Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

skydaveeAvatar border
TS
skydavee
Rasisme: dari Laten Menjadi Persisten
Rasisme: dari Laten Menjadi Persisten

Rasisme: dari Laten Menjadi Persisten
sumber:google

Persoalan rasisme sejatinya menjadi musuh bersama tiap-tiap negara. Dalam catatan sejarah, sikap rasis yang masih tumbuh sumbur antar warga, ditengarahi menjadi salah satu penyebab gesekan antar masyarakat yang sanggup memicu letupan berskala besar. Pada tahapan selanjutnya, ekses negatif dari tindakan, perkataan, atau hal lain terkait rasisme, akan memporakporandakan tatanan kehidupan yang seharusnya bisa hidup damai dan berdampingan dengan segala perbedaannya.


Apakah rasisme itu? Berdasarkan kutipan dari Wikipedia, definisi dari rasisme adalah doktrin yang menyatakan bahwa perbedaan biologis yang ada pada ras manusia, akan menentukan pencapain budaya atau individu yang bersangkutan. Rasisme juga menekankan bahwa ras tertentu, dianggap jauh lebih superior dan secara otomatis pula, ia akan memiliki hak untuk mengatur ras yang lainnya. Seiring dengan berjalannya waktu, sikap rasisme juga mendorong terjadinya diskriminasi sosial, segregasi dan kekerasan rasial. Bahkan pada puncaknya, tindakan genosida bermula juga dari pemikiran rasisme.


Jika merujuk pada definisi dan beberapa contoh kasus rasisme, kondisi sosial budaya penduduk Indonesia yang terdiri dari pelbagai suku dan budaya, jelas memiliki bibit rasisme yang menjadi bahaya laten.


***
Rasisme Bukan Candaan
Rasisme: dari Laten Menjadi Persisten
sumber:google

Sesorang yang dilahirkan memiliki warna kulit, bahasa, suku, dan budaya berbeda, bukanlah kehendak individu tersebut. Ia hanya menjalani kodrat yang telah digariskan oleh Sang Pemilik kehidupan. Karena dalam banyak hal, kita memang tidak cukup memiliki banyak pilihan. Tentu, andai dilahirkan, lantas dibesarkan di daerah di mana lingkungan kita mempunyai komunitas terbesar, hal tersebut tidak akan menjadi masalah besar. Masalah mungkin akan terjadi jika dilahirkan di lingkungan yang berbeda.


Demikian juga pada saat kita hidup merantau jauh kampung halaman, dengan membawa atribut suku tertentu yang melekat di diri ke dalam lingkungan yang mayoritas. Terkadang tanpa disadari perlakuan diskriminatif diterima meski dalam bentuk candaan. Jika menjadi obyek candaan saja begitu menyakitkan, konon lagi sikap rasis dilakukan demi menghina?


Sialnya, sebagai mantan anak kos yang malang melintang mencari pemondokan, aroma berbau rasisme kerap terlihat di depan mata. Meski tidak ditujukan secara langsung ke pribadi, namun saya bisa membayangkan perasaan orang lain yang sikap rasisme ditujukan kepadanya.


***
Mari Hentikan Rasisme
Rasisme: dari Laten Menjadi Persisten
sumber:google

Setiap individu memiliki potensi melakukan tindakan rasisme, terlebih lagi jika individu tersebut dibesarkan dalam lingkungan yang cenderung homogen. Hal ini dapat mempengaruhi pola pikir dan wawasan seseorang dalam menerima perbedaan, sehingga kemajemukan suku, ras, dan agama yang dimiliki oleh bangsa ini membawa potensi masalah yang cukup serius.


Termasuk orangtua yang tanpa sadar menyemaikan benih dan sikap rasisme kepada anaknya. Kondisi ini bisa menjadi lebih berbahaya jika orangtua yang memegang peranan sebagai pendidik pertama, secara sadar maupun tidak, menanamkan konsep rasisme melalui ucapan dan perbuatan yang mengarah pada sebuah ekslusivitas.


Seperti yang kita mahfum bersama, ada kalanya pertemanan dan perjodohan diharamkan antar suku yang satu dengan yang lainnya. Mereka, para orangtua selalu memiliki alasan pembenar yang sesungguhnya tidak logis. Stereotip demikian tentu berbahaya karena penduduk Indonesia jelas terdiri dari berbagai suku. Lantas apa jadinya jika suku yang lain memberlakukan aturan yang sama? Benarkah ada jaminan melakukan interaksi sosial dalam bentuk apapun, lebih baik dilakukan dengan sesama suku saja?


Seakan menambah serpihan luka, segelintir politikus juga ada yang memainkan isu rasisme demi mengeruk suara. Dalam hemat saya, sebaiknya pola demikian dihentikan. Sebab ada banyak cara yang lebih elegan dari sekedar bermain isu sara yang pada akhirnya terjebak dalam pusaran sikap rasial. Ingat, dunia mencatat bahwa negara kita pernah bermasalah dengan isu sara yang mendobrak lorong persatuan yang sekian lama terajut.


Oleh sebab itu, sebelum api rasisme membakar dan melahap rumah besar bernama Indonesia tanpa sisa, mari hentikan segala bentuk dan sikap yang menjurus kepada rasisme. Jadikan kasus yang menimpa saudara-saudara kita di Papua beberapa waktu yang silam, sebagai bentuk pelajaran berharga. Sebab darah sudah terlanjur tumpah hanya karena sikap rasisme. Dan darah itu bukan darah orang lain, namun darah saudara sendiri.


Sebagai penutup tulisan sederhana ini, sikap saling menghormati, mengasihi, dan tanpa membeda-bedakan kodrat Illahi, adalah bentuk terjemahan sempurna dari kasih Tuhan. Terlepas dari apapun agama dan kepercayaan yang kita anut, serta dari mana suku kita berasal...



©Skydavee 2019
Referensi :
wikipedia
Diubah oleh skydavee 06-09-2019 06:51
surya.hrAvatar border
surya.hr memberi reputasi
1
639
8
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.4KThread84.4KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.