"Minyak"
Muawiyah Mahjalid pengusaha emas hitam asal Kebab City datang ke Tmveland untuk bertemu CEO perusaahan besar. Biasa, ada urusan ekspor-impor minyak.
"Sahib," Muawiyah berkata, "Tmve dan Kebab punya relasi bisnis yang baik. Apalagi soal minyak.
Anadatang bermaksud ingin membuka cabang bersama di Pulau Cendol. Apakah Sahib setuju?"
"Hm... saya penasaran alasannya kenapa disana," CEO tersebut mengusap dagu, "tetapi menurut saya lebih baik kita cari perkebunan kunyit dan serai saja."
Muawiyah nampak heran. "Lah,
ente belum tahu kabar bahwa Pulau Cendol bisa menghasilkan minyak jutaan gentong? Untuk apa susah-susah cari kebon kunyit."
"Tetapi buat apa minyak bergentong-gentong, apa anda tidak tahu kalau omzet penjualan sedang turun? Mubazir kalau berlebihan." cibir Sang CEO.
"Astaga," Muawiyah mulai tidak sabar, "
Ente sepertinya kurang
aptudet ya. Jelas-jelas Eropa sudah mulai merengek sama
ana buat disisakan stoknya. Ah
ente jangan suka pura-pura tidak tahu, lah."
"Ini serius, Pak Muawiyah. Proses pembuatan minyak ini tidak mudah. Belum lagi harus ada
tester setiap minggu untuk menjaga kualitas produk. Bahan yang ada terbatas, jadi jangan banyak tingkah dulu." Sang CEO mulai menjaga jarak.
"Ah,
ente banyak
ngaconya! Minyak itu berlimpah. Isu kalau minyak mau habis itu cuma rekaan
supaya harganya naik. Buat apa lagi
tester, emangnya mau diminum?"
"Pak Muawiyah sepertinya tidak tahu visi perusahaan kami." CEO tersebut berdiri.
"Kami ingin agar setiap konsumen bisa lekas sembuh begitu diberi minyak kami. Bapak yang
ngaco kalau sampai tidak paham."
Muawiyah terlonjak. "Sembuh??? Emangnya ini perusahaan apa sih, kok minyak bumi dipake buat obat?
Ko'it iya tu konsumen."
"Minyak bumi? Kami perusahaan Minyak Urut Cap ED. Kilang minyak bukan usaha kami, Pak!"
Buset pantes aje kagak nyambung dari tadi omongannye!