rulfhiAvatar border
TS
rulfhi
Tindakan Manjur Untuk Memutus Tali Rasisme di Bumi Pertiwi


Tindakan Manjur Untuk Memutus Tali Rasisme di Bumi Pertiwi 

Rasisme (Foto: Venstre) 

Sebelum jauh kita melangkah dan membicarakan soal rasisme yang diterima oleh saudara kita, masyarakat Papua. Ada baiknya kita menyamakan dulu persepsi soal apa itu rasisme. Tentu pengertian yang paling mudah dicari adalah merujuk kepada wikipedia.

Menurut wikipedia, rasisme adalah suatu sistem kepercayaan atau doktrin yang menyatakan bahwa perbedaan biologis yang melekat pada ras manusia menentukan pencapaian budaya atau individu bahwa suatu ras tertentu lebih superior dan memiliki hak untuk mengatur ras yang lainnya.

Di sini kita sudah bisa menangkap secara garis besar apa yang dimaksud rasisme. Jika masih belum, coba baca baik-baik, satu demi satu kata deh. Dari sepanjang pengamatan saya di perduniawian, boleh dikatakan rasisme lebih banyak diterima mereka yang berkulit gelap. Mengapa?

Jika menilik sejarah panjang manusia dari masa ke masa. Saya hampir selalu menangkap narasi bahwa mereka yang berkulit gelap hampir selalu dijadiikan budak atau berada di kasta paling bawah. Salah satu contohnya, masyarakat Indian di Amerika dan Aborigin di Australia tersisih dengan kedatangan kulit putih. Keduanya malah diatur oleh kedatangan bangsa baru itu.  

Peristiwa-peristiwa tersebut juga terjadi di penjuru dunia lainnya. Indonesia dulu dijajah atau diperbudak oleh mereka orang Belanda yang memiliki kulit lebih putih. Maka peristiwa beberapa hari lalu soal rasisme yang menimpa masyarakat Papua, seolah menjadi warisan buruk dari Belanda yang malah diteruskan lagi oleh warga Indonesia. Padahal kita sudah tahu rasa sakitnya rasisme itu seperti apa.      

Meski begitu, saya tak menutup kemungkinan bahwa manusia berkulit putih pun pernah mengalami rasisme.   

Selain itu, komoditi dunia kecantikan menurut saya secara tidak langsung turut menjaga hidupnya rasisme. Kok bisa sih? Gini loh, bahwa narasi kulit putih itu cantik terus memenuhi ruang di dalam otak kita baik itu pria dan wanita.

Iklan-iklan kecantikan selalu menjual bahwa memiliki kulit putih adalah sebuah hal yang perlu dicapai. Narasi tersebut, turut mempengaruhi alam sadar kita yang terus tak sadar bahwa mereka yang berkulit putih adalah ras yang paling teratas.

Maka stigma akan akan kulit lebih gelap berada di kasta yang paling bawah terus terjaga, meskipun kita sudah melihat bukti bahwa mereka yang berkulit gelap telah mampu melampaui batas-batas yang telah dicapai oleh ras kulit putih. Namun seolah hal tersebut hilang dan tak diperhitungkan karena narasi-narasi umum yang terus beredar tak mendukung hal itu.  

Maka sangat diperlukan upaya dari kita sendiri untuk memfilter dan mengkritisi apa yang kita lakukan. Agar setiap apa yang kita lakukan secara sadar dalam kontrol kita. Sehingga kita dapat mengukur seberapa fatal akibatnya bagi kita dan masyarakat luas. Kemudian tak temudah untuk tergerus arus. Dan yang paling penting adalah toleransi. Boleh setuju atauh tidak, menurut saya toleransi adalah kunci untuk memutus tali rasisme.  

Jika kita mau membuka mata lebih lebar, piknik lebih jauh, berpikir lebih logis dengan apa yang kita sebut akal. Saya pastikan kita akan mikir seribu kali lipat untuk melakukan tindakan yang bersifat rasisme. Bagaimana mungkin kita menilai seseorang hanya dari ras, warna kulitnya saja. Itu sama saja menilai sesuatu dari kulitnya saja.  

Maka dari itu, urusan rasisme bukan soal tentang aku, kamu atau mereka. Tapi urusan kita semua yang masih hidup. Jangan jadikan persoalan rasisme terus berulang di negeri ini. Mari jadikan negeri ini tak beri ruang untuk rasisme. 


Tulisan Opini TS. 
Mari bertukar opini diantara kita. 


0
271
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
922.7KThread82.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.