Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

  • Beranda
  • ...
  • Bisnis
  • Setelah Malaysia Rebut Pasar Sawit di India, Indonesia Mau Lakukan Apa?

padanglurus1Avatar border
TS
padanglurus1
Setelah Malaysia Rebut Pasar Sawit di India, Indonesia Mau Lakukan Apa?
Setelah Malaysia Rebut Pasar Sawit di India, Indonesia Mau Lakukan Apa?
Sejak lama, India telah menjadi pasar komoditi  sawit Indonesia. Negara Asia Selatan tersebut telah menjadi konsumen terbesar Indonesia di manca negara. Negara dengan jumlah penduduk terbesar ketiga di dunia ini secara rutin telah mengimpor tidak kurang dari 20 persen dari total 44 kjuta ton produksi sawit yang dipasarkan sepanjang tahun 2018.
Data itu melengkapi jumlah rata-rata impor per tahun negara itu yang tidak kurang dari 7,7 juta ton dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.
Dari keseluruhan total angka tersebut, sebesar 69,8 persen datang dari dalam negeri Indonesia, diikuti kemudian oleh Malaysia yang sebanyak 27,5 persen. Sisanya diambil dari negara-negara lain.
Sejak awal tahun ini, kondisinya tidak sama lagi. Posisi Indonesia bukan lagi sebagai penyuplai utama. Posisi itu digeser oleh negara tetangga Malaysia yang sukses mengirim lebih banyak sawit ke negeri Bollywood tersebut
Mengutip data yang dikeluarkan oleh  Department of Commerce India, Malaysia telah mengekspor 2,2 juta ton sawit pada Januari-Juni 2019. Jumlah ini naik 14 persen dari periode yang sama pada tahun sebelumnya.  Sebaliknya pasokan dari Indonesa turun sebesar 11 persen  menjadi hanya  mampu mengekspor 2,1 juta ton sawit saja.
Pembalikan situasi itu muncul lantaran Malaysia mendapat keuntungan dari bea tariff masuk yang lebih rendah daripada Indonesia.
Kemudahan yang didapat negara itu terjadi karena antara India dan Malaysia telah menekan  perjanjian kerjasama perdagangan atau MICECA ( Malaysia-India Comprehensive Economic Cooperation Agreement.
Salah satu poin utamanya adalah  sawit Malaysia  dikenakan  tarif sebesar 20 persen dan 25 persen untuk produk turunannya. Sedangkan, sawit dari Indonesia dikenai tarif sebesar 40 persen dan 50 persen untuk produk turunan.
Lalu, bagaimana sikap dan langkah yang sebaikanya perlu dilakukan Indonesia. Karena suka atau tidak, persoalan tersebut akan mempersulit langkah industry sawit dalam negeri dalam memasarkan stok hasil kebun yang masih ada. Menyusul keluarnya larangan Eropa dalam memasarkan biodiesel sawit Indonesia di benua tersebut, melalui pungutan bea masuk yang juga diperberat.
Karena dengan pengenaan bea masuk tersebut secara langsung akan berpengaruh kepada harga produk ini di tingkat petani atau pemilik perkebunan.
Para stakeholder sawit dalam negeri umumnya bersuara sama, bahwa  India tetap menjadi pasar penting bagi Indonesia, sehingga pemerintah diminta turun tangan melobi negara tersebut dalam kaitan permintaan penurunan tariff masuk, agar setara dengan Malaysia.
Selain itu, upaya mencari pasar baru non tradisional seperti Timur Tengah dan Afrika tetap perlu digencarkan lagi.
Sementara untuk negara-negara baru yang lebih jauh seperti Brasil di Amerika Selatan, strategi yang harus diterapkan adalah, bukan dalam bentuk ekspor mentah. Melainkan dalam wujud produk intermediate atau jadi.
Sebab jika produk jadi ini yang menjadi motor utama ekspor ke kawasan tersebut, maka  Indonesia punya alasan lebih kuat dalam produksi serta ekspor kelapa sawit mentahnya.


0
264
0
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Bisnis
BisnisKASKUS Official
70KThread11.6KAnggota
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.