Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

wisnusatriyaAvatar border
TS
wisnusatriya
Cermin besar buat para "anti rasisme"
Cermin besar buat para "anti rasisme"

Kita sebagai warga negara Indonesia patut berbangga hati, ketika ane lagi cari tahu tentang negara mana yang paling rasis di dunia, tidak ada nama Indonesia di sana. 

Raisme artinya menganggap suatu ras tertenru lebih tinggi/rendah derajatnya daripada ras lain. Sebenarnya sulit untuk menentukan seberapa tingkat rasis suatu negara, namun salah satu parameternya adalah adanya pelaporan kasus rasisme ke pihak berwenang. 

Nah ini yang bikin agak rancu, takutnya, angka rasisme di Indonesia rendah karena memang tidak adanya pelaporan (kecuali kasus yang berdampak besar) atau memang karena kita sendiri yang tidak menyadari sudah menjadi korban maupun pelaku rasisme.

Kalau melihat agak ke belakang, sebenarnya Indonesia pernah mengalami kasus rasisme yang cukup parah. Yang pertama adalah kerusuhan Mei 1998. Hal ini disebabkan karena pada saat Soeharto memagang tampuk pemerintahan, sebagian kecil etnis cina di Indonesia mendapatkan berbagai fasilitas investasi sehingga bisa menjadi sangat kaya. Hal ini menimbulkan kecemburuan masayarakat dan akhirnya memicu sentimen anti Cina ketika Soeharto lengser.  

Selain kerusuhan Mei 1998, kita juga punya jejak rasisme yang cukup parah pada kerusuhan sampit pada tahun 2001 silam. Konflik yang terjadi di Sampit melibatkan etnis dayak dan etnis madura. 

Banyak versi mengenai akar penyebab konflik dua etnis ini. Yang paling populer adalah banyaknya pendatang dari Madura ke sampit karena ikut program transmigrasi. 

Para pendatang ini, oleh warga lokal dianggap merebut lahan rejeki mereka. Kecemburuan sosial itu menyebabkan gesekan-gesekan yang akhirnya berujung pada runcingnya konflik antara dua etnis tersebut. 

18 tahun kemudia, kasus rasisme masih ternyata belum benar-benar hilang dari Indonesia. Kali ini terjadi lagi di surabaya. Korbannya adalah mahasiswa dari Papua.  

Para mahasiswa ini, oleh beberapa oknum dituduh telah menghina simbol negara, bendera merah putih, dengan membuangnya ke selokan. Oknum yang merasa tidak terima dengan perbuatan mahasiswa papua ini, melakukan persekusi dan memaki-maki mereka dengan sebutan "monyet". 

Menyebut salah satu etnis sama dengan binatang, tentu tindakan rasis yang tidak bisa diterima. 

Sebenarnya, tidak kali itu saja terjadi rasisme dan diskriminasi terhadap mahasiswa asal Papua. Contohnya yang dialami oleh Benediktus Fatubun

Benediktus merupakan mahasiswa dari papua, yang merantau ke Yogya, dan ingin mencari kos di sana. Namun, usahanya mencari kos selalu berujung penolakan, padahal kos yanng dia datangi memasang pengumuman "ADA KAMAR KOSONG". Benediktus ditolak dengan alasan bahwa kos tersebut tidak menerima kos anak papua. 

Benediktus di sini telah menjadi korban stereotyping yang menempel pada mahasiswa asal papua, yaitu, susah bayar, suka bikin onar dan suka mabuk-mabukan. Padahal tidak semua mahasiswa papua seperti itu. 

Sebenarnya kalau kita mau melihat lebih dalam, selain kasus-kasus rasisme yang terungkap ke publik, masih banyak kasus rasisme lain yang kadang kita tidak sadari. 

Yang paling gampang, biasanya, kita suka heboh kan kalau liat ada orang Indonesia yang nikah dengan bule. Ketika ditanya alasanna kok mau nikah dengan bule, biasanya alasannya klasik, yaitu "pengen memperbaiki keturunan".

Pengen memperbaiki keturunan ? kan itu menganggap kalau garis keturunan Bule lebih tinggi derajatnya dari kita kan ya. 

nih, Perlu diingat yaa gan/sist, menganggap suatu ras tertentu lebih tinggi derajatnya dari ras lain, juga merupakan bentuk rasisme. 

Kita sendiri kadang juga sering melontarkan candaan rasis, meskipun kita tidak sadari kepada orang yang dekat kita. 
Contohnya, ketika bercanda, mungkin kita pernah memaki teman kita seperti ini,,,
"Eh, Babi Lo !"
"Eh, dasar Cina !"
"Dasar Arab sarab"
Karena konteksnya adalah bercanda, maka tidak ada yang mempermasalahkan dan tidak ada yang tersinggung. Tapi sebenarnya ini kan salah satu bentuk rasisme sering kita tidak sadari. 

Mungkin sebenernya, sifat rasisme itu memang mendarah daging pada diri kita, cuma kita aja yang sering ga sadar.

Dari hal-hal di atas, bisa kita simpulkan bahwa negara kita tercinta Indonesia ini, belum lah bebas dari yang namanya "rasisme". Malah kita, sebagai negara kepulauan dengan berbagai etnis dan budaya di dalamnya, adalah tempat yang subur untuk tumbuhnya rasisme. 

Hal ini sebenarnya sudah disadari oleh para founding fathers kita, sampai mereka menciptakan mantra ajaib untuk menangkal suburnya rasisme di Indonesia. Mantra itu berbunyi,"BHINEKA TUNGGAL IKA".

Cermin besar buat para "anti rasisme"

comot gambar dari sini gan


Tapi itu saja masih belum cukup. Perlu kesadaran dari masing-masing kita untuk menerima kenyataan, bahwa kita memang diciptakan berbeda. Kita tidak bisa memilih di mana kita lahir, apa warna kulit kita. Yang perlu diingat, berbeda tidak berarti salah satu memiliki derajat yang lebih tinggi daripada lainnya. 

Di balik kulit kita yang memang diciptakan berbeda, sebenarnya kita sama, kita manusia. 

Ane jadi ingat penggalan lagunya muse yang judulnya Map of problematique,


Quote:



Jangan lupa mampir juga ke sini  gan/sist.....emoticon-Toast




0
357
0
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.4KThread84.4KAnggota
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.