Pertemuan Prabowo Subianto dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri akhirnya terjadi. Pertemuan itu digelar di rumah Megawati, Jalan Teuku Umar, Jakarta pada Rabu (24/7).

Tak pelak, sejumlah pihak pun semakin meradang. Mereka itu adalah barisan yang tidak suka dengan ide rekonsiliasi dan menginginkan polarisasi terus menyala pasca Pemilu 2019.

Seperti yang diungkapkan oleh Juru bicara Presidium Alumni (PA) 212, Novel Bamukmin. Ia terlihat agak kecewa dengan pertemuan kedua tokoh tersebut.

Dia memiki sejumlah permintaan, namun yang utama dia berharap pertemuan itu tidak bertujuan untuk mematangkan koalisi. Selain itu, dia berharap agar kepulangan Imam Besar FPI dibahas dan sejumlah ulama yang terkena kasus bisa dibebaskan.

Bila mendengar itu, kita patut bertanya. Apa urusan dia mengatur-atur substansi pertemuan tersebut?

Novel Bamukmin terlihat tak mau sportif dan tidak konsisten dalam tindakan dan sikapnya sendiri. Rasa kesal yang ditunjukkan atas adanya pertemuan Prabowo-Megawati inkonsisten dengan keputusannya untuk putus hubungan dengan Prabowo dan memilih berjuang sendiri.

Bagi Prabowo, urusan keutuhan NKRI jauh lebih dibutuhkan daripada permintaan Novel Bamukmin untuk memulangkan junjungannya dan membebaskan orang-orang di sekitarnya yang terbukti bersalah karena berbagai kasus yang menimpa.

Permintaannya jelas tidak masuk akal.

Tak hanya itu, sikap PA 212 juga semakin tak jelas juntrungannya. Apa yang diungkapkan oleh Novel tersebut merupakan sebuah sikap bertahan dan mencari pendukung agar kepentingan pihaknya dapat terakomodir oleh para elite politik.

Padahal, sudah bulat melalui berbagai pernyataan yang dilontarkan bahwa drinya dan PA 212 memilih untuk tidak lagi mendukung Prabowo dan berjuang sendiri melalui rencana Ijtima ke-IV.

Kondisi ini jelas merupakan inkonsisten dan cenderung labil. Sungguh-sungguh konyol.