Upaya pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk memajukan kualitas pekerja di Indonesia bukan isapan jempol belaka. Berbagai program pengembangan kapasitas pun terus didorong, termasuk sertifikasi pekerja konstruksi.

Hal ini dilatar belakangi rendahnya angka pekerja konstruksi yang bersertifikat. Dalam catatan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK), saat ini jumlah tenaga kerja konstruksi yang telah tersertifikasi baru mencapai 512.000 orang.

Padahal, jumlah total tenaga kerja konstruksi mencapai 5,3 juta orang.

Untuk itulah, LPJK dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menargetkan 512.000 tenaga kerja konstruksi kembali tersertifikasi pada tahun ini.

Dengan tambahan ini, total pekerja tersertifikasi menembus lebih dari 1 juta orang.

Sertifikasi ini bukan sekadar bukti bahwa tenaga kerja tersebut mampu atau berkompeten sesuai dengan keahliannya masing-masing.

Sertifikat juga dapat dimanfaatkan untuk menentukan standar minimum pengupahan yang diterima tenaga kerja.

Pemerintah terus mengupayakan agar sertifikasi sesuai dengan target capaian, salah satunya dengan cara menghidupkan kembali sertifikat yang telah mati.

Untuk mendapatkan itu, pekerja tak perlu datang ke kota, namun cukup dengan mengajukan dokumen yang diperlukan secara 'online' melalui situs resmi LPJK.

Program sertifikasi pekerja konstruksi ini adalah salah satu upaya pemerintah untuk menjamin mutu pekerja di tengah persaingan yang semakin keras.

Dengan kapasitas yang mumpuni, pekerja konstruksi Indonesia tak akan kalah dengan tenaga kerja dari negara lain.

Mari kita dukung upaya pemerintahan Presiden Jokowi untuk mewujudkan kualitas pekerja Indonesia yang kompeten dan kompetitif.