiam sesaat.

"Ayolah Win cepat bicara aku sudah tidak sabar" desak Reno.

"Respon warganya negatif Ren. Mereka tidak menerima rencanaku dengan baik" ucapku lemas.

"Maksudnya mereka tidak memberikan waktu anaknya untuk belajar gitu? Terus apa yang mereka pikirkan, sampai-sampai mereka menolak kita secara langsung."

"Mereka bilang pendidikan tidak akan menghasilkan uang, dengan cara mereka bekerja mereka akan mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup.
"
"Memang susah merubah pola pikir manusia yang asalnya A harus dirubah menjadi B."

"Aku nyerah aja Ren. Aku gak bisa buat gerakan literasi ini menjadi lebih baik, aku ini orang yang terlalu memikirkan masalah orang lain, sebaiknya aku urus masalahku sendiri. Biarkan mereka hidup sesuka mereka!"

"Kamu jangan nyerah gitu aja Win, semua masalah pasti ada jalan keluarnya. Kita selesaikan masalah ini bersama, karena kita ngebangunnya juga bersama."

"Baiklah aku akan mencoba memperbaikinya lagi."

"Nah gitu dong."

Beberapa hari kemudian setelah kejadian itu berlalu, aku mencoba memperluas gerakan literasi dasar tersebut. Teman-temanku mencoba menshare gerakan itu keseluruh sosial media yang mereka punya. Aku mengajak satu anak yang pernah bertemu denganku waktu itu, untuk aku ajarkan membaca, setelah beberapa minggu aku dan Reno mengajarkan anak itu membaca tanpa sepengetahuan orangtuanya, akhirnya dia bisa lancar membaca.

"Kak aku sudah bisa baca."

"Alhamdulillah, sekarang kamu tunjukan kepada orangtuamu bahwa kamu bisa membaca."

"Iya kak. Aku pulang dulu kak, terimakasih banyak."

"Iya hati-hati dek."

Senang rasanya melihat anak yang semula tidak bisa baca sekarang sudah mulai lancar membaca. Sesampainya anak itu di rumah.

"Surat apa sih ini, coba aku bisa baca pasti sudah aku baca dari tadi," ujar ibu anak itu.

"Coba bu aku lihat. Oh ini surat edaran gerakan literasi dasar yang dibagikan kak Winda untuk kampung kita bu." ucap anak itu.

"Hah kami bisa baca nak? Siapa yang mengajarimu membaca?" Tegas ibu anak itu.

"Anu bu, kak winda yang mengajari aku baca. Kata kak Winda jika kita bisa membaca kita bisa mengelilingi dunia bu." ucap anak itu sambil tersenyum ceria.

"Antarkan ibu ke kak Winda sekarang." dengan wajah tegang.

"Jangan nanti ibu malah marah-marah ke kak Winda."

"Cepat antarkan ibu ke tempat kak Winda."
Akhirnya ibu anak itu menghampiriku sambil berkata.

"Nak Winda terimakasih telah mengajari anak saya membaca. Maaf waktu itu salah telah berburuk sangka kepada nak Winda."

"Tidak apa-apa bu saya mengerti mulai sekarang jangan menghalangi anak ibu untuk belajar. Jika anak ibu mau jangan sungkan untuk mengantarkannya kepada saya."

"Dulu saya berpikir untuk apa pendidikan tidak ada gunanya, lebih baik berjualan dapat uang. Ternyata itu salah besar."

"Iya bu jangan sungkan kami semua senang bisa membantu ibu dan warga di kampung itu untuk terus belajar. Karena belajar itu tidak mengenal usia."

"Baik nanti saya akan sampaikan kepada semua warga bahwa pendidikan sangat penting untuk kehidupan anak-anak di masa yang akan datang."

"Iya bu kami semua akan selalu membantu jika ada yang susah."

Seiring berjalannya waktu, anak-anak di kampung itu semakin lancar dalam membaca. Selain membaca, kami juga mengajarkan beberapa mata pelajaran lain sepeti matematika, IPA dan beberapa pelajaran lain yang mudah diterima oleh otak anak seusia mereka.

Kemajuan teknologi membantu kami mempermudah menemukan tempat atau daerah yang masih mengalami buta huruf. Kami terus mencari dan mengembangkan gerakan literasi dasar kepada seluruh masyarakat Indonesia. Teknologi bukanlah apa-apa. Hal yang penting adalah kamu memiliki keyakinan terhadap orang lain, dimana mereka pada dasarnya baik dan pintar, dan jika kamu memberikan mereka peralatan, mereka akan melakukan hal yang menakjubkan dengan alat-alat itu.

The end.
Diubah oleh lastrimarr 01-10-2019 01:34
rakiraikiAvatar border
hugomaranAvatar border
teguhwidihartoAvatar border
teguhwidiharto dan 10 lainnya memberi reputasi
11
530
7
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.