sumber


Agustus 2008 aia angek sijunjung

Para kakak pembina sudah memberi aba - aba agar calon bantara segera bersiap - siap berkemas untuk melakukan perjalanan menuju daerah aia angek sijunjung.

Kami bersahabat lama, Yudi, Riza dan Bowo namanya. Sebagai teman satu geng kami kemana - mana selalu bersama. Pelantikan Bantara ini merupakan acara yang kami tunggu - tunggu karena pada saat seperti inilah kami dapat berkemah bersama.

Ketika para peserta pelantikan sudah mulai bergegas untuk memasuki mobil truk. Darah muda kami pun bergejolak dan sepakat untuk sengaja telat agar kami dapat berangkat sendiri dengan menggunakan motor masing - masing.

"Eh boy, bagaimana kalau kita berangkat naik motor? " kata Riza yang kebetulan juga anak kepala sekolah di SMA kami. "Emang bisa? Kita kan junior disini jangan macem - macem deh nanti kita kena hukuman dari kakak pembina" ujar Bowo menimpali ide Riza.

"Gampang boy, kita izin saja kepada bapak, bilang saja kalau ada perlengkapan penting yang ketinggalan dan pasti diizinkan, bagaimana Yud? "

Aku pun menjawab ide cemerlang yang diberikan oleh Riza. "Boleh juga tuh, jangan terlalu takut kepada kakak pembina, toh kepala sekolahnya aja bapaknya Riza tenang kita pasti akan dibela"

Mau tidak mau anggota geng kami yang tidak setuju akhirnya menyanggupi ide dari Riza. Kami semua bersembunyi di salah satu gedung sekolah hingga rombongan berangkat.

Awalnya ide kami berjalan mulus, kami mengendarai motor pribadi dan merasa bebas tanpa harus berdesakan dengan teman - teman kami yang lain. Namun tawa riang hanyalah sesaat karena ditengah jalan ternyata jalanan rusak, becek dan lumpur membuat licin jalan menuju tempat perkemahan. Riza yang membawa motor sampai harus terjatuh karena licinya medan sehingga membuat badanya menjadi penuh lumpur. Kami pun kesusahan dan berujung menjadi saling menyalahkan terutama menyalahkan Riza.

Untungnya ditengah percecokan ada rombongan petani yang membantu kami melewati jalanan licin tersebut. Ketika sudah beres melewati jalan berlumpur dan licin tersebut petani tersebut memperingati kami agar hati - hati karena jalur disini sangat rawan kecelakaan dan terdapat beberapa jalan yang menjadi tempat perlintasan "inyiak" inyiak disini dapat diartikan sebagai harimau.

Kami pun bergidik dan merasa bimbang untuk meneruskan perjalananan. Namun karena sudah merasa dekat dengan lokasi kamipun bersikeras untuk terus melaju. Namun keras kepala dan perbuatan kami langsung dibayar kontan, karena tak jauh kami berjalan dan melewati pelosok hutan kami melihat seorang pria yang jatuh dari motor dan bersimbah darah, tak cukup hanya bersimbah darah kami pun melihat kepala pria tersebut retak dan kejang - kejang seperti menghadapi sakaratul maut.

Karena tidak kuat melihat darah, pandangan ane akhirnya gelap dan pingsan. Ketika sudah terbangun pun ane juga masih melihat pemandangan yang gelap, karena ternyata ane sudah sampai di tempat perkemahan. Disekeliling ane ternyata sahabat - sahabat ane masih berkumpul dengan muka yang pucat.

Sahabat - sahabat ane terlihat masih shock. Namun tetap berusaha untuk menghibur ane dan mengajak ane menonton api unggun.

Tepat di tengah malam, kami dilantik menjadi anggota bantara, perjuangan mengumpulkan SKU, berlatih setiap kamis sore terbayar, walaupun kami dilantik secara bersyarat. Namun sebuah kisah yang begitu kelam dan membuat ane trauma hingga sekarang masih saja membekas begitu juga dengan perjuangan sahabat ane yang dengan setianya membantu ane yang pingsan, mengobati ane hingga menemani ane yang pingsan menjadi kisah persahabatan yang tak terlupakan.

Tulisan : pengalaman pribadi